Kamis, 01 Desember 2011

Urgensi Tauhid

إن المد ل نمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بال من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، ومن يهده ال فل مضل له، ومن يضلل فل هادي له. وأشهد أن ل إله إل ال وحده ل شريك له، وأشهد أن ممدا عبده ورسوله.
Kalimat paling mulia dan paling agung yang pernah diwahyukan kepada para nabi dan rasul semenjak nabi Adam sampai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kalimat tauhid laa ilaha illallah…
Kalimat paling agung dan paling mulia yang diucapkan oleh manusia semenjak penciptaan Adam sampai hari ini dan sampai hari kiamat adalah kalimat tauhid laa ilaha illallah…
وأفضل الذكر .. ل إله إل ال
“Dzikir yang paling afdhol adalah laa ilaha illallah”
Karenanya diciptakan mahkluk, diutusnya para rasul dan diturunkan Kitab. Karenanya di indahkan surga-surga dan di bara hitamkan neraka-neraka. Karenanya disyareatkan jihad, membunuh dan bertempur, perdamaian dan peperangan, wala’ wal bara’. Dan di atas tapakan kalimat ini melangkah brigade-brigade jihad dan pembebasan wilayah.
Kalimat ini merupakan ultimate goal (tujuan utama), tak dapat ditawar dengan tujuan-tujuan lain atau alasan maslahat. Kalimat yang menjaga darah ahlinya dan pedang disarungkan tatkala terdapat syubhat, hudud dan kekafiran yang masih samar.
Kalimat yang menjamin seseorang masuk jannah sekalipun banyak maksiat selama tidak berlaku syirik. Kalimat yang lebih berat dari langit dan bumi. Sebab itu sepanjang sejarah, tidak ada kalimat yang mengalami usaha-usaha penyelewengan makna, penyamaran makna dan pentakwilan nyeleweng sebagaimana kalimat tauhid laa ilaha illallah.
Para ahlu dholal (orang-orang sesat) dan ahwa’ (pengikut hawa nafsu) telah merusak kalimat ini, dimulakan oleh sekulerisme kafir yang didalamnya ditemukan metode-metode sufiyah rusak, lalu ahlu irja’ (murjiah) dan jahmiyah (pengikut Jahm bin Shafwan) sampai perusakan yang diperbuat oleh salafi modern yang menyandarkan diri dan ulama mereka pada sultan-sultan mujrim (penguasa-penguasa zhalim).
Mereka-mereka itu tidak menerapkan kalimat tauhid seperti yang di inginkan oleh kalimat tersebut, yaitu menjadikannya sebagai manhaj hayah (pedoman hidup), manhaj yang sempurna dalam rangka taghyir (reformasi), taghyir masyarakat dari kesyirikan kepada cahaya tauhid, dari kelamnya jahiliyah menuju keadilan Islam, dari peribadatan sesama makhluk kepada peribadatan hanya kepada Allah Ta’ala.
Mereka-mereka memiliki pemahaman aneh tentang laa ilaha illallah, mereka berkata :
· Ucapkanlah sekali saja, Anda termasuk golongan yang selamat (ahlu najah) dan ahlu iman, sekalipun tidak mengamalkan rukun-rukun dien dan kewajibannya.
· Ucapkanlah sekali saja, lalu terserah Anda mau menyembah Tuhan apa saja, ideology apa saja dan para thaghut mana saja.
· Ucapkanlah sekali saja, maka Anda akan selamat dari hukum pentakfiran (dikafirkan) dan selamat dari neraka.
Menurut mereka, kalimat tauhid cukup diucapkan di lisan saja tanpa memenuhi syarat-syaratnya, memahami maknanya dan melaziminya. Akhirnya mudahlah urusan ini sehingga para thaghut pendongkel syari’at Allah melafalkannya, para zindiq melafalkannya, sekulerisme melafalkannya, ahlu syirik penyembah kubur melafalkannya bahkan komunispun melafalkannya. Hingga kita mendapati orang-orang kafir dan fajir mengucapkannya supaya darah dan hartanya aman.
Inilah kondisi manusia secara umum dan mereka ini dianggap muslim mukmin dan tidak boleh dikafirkan oleh para murji’ah dan jahmiyah serta salafi modern dengan hujah :
"Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illallah masuk surga”.
(Disadur dari Muqaddimah Syuruth Laa ilaha illallah, karya Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah dengan perubahan dan ringkasan).

Dan sebelum kita menutup pembahasan ini, maka ada beberapa kaidah yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan hal ini :
Kaedah Pertama :
“Sesungguhnya tauhid yang bersih bermanfaat bagi pemeluknya sekalipun terdapat padanya amalan maksiat yang tidak mencapai derajat syirik. Begitu juga syirik, sesungguhnya menafikan manfaat bagi pemeluknya sekalipun terdapat padanya amalan shalih”.
Dalilnya :
 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. An-Nisa : 48)
 “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga”. (Qs. Al-Maidah: 72)
 “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya sungguh pasti akan dihapus amalmu dan tentulah sungguh kamu termasuk orang-orang yang rugi ”.(Qs. Az-Zumar: 65)
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Allah ta’ala berfirman : “Wahai ibnu Adam! Selama engkau beribadah kepada-Ku, mengharap rahmat-Ku dan engkau tidak mensyirikkan-Ku sedikitpun, Aku akan mengampuni apapun perbuatanmu. Dan jika engkau menghadap-Ku dengan sepenuh langit dan bumi kesalahan dan dosa, maka Aku akan menyambutmu dengan sepenuh langit dan bumi ampunan dan Aku ampuni kamu dan Aku tidak peduli (berapa banyak dosamu)”. (Thabrani, Shahih menurut Al-Bani dalam Shahih Jami Ash-Shaghir)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dua hal yang mewajibkan”. Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah dua hal yang mewajibkan itu?”. Beliau bersabda: “Siapa yang mati dan tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apapun masuk surga dan siapapun yang mati dengan mensyirikkan Allah dengan sesuatu masuk neraka”. (HR. Muslim)
An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 1/227 berkata:
“Seseorang yang mati di atas tauhid tidak akan kekal dalam neraka sekalipun dia melakukan maksiat, begitu pula seseorang yang mati dalam kekafiran tidak akan masuk surga sekalipun melakukan banyak amal kebajikan.”
Perhatian
Penganut faham Murji’ah  telah menyelisihi kaidah ini dengan membuat kaidah baru, yaitu:
“Dosa apapun (termasuk syirik) tidak membahayakan tauhid dan iman”.
“Seorang pelaku kekufuran dengan kekufuran yang jelas tampak, tidak dapat dikafirkan selama hatinya tetap menyatakan iman.”
Oleh sebab itu para penganut faham murji’ah berpendapat; seseorang tidak dapat dikafirkan sekalipun lahiriyahnya melakukan kekufuran selama mulut atau hatinya masih menyatakan iman.

Kaedah Kedua :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tidak akan terjadi iman dan kekufuran berkumpul dalam hati seseorang”. (Dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)
Dari kaedah ini tersingkap kedustaan mereka yang menyatakan iman atau mukmin dalam hatinya tetapi lahirnya melakukan kufrun bawwah (kekafiran yang nyata). Lahiriyah merupakan kaca bagi batin dan pertanda bagi kondisi hatinya. Keduanya saling pengaruh mempengaruhi sebagaimana dalam hadits shahih:
“Ingatlah, sesungguhnya di dalam jasad ada sekerat daging. Jika dia sehat maka seluruh jasad juga akan sehat. Jika dia rusak maka rusak pulalah seluruh tubuh. Dia adalah hati.”
Kaidah yang dapat diambil dari hadits ini yaitu:
“Barangsiapa yang kafir lahiriyahnya maka batinnya pasti kafir dan mesti itu. Barangsiapa kafir batinnya maka lahiriyahnya juga kafir pula”.

Kaidah Ketiga :
Tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin muwahid yang menetapi tauhid dan syarat-syaratnya.
Dalilnya :
ل يدخل النة إل نفس مسلمة
“Tidak masuk surga kecuali jiwa yang muslim”. (Muttafaq 'alaih)
Jiwa yang muslim maksudnya adalah muwahid :
يا ابن الخطاب ! اذهب فناد ف الناس: إنه ل يدخل النة إل الؤمنون
“Wahai Ibnu Khathab! Pergi dan serukan pada manusia: Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali mukminin”. (HR. Muslim)

Kaidah Keempat :
Tatkala membahas berkenaan dengan persoalan yang cakupannya global dan umum seperti materi tauhid, iman dan kufur dll, haruslah melihat kepada seluruh nash-nash (dalil-dalil) yang berhubungan dengan materi tersebut. Bukan dinamakan fiqih jika kita mengambil satu hadits tentang laa ilaha illallah seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah (pasti) masuk surga”.
Kemudian membawa hadits ini untuk membahas iman secara global tanpa mengindahkan puluhan hadits-hadits dan nash-nash lain yang membicarakan tentang laa ilaha illallah .

Kaidah Kelima :
Mengambil dalil yang muhkam dari pada yang mutasyabih dan menempatkan dalil muhkam sebagai hujah untuk menjelaskan dalil mutasyabih supaya tafsirnya dapat diketahui dan terang maksudnya.
Dalilnya :
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya”. (Qs. Ali-Imran: 7)
Perhatian :
Mereka yang memiliki kaedah terbalik – di antaranya para penganut faham murji’ah-, dengan menempatkan dalil mutasyabih berkenaan dengan tauhid sebagai hujah adalah golongan ahlu zaigh (orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan)… Wallahu a’lam.
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011