أُذِنَ لِلَّذِينَ
يُقَاتَلُونَ
بِأَنَّهُمْ
ظُلِمُوا
وَإِنَّ
اللَّهَ
عَلَى
نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ
}الحج ،
{الَّذِينَ أُخْرِجُوا
مِن
دِيَارِهِمْ
بِغَيْرِ
حَقٍّ
إِلَّا
أَن
يَقُولُوا
رَبُّنَا
اللَّهُ
وَلَوْلَا
دَفْعُ
اللَّهِ
النَّاسَ
بَعْضَهُم
بِبَعْضٍ
لَّهُدِّمَتْ
صَوَامِعُ
وَبِيَعٌ
وَصَلَوَاتٌ
وَمَسَاجِدُ
يُذْكَرُ
فِيهَا
اسْمُ
اللَّهِ
كَثِيراً
وَلَيَنصُرَنَّ
اللَّهُ
مَن
يَنصُرُهُ
إِنَّ
اللَّهَ
لَقَوِيٌّ
عَزِيزٌ
“Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Rabb kami hanyalah Allah.”
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(QS. Al-Hajj : 39-40)
فإما
تعرضوا
عنا
اعتمرنا
وكان
الفتح
وانكشف
الغطاء
وإلا
فاصبروا
لجلاد
يوم
يعز
الله
فيه
من
يشاء
)حسان
بن
ثابت
رضى
الله
عنه(
Jika
kalian berpaling dari kami, kami akan akan berumrah
Lalu
terjadi kemenangan dan tirai akan tersingkap
Jika
tidak, maka bersabarlah untuk menghadapi kerasnya hari
Di
mana Allah memenangkan siapa yang Dia Kehendaki
(Hasan
bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu)
Mungkin
kurang tepat kami menceritakan di sini secara terperinci mengenai amaliyah-amaliyah
jihad melawan pemerintahan di Mesir, oleh karena itu kami akan berusaha
memaparkan penjabaran global disertai dengan peristiwa-peristiwa yang paling
penting dan makna-makna yang terkandung di dalamnya dalam kaitannya dengan
perlawanan lama terhadap pemerintah Mesir.
Pertama-tama
akan kami paparkan amaliyah-amaliyah paling penting, setelah itu makna-makna
yang bisa diambil dari amaliyah-amaliyah tersebut. Berikut ini adalah
amaliyah-amaliyah penting tersebut :
Pertama
Bisa
kita awali rekaman amaliyah-amaliyah yang ada di Mesir dengan mengingat
peristiwa penyerangan pemerintah tirani Mesir terhadap wilayah ‘Ain Syams,
Kairo. Ketika aparat kepolisian menyerbu Masjid Adam setelah shalat Maghrib,
pada hari Jumat 12 Agustus tahun 1988, tempat di mana Jamaah Islamiyah
menggelar kajian mingguannya.
Perlu
diketahui bahwa Masjid Adam sudah pernah diserang beberapa kali oleh aparat
kepolisian, dan menyerang masjid sudah menjadi hal biasa bagi polisi, mereka
menyerang masjid tanpa melepas sepatu, mereka menghancurkan semua yang ada di
dalamnya, merobek-robek kitab, menembakkan gas air mata dan rentetan peluru ke
dalamnya tanpa memilah-milah.
Semua
kezhaliman ini merupakan luka yang masih basah di hati kaum Muslimin, ketika
mereka menyaksikan masjid mereka yang suci dilanggar kehormatannya di bawah
sepatu-sepatu kasar polisi. Kezhaliman ini juga menjadi pemicu kemarahan baru
di hati kaum Muslimin dan menjadi contoh dari kebijaksanaan pemerintah dalam
menyikapi gerakan perlawanan Islam, sekaligus menjadi contoh dari kemunafikan
pemerintahan Amerika yang menampakkan diri seolah-olah menghormati syiar-syiar
Umat Islam, tapi kenyataannya di saat yang sama mereka menutup mata dari
kelakuan pemerintah Mesir, mengamini, mendukung dan membantu semua yang mereka
lakukan dalam memusuhi kaum Muslimin.
Sesungguhnya
kezaliman yang terus berulang hingga hari ini tidak mungkin lewat begitu saja
tanpa adanya hukuman balasan, dengan izin Allah. Kejahatan-kejahatan ini
tanggung jawabnya dipikul oleh menteri Dalam Negeri dan Husni Mubarak dan
pemerintahan Amerika yang mana kejahatan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa
restu dari mereka, sesuai dengan pemantauan mata dan telinga mereka, dan demi
menjalankan kebijakan politik mereka untuk membungkam gerakan Islam yang
melawan perluasan wilayah Israel di Kawasan Timur Tengah.
Penyerangan
itu dimulai dengan menghancurkan jendela-jendela masjid, setelah itu melempar
bom berisi gas air mata dan bom Molotov ke dalamnya untuk memaksa keluar penghuninya.
Ketika orang-orang yang berada di shaf terakhir mulai keluar, aparat kepolisian
pun menyerbu masjid dan menembakkan peluru tanpa pilih-pilih.
Kejahatan
ini cukup menjadi provokasi bagi penduduk sekitar yang secara otomatis berfihak
kepada anggota-anggota Jamaah Islamiyah untuk melawan kejahatan polisi. Dengan
demikian, area chaos meluas hingga ke seluruh daerah tersebut.
Fihak
menteri Dalam Negeri semakin menggila, mereka malah mengeluarkan perintah-perintah
untuk menembakkan peluru, tak pelak korban pun berjatuhan, sejak dari
anak-anak, wanita, orang tua dan anak muda. Jalan-jalan dan rumah-rumah penuh
oleh korban luka dan tewas yang tenggelam dalam darah-darah mereka. Truk-truk
polisi penuh sesak oleh ratusan orang yang ditangkap.
Wajar
saja jika kemudian penduduk setempat marah atas kezhaliman yang semena-mena
ini, maka kaum wanita dan anak-anak melempar batu ke arah polisi dari
loteng-loteng dan jendela-jendela rumah mereka. Ada dua jenderal dan empat polisi yang
terluka, jenderal Muhammad Zakariya akhirnya tewas akibat luka di kepalanya
karena batu yang dilempar oleh seorang ibu yang marah dari atas rumahnya sebab
ia melihat sendiri bagaimana anaknya satu-satunya terkapar di atas tanah
menggelepar kesakitan di tengah genangan darah karena terluka oleh tindakan
salah seorang jenderal. Penduduk setempat juga membakar dua mobil polisi
sebagai aksi balasan atas pembantaian keji yang dilakukan polisi terhadap
masyarakat.
Hal
ini tentu saja membuat aparat keamanan memberlakukan larangan keluar di seluruh
jalan yang ada di daerah itu. Menteri dalam negeri mengirim pasukan tambahan
dalam jumlah besar dari berbagai satuannya untuk “memberi pelajaran” kepada
daerah tersebut.
Dalam
kurun waktu sepekan saja, aparat telah menimpakan berbagai macam kekejaman,
kemurkaan dan penyiksaan kepada penduduk daerah tersebut. Mereka yang ditangkap
juga menghadapi penyiksaan yang buas di dalam ruang pemeriksaan polisi dan di
berbagai penjara tempat mereka disebar.
Kedua
Serangan
kedua terhadap daerah ‘Ain Syams terjadi pada hari Rabu 1988, ketika menteri
dalam negeri, Zaki Badar, memanfaatkan masuknya laporan akan adanya niat dari
Jamaah Islamiyah menggerakkan aksi jalan damai menuju istana negara di Kubbah
untuk mengungkapkan dukungannya terhadap Intifadhah Palestina di tanah
Palestina yang terjajah.
Namun
dengan keangkuhannya pemerintah Mesir tidak mengizinkan Jamaah Islamiyah
menampakkan eksistensinya di jalan-jalan dalam rangka menggelar demonstrasi,
apapun alasannya.
Akhirnya
polisi kembali menyerbu Masjid Adam sebelum shalat Subuh dan menangkapi siapa
saja yang ada di dalamnya. Mereka melakukan pengkapan besar-besaran ke semua
anggota Jamaah Islamiyah di wilayah-wilayah ‘Ain Syam, Mathariyah, Al-Alef,
Maskan, dan Maskan Ain Syams. Lebih dari 180 orang tertangkap.
Setelah
itu koran-koran milik pemerintah memuat pernyataan dari Kementerian Dalam
Negeri yang memutar balikkan fakta-fakta, berisi pengakuan bahwa ‘Ain Syams
memang diserang dan puluhan anggota Jamaah Islamiyah telah ditangkap.
Pernyataan itu mengklaim telah mengamankan sejumlah selebaran dan senjata yang
ditemukan di tempat-tempat sebagian mereka yang ditangkap dan bahwasanya aparat
kepolisian telah menutup Masjid Adam serta masih terus menyisir wilayah itu
untuk mencari anggota Jamaah Islamiyah yang hendak ditangkap.
Anehnya
pernyataan itu tak menyinggung sama sekali penangkapan terhadap kaum wanita,
yaitu isteri-isteri dan ibu-ibu dari mereka yang melarikan diri serta anak-anak
mereka, sebagai tebusan untuk memaksa mereka menyerahkan diri. Juga tidak
menyebutkan penyiksaan buas yang mereka lakukan di rumah-rumah keluarga mereka.
Dalam
perkembangan yang begitu cepat, seorang pedagang di pasar ‘Ain Syams menikam
salah seorang jenderal besar polisi bernama Isham Syams, wakil unit intelejen
untuk Kairo Timur. Sang jenderal tewas akibat luka yang ia derita.
Pedagang
itu kemudian kabur, di mana berdasarkan investigasi dari tim kejaksaan ternyata
namanya adalah Syarif Muhammad Ahmad.
Ia
mengalami pemukulan yang meninggalkan bekas luka hingga berkali-kali setelah
ditangkap oleh tangan komandan-komandan intelejen seperti yang telah kami
ceritakan sebelumnya pada peristiwa bulan Agustus. Ia kembali menerima
penyiksaan hebat di resort Ain Syams. Akhir daripada peristiwa ini menggambarkan
sebuah drama buruk yang dimainkan oleh aparat kepolisian, melalui tindakan
penyidik, hakim dan para algojo, dalam waktu yang bersamaan. Syarif Muhammad Ahmad
pun tewas bersama dua rekannya yaitu Khalid Ismail dan Asyraf Darwisy, akibat
tertembus tembakan timah panas. Setelah itu, dalam pernyataan yang ia
keluarkan, menteri dalam negeri mengklaim bahwa ketiga korban tewas itu akibat perlawanan
(saat akan ditangkap) selama tiga jam di salah satu jalanan Syibra. Padahal
tidak ada satupun komandan atau pasukan yang terluka oleh sebutir peluru pun!!
Dalam
pernyataan juga disebutkan bahwa telah ditemukan beberapa pucuk senjata di
samping mayat ketiga korban, salah seorang petinggi Jamaah Islamiyah untuk
wilayah itu juga ikut terbunuh, namanya Jabir Muhammad Ahmad. Polisi mengklaim
–seperti biasa—bahwa dia melawan aparat dan berusaha membunuh salah seorang
komandan polisi hingga pasukan polisi “terpaksa” menembakkan peluru ke arahnya.
Dan
segera setelah insiden itu terjadi, larangan keluar rumah diberlakukan di
jalan-jalan daerah itu. Aksi penangkapan besar-besaran dilakukan kepada siapa
saja yang dicurigai terkait dengan peristiwa itu. Salah satu pemicu insiden
pembunuhan jenderal tadi adalah penyiksaan membabi buta yang dia lakukan terhadap
mereka yang ditangkapi di polisi resort Ain Syams.
Kemudian
terjadi aksi-aksi demontrasi anak-anak akibat kebrutalan polisi. Anak-anak di
sekolah Al-Huriyyah Al-I‘dadiyah bertekad mengungkapkan kemarahan mereka terhadap
kebrutalan polisi pasca terbunuhnya jenderal Isham Syams. Maka mereka mengatur
sebuah aksi demo yang cukup ramai di dalam bangunan sekolahan. Menanggapi aksi
tersebut, polisi menyerbu sekolahan dan menembakkan gas air mata ke dalam
kompleknya, mereka menyerang murid-murid tanpa ampun dengan memukuli mereka
menggunakan pentungan, tongkat keras dan tongkat berlistrik, mereka juga
menangkap 21 anak kecil dan puluhan anak mengalami luka serius.
Kemudian
keluar perintah memberhentikan jam sore di semua sekolahan di daerah tersebut,
lalu dibentuk unit kesatuan dari dinas intelejen negara yang bertugas memantau
semua sekolah dan melarang anak kecil berdemonstrasi mengecam kebrutalan
polisi.
Zaki
Badar –Menteri Dalam Negeri—juga memerintahkan penangkapan terhadap 30 ibu-ibu
dan wanita-wanita muda dari kalangan para ibu, isteri dan saudari-saudari
kandung para tokoh Jamaah Islamiyah yang melarikan diri. Setelah mereka disiksa
sedemikian sadis di resort Ain Syams, mereka kemudian dipindah ke Kantor
Intelejen Keamanan Negara di Ladzoghliy. Di sini mereka ditelanjangi, ditampar,
ditendang dan dicaci dengan berbagai cacian buruk dan hina. Para
jenderal juga mengancam akan menyuruh pasukan keamanan pusat untuk memperkosa
mereka dan mengeluarkan berita bohong tentang kehormatan mereka jika mereka
tidak mau menunjukkan di mana tempat keluarga mereka bersembunyi.
Begitulah
berbagai tragedi Ain Syams menjadi sebuah permusuhan terang-terangan terhadap
Jamaah Islamiyah, bahkan terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Tujuannya
jelas; menghancurkan kegiatan dakwah damai yang dilaksanakan oleh Jamaah
Islamiyah di wilayah tersebut setelah jamaah ini berhasil mendapat dukungan
masyarakat karena program sosial dan pembangunan moral yang dikerahkan oleh
anggota-anggotanya. Tetapi pemerintahan yang menganut politik menghabisi anggota
organisasi-organisasi Islam dan mencegah program yang mereka jalankan, tak akan
tinggal diam melihat hal itu. Inilah siasat politik yang oleh Zakki Badar –Menteri
Dalam Negeri—disebut-sebut sebagai politik: “Memukul ulu hati, memukul
kelompok-kelompok religius.”
Jika
membunuh harus dibalas bunuh, lalu bagaimana pendapat Anda jika orang yang
membunuh itu menyerang Islam, membela kepentingan-kepentingan Amerika dan
menyerah kepada Israel, sedangkan yang dibunuh adalah orang yang menuntut
diberlakukannya hukum Islam dan berusaha membebaskan Mesir dari kendali Amerika
serta membebaskan Al-Quds dari penjajahan Israel? Di sinilah permusuhan itu
berubah menjadi permusuhan antara orang-orang angkuh dan memerangi Islam vs orang-orang
lemah yang membelanya.
Ketiga
Jamaah
Islamiyah akhirnya memutuskan untuk melaksanakan aksi balasan. Balasan itu
adalah melancarkan ambush terhadap rombongan Zakki Badar dengan
menggunakan mobil bermuatan bom pada tanggal 26 Desember 1989. Sayangnya ambush
ini gagal karena ada kekeliruan pada bahan peledak yang dipasang di dalam
mobil. Pengemudinya sendiri tertangkap.
Kasus
ini sendiri bisa dijaga (tidak terlalu membesar) karena Zakki Badr ketika itu
menjadi sosok yang banyak dibenci lantaran dia menyerang semua tokoh politik
dan para menteri yang lain. Bahkan permusuhannya juga melebar hingga ke Husni
Mubarak. Zakki pun akhirnya dicopot dari kementerian dan kasus penyerangan itu hanya
ia simpan sendiri.
Keempat
Tak
lama setelah itu, Departemen Dalam Negeri melakukan pembunuhan secara
terang-terangan di siang hari di jalan raya terhadap DR. Alla’ Muhyiddin Rahimahullah.
Beliau adalah salah seorang tokoh Jamaah Islamiyah yang menyerukan untuk
berdialog dengan pemerintah, ia menyampaikannya di berbagai kesempatan dengan
mengusung slogan : “Mari kita berdialog secara terbuka dan berimbang.” Dan cara
seperti ini terbukti gagal total dalam menghadapi para penguasa kita (dulu
boneka Rusia dan sekarang boneka Amerika).
Pembunuhan
terhadap Alla’ Muhyiddin Rahimahullah ini mengandung pesan yang sangat jelas
kepada Jamaah Islamiyah bahwa seruan melakukan dialog balasannya adalah pembunuhan,
dan bahwa pemerintah tidak terima dengan keberadaan organisasi-organisasi jihad.
Dan rupanya pemerintah benar-benar berfikir rasional, sebab
organisasi-organisasi jihad memang penentang paling berbahaya dihadapi. Sebab
organisasi seperti inilah yang paling mampu menggalang para pemuda Muslim dan
menyebar di kalangan mereka, organisasi seperti ini juga paling membahayakan hubungan
bilateral Mesir dengan Israel, dan Israel tidak akan pernah nyaman berada di
atas tanah Mesir selagi masih ada ancaman-ancaman dari jamaah-jamaah Islam.
Kelima
Jamaah
Islamiyah melalukan pembalasan terhadap terbunuhnya Alla’ Muhyiddin Rahimahullah
dengan memasang ranjau bagi menteri Dalam Negeri, Abdul Halim Musa. Namun Allah
berkehendak yang lewat adalah rombongan Raf‘at Mahjub –ketua Majelis Rakyat—,
maka Raf‘at terkena bom tersebut dan tewas.
Begitulah,
Jamaah Islamiyah yang semula menjalankan program dakwah jangka panjang kini
berubah menjadi program perlawanan terhadap penguasa yang secara zhalim
memeranginya.
Keenam
Di
awal tahun 90-an terjadi perkembangan lain yang cukup penting, yaitu
penangkapan terhadap rekan-rekan kami di Jamaah Jihad dan 800 orang di
antaranya diajukan ke pengadilan militer. Inilah yang dikenal dengan peristiwa Thala’i‘ul
Fath. Pengadilan menjatuhkan vonis mati kepada empat orang di antaranya.
Koran-koran
pemerintah dengan gembira dan bangga memuat penangkapan terhadap 800 anggota
Jamaah Jihad tanpa harus menembakkan satu peluru pun. Kami pun memutuskan untuk
terjun ke dalam perang perlawanan terhadap pemerintah setelah sebelumnya
program kami adalah menyebar diri dan menyiapkan anasir-anasir dalam
rangka menghadapi perang menuju perubahan.
Ketujuh
Balasan
kami adalah menyerang rombongan Menteri Dalam Negeri Hasan Laffhi menggunakan
sepeda motor yang dipasangi bom. Sang menteri selamat dari maut, ia hanya
mengalami patah ringan di tangannya, ia selamat dari maut karena terhalang oleh
setumpuk arsip yang ia letakkan di bagian samping tubuhnya yang kemudian serpihan-serpihan
bom banyak bersarang di dalamnya.
Aksi
ini diikuti oleh serangan dari rekan-rekan Jamaah Islamiyah terhadap Menteri
Penerangan Shafwat Syarif tapi dia selamat dari serangan tersebut. Di waktu
yang bersamaan Jamaah Islamiyah menyerang komandan wilayah militer pusat,
karena ia dinilai sebagai kunci yang menentukan vonis-vonis hukuman di
pengadilan militer. Serangan ini tidak berhasil, sebab mobil yang ia kendarai berpelindung.
Rekan-rekan
kami di Jamaah Jihad juga menyerang rombongan Perdana Menteri Athif Shidqi dengan
sebuah bom mobil, namun perdana menteri selamat dari serangan tersebut karena
mobil yang ia tumpangi keluar dari area radius ledakan beberapa detik, mobilnya
hanya terkena serpihan-serpihan bom.
Serangan
ini mengakibatkan seorang anak perempuan terbunuh, namanya Syaima’. Ia adalah
seorang murid di sekolah yang berdekatan dengan lokasi ledakan, kebetulan ia
berdiri tak jauh dari TKP.
Pemerintah
tak menyia-nyiakan momen terbunuhnya Syaima’ –semoga Allah merahmatinya—ini,
mereka mengopinikan bahwa peristiwa kali ini adalah serangan dari Jamaah Jihad
Mesir terhadap anak perempuan kecil bernama Syaima’, dan bukan terhadap perdana
Menteri Athif Shidqi.
Koran-koran
memuat foto kedua orang tua Syaima’ yang menangisi puterinya dan foto-foto
Syaima ketika masih balita.
Pemerintah
berusaha memancing emosi rakyat terhadap cara-cara seperti ini dalam rangka
menjauhkan pandangan manusia dari isu utama dalam pertempuran antara Mujahidin
melawan pemerintah, yaitu isu pembelaan terhadap Islam yang diserang, isu
negara Muslim yang dibuka lebar-lebar untuk tentara-tentara kafir, duta-duta
besar dan agen-agen intelejen mereka, isu syari’at yang dicabut dari
kedudukannya lalu diganti dengan undang-undangan positif dan hukum sekuler
dengan kekuatan, kekejaman dan manipulasi.
Rekan-rekan
kami yang melaksanakan serangan tersebut ketika melakukan survei melihat bahwa
sekolahan itu baru sedang direnovasi, sehingga mereka mengira sekolahan itu
tidak ada muridnya. Namun ternyata di kemudian hari terlihat bahwa yang
dibangun hanya bagian yang direnovasi, sedangkan bagian yang lain masih tetap
dipakai.
Kami
sungguh sangat menyesal dan bersedih dengan terbunuhnya anak perempuan kecil
tak berdosa ini tanpa kami sengaja. Namun apa lagi yang bisa kami lakukan, kami
baru berjihad melawan pemerintah yang memerangi syari’at Allah dan yang
memberikan loyalitasnya kepada musuh-musuh-Nya.
Dan
sebelumnya kami sudah berkali-kali mengingatkan anggota-anggota masyarakat –khususnya
setelah penyerangan terhadap Menteri Dalam Negeri Hasan Laffhi— agar mereka
menjauh dari tempat-tempat para tokoh penguasa, dan dari rumah-rumah dan
tempat-tempat mereka beraktifitas.
Tokoh-tokoh
pemerintah itu tidak mengambil posisi tersendiri di rumah-rumah, atau
kantor-kantor atau rombongan-rombongan yang jauh dari orang banyak, tetapi
mereka berbaur dan bahkan menjadikan keramaian orang sebagai tameng, maka kami
tak punya pilihan selain tetap menyerang mereka dengan terus mengingatkan
masyarakat secara umum.
Saudara
kami, Sayyid Shalah meringkaskan sikap ini dalam ucapannya ketika ia ditanya
oleh penyidik kejaksaan terkait dengan terbunuhnya Syaima’, bahwa dirinya
sangat bersedih dengan terbunuhnya anak kecil ini, namun demikian tidak
kemudian jihad harus dihentikan.
Dan
apa yang kami sebutkan ini adalah pendapat mayoritas fuqaha empat madzhab.
Intinya bahwa menyerang kumpulan orang-orang kafir –meskipun mereka berbaur
dengan orang-orang Muslim atau dengan orang-orang kafir yang haram dibunuh—boleh-boleh
saja asalkan demi keperluan jihad atau daruratnya jihad dan dilakukan tanpa
menyengaja menyerang orang-orang Muslim atau orang-orang kafir yang tidak boleh
dibunuh. Masalah ini sudah saya jabarkan secara detail dalam risalah berjudul: Syifa’
Shuduril Mukminin.
Dan
terkait dengan konsekwensi-konsekwensi terkenanya kaum Muslimin –tanpa
sengaja—dalam serangan ini, kami memilih pendapat Imam Syafi‘i Rahimahullah
yaitu membayar diyat kepada wali-wali korban, dalam rangka mengambil pendapat
yang lebih hati-hati dalam masalah ini.
Oleh
karena itu, kami menganggap terbunuhnya kaum Muslimin yang terjadi karena
takdir –bukan disengaja—dalam amaliyah-amaliyah seperti ini maka kita punya
kewajiban yang harus kita tunaikan kepada wali-wali korban berupa membayar
diyat.
Masalah
ini jangan dilihat dari sudut pandang sempit, yaitu jatuhnya korban dari kaum
Muslimin –tanpa sengaja—dalam operasi-operasi jihad melawan penguasa. Namun harus
dilihat juga situasi-situasi yang meliputi perlawanan umat Islam dengan seluruh
kelompoknya –terutama kelompok yang berjihad—terhadap penguasa yang menguasai mereka
dan memerangi Islam.
Sesungguhnya
Mujahidin di Mesir tidak berangkat kecuali dalam rangka membela agama mereka,
membela rakyat mereka, membela bapak-bapak, saudara-saudara, ibu-ibu dan
saudari-saudari mereka.
Jika
kita ingin meletakkan masalah Syaima’ dalam timbangan yang benar maka di
timbangan yang lain kita juga harus meletakkan puteri-puteri kita dan
isteri-isteri kita yang menjadi yatim dan janda tanpa dosa apapun, bahkan
penyebabnya adalah karena bapak-bapak dan suami-suami mereka melaksanakan kewajiban
termulia: kewajiban jihad fi sabilillah.
Sungguh,
pemerintah pernah menggiringku bersama 285 orang lainnya ke pengadilan, dan di sana jaksa menuntut agar
kami semua dihukum mati. Dengan kata lain, jaksa ingin puteri saya yang masih
berusia dua tahun (juga anak perempuan rekan-rekan saya) menjadi anak-anak
yatim. Sekarang siapa yang menangisi anak-anak perempuan kami dan memperhatikan
mereka?
Al-Akh
Sayyid Qarni, rumahnya diserbu oleh polisi. Dan tatkala anak perempuannya lari
ketakutan menghindari desingan-desingan peluru, seorang polisi menembaknya hingga
tersungkur tewas seketika. Siapa yang hendak menangisi puteri Sayyid Qarni ini?
Puluhan
ribu dari isteri-isteri, saudari-saudari dan ibu-ibu kita sekarang berdiri di
pintu-pintu penjara, berharap ada anak-anak atau saudara-saudara mereka atau
suami-suami mereka yang datang membesuk. Siapakah yang mau memperhatikan
penderitaan mereka?
Lengan
dari seorang wanita bernama Sana’ Abdur Rahman patah akibat dipukul polisi
–secara brutal—, dia dipukul bersama anak perempuannya bernama Khadijah yang
usianya baru tiga tahun di depan penjara Istiqbal Thurrah, sebab waktu itu
ibu-ibu yang menunggu-nunggu anaknya menangis manakala salah seorang tahanan
keluar menuju pengadilan sambil berujar: “Para tahanan akan mati, lakukanlah
apa saja, pergilah ke perwakilan umum!”.
Koran
Asy-Sya‘ab mempublikasikan foto Sana ’
dan lengannya yang terbalut, dan di sampingnya ada anak perempuan dia yang
bernama Khadijah. Organisasi Amnesti Internasional sampai mengeluarkan laporan penting
pada bulan Maret 1998, judulnya : “Mesir...Sana ’ salah satu korban akibat hubungan
keluarga.”
Laporan
ini mengungkap kejahatan aparat kepolisian dan keamanan terhadap puluhan wanita
dan dijadikannya mereka sebagai sandera, mereka disiksa karena memiliki hubungan
kerabat dengan anggota-anggota jamaah-jamaah Islam. Lalu siapakah yang mau
bergerak untuk menghentikan kejahatan yang dialami wanita-wanita yang disiksa
itu?
Kemudian
izinkan kami memperluas pembahasan dari sisi lain untuk semakin memperjelas:
Apa yang diinginkan pemerintahan rusak itu terhadap anak perempuan kita, entah
itu Syaima’ atau yang lain? Siapakah yang melarang jilbab di sekolah-sekolah
dan melarang cadar di universitas-universitas dalam rangka memerangi adab-adab
Islam dan memaksa puteri-puteri kita mengenakan busana dan dandanan Barat?
Siapa
yang menyebar luaskan kebobrokan dan pornografi di media informasi yang rusak
yang dikendalikan oleh Menteri Shafwat Syarif, sebagai penanggung jawab tim
pengontrol Aparat Intelejen Pusat? Tim yang bertanggung jawab terhadap
terpancingnya musuh-musuhnya dalam kasus-kasus memalukan, lalu berubah menjadi
aksi pemuasan nafsu-nafsu pribadi, dan dengan sebab itu pula Shafwat Syarif
diajukan ke pengadilan dalam kasus kerusakan aparat intelejent.
Jika
Shafwat Syarif di era Abdul Nashir menguasai semua perangkat pembentukan opini
dan tutup mata bersama lelaki-lelaki rusak dan wanita-wanita rusak, maka Husni
Mubarak memberinya kekuasaan penuh terhadap semua media informasi, Husni juga
memberinya dana yang bisa dia gunakan untuk mempekerjakan laki-laki rusak dan
wanita-wanita rusak di Mesir.
Siapa
yang memberi tempat kepada Israel
di negeri kita? Siapakah yang menjaga hubungan bilateral dengan polisi dan
aparat keamanannya dalam rangka menyerang agama kita, akhlak kita dan generasi
kita?
Bahkan
siapakah yang melindungi negara pezina, penjudi dan rusak di Mesir dengan
alasan menarik wisatawan? Negara menakutkan yang menggunakan anak-anak
perempuan miskin dalam melakukan perbuatan-perbuatan cabul, memanfaatkan
kemiskinan mereka di bawah penjagaan polisi. Mungkinkan pemerintahan seperti
ini bisa dipercaya menjaga anak-anak perempuannya seperti Syaima’ dan generasi Syaima’?
Sesungguhnya
fakta-fakta yang ada mengarah kepada kita, mengejar dan mengepung kita serta
menegakkan hujjahnya kepada kita. Dan sesungguhnya agama kita, harga diri dan
kehormatan kita menuntut kita –demi Syaima’ dan setiap anak seperti dia—untuk memberantas
kerusakan ini.
Kedelapan
Rekan-rekan
kami di Jamaah Jihad menyiapkan penyergapan terhadap rombongan Husni Mubarak di
jalan Shalah Salim. Akan tetapi dia tidak melewati jalan ini ketika hendak
berangkat menuju Shalat Ied.
Kesembilan
Disusul
dengan percobaan pembunuhan terhadap Husni Mubarak di bandara Sayyidi Barani,
dilakukan oleh ikhwan-ikhwan dari Jamaah Islamiyah, namun tidak berhasil karena
terbongkar dulu sebelum dilaksanakan.
Kesepuluh
Amaliyah
paling penting yang dilakukan Jamaah Islamiyah adalah pembunuhan terhadap Mayjend
Rauf Khairat pada tanggal 9 April 1994. Rauf Khairat termasuk jenderal paling
berbahaya di tubuh Satuan Intelejen Negara yang memerangi Islam. Ia menempuh
proteksi-proteksi pengamanan berlapis yang sangat ketat, di antaranya ganti
rumah setiap bulan, tidak menempatkan seorang pengawal pun di rumahnya,
menyopir mobil sendiri, semua ini dalam rangka usaha dia untuk tampil seperti
orang biasa yang tidak punya hubungan dengan aparat. Meskipun demikian ikhwah
di Jamaah Islamiyah masih bisa menemukan dia, begitu ia keluar dari rumahnya
dan mulai mengendarai mobilnya, salah seorang ikhwah Mujahidin mendekatinya dan
melemparkan sebuah geranat tangan ke dalam mobil yang ia kendarai, dan dia pun
tewas seketika.
Kesebelas
Jamaah
Islamiyah semakin meningkatkan serangan. Mereka menyerang rombongan Husni Mubarak
di Adis Ababa pada musim panas tahun 1995. Namun serangan kali ini tidak berhasil
dan Husni Mubarak selamat, sebab salah satu dari dua mobil yang diduetkan untuk
menyerang mengalami kerusakan.
Keduabelas
Ikhwan-ikhwan
kami di Jamaah Jihad melancarkan dua operasi dalam waktu yang hampir bersamaan,
satu di luar negeri yaitu meledakkan kedubes Mesir di Islamabad pada musim semi
tahun 1995 –ini sudah kami ceritakan sebelumnya—dan satu lagi di dalam negeri
yaitu menyerang turis-turis dari Israel yang kemudian dikenal dengan insiden Khan
Al-Khalili.
Keduabelas
Di
bulan Juli 1997, dari dalam penjara Jamaah Islamiyah mengeluarkan perintah
untuk menghentikan kekerasan secara sepihak. Namun setelah dikeluarkannya
perintah tersebut, satu tim dari Jamaah Islamiyah kembali melancarkan operasi
Al-Aqshar yang menyerang turis-turis dari Barat.
Semua
yang kami kisahkan di atas adalah pemaparan singkat mengenai peristiwa-peristiwa
operasi jihad paling penting melawan pemerintah Mesir –sejak tahun 1988 hingga
1997—, kami sengaja melewati banyak sekali rincian-rinciannya.
Kemudian
yang kedua, berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari
amaliyah-amaliyah jihad melawan Pemerintah Mesir :
1.
Kekejaman
yang dilakukan pemerintah Mesir sejak pembunuhan Anwar Sadat bertujuan mematahkan
semangat gerakan Islam dan tunas-tunasnya yang kokoh yang terwujud dalam
gerakan-gerakan jihad. Siasat seperti ini mendapat point penting dan terus
meningkat sejak Zakki Badr menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, di mana ia
mulai membangga-banggakan diri secara terang-terangan bahwa solusi untuk
menangani gerakan-gerakan Islam hanya dengan melancarkan pukulan ke jantung hatinya.
Tujuan
dari penyerbuan brutal itu jelas, yaitu menanamkan keputusasaan di hati para
pemuda Islam dan mengesankan kepada mereka bahwa perlawanan berbentuk apapun
tidak akan berguna, tidak akan menghasilkan apa-apa bagi pelaku-pelakunya
selain musibah-musibah dan bencana-bencana, dan bahwa jalan satu-satunya hanyalah
menyerah kepada politik pemerintah yang menyerukan untuk tunduk kepada Amerika
dan Israel.
Diam
dan tidak membalas aksi brutal ini, hasil yang bisa dipastikan adalah hilangnya
rasa percaya diri dari gerakan Islam, mundurnya ia ke belakang, terisolir,
pasif dan kembali ke era ketakutan rezim Abdul Nashir. Memicu keputusasaan dari
semua aksi perlawanan seperti ini merupakan batu perluasan bagi yahudi di
Kawasan. Sebab, Amerika dan Yahudi yang ada di baliknya faham betul bahwa Umat
Islam di jantung wilayah dunia Islam tidak akan pernah menerima eksistensi Israel dan hegemoni
Amerika, apapun alasannya. Dan selanjutnya mereka juga faham bahwa menghentikan
perlawan terhadap mereka tidak akan berhasil selain dengan menanamkan rasa
putus asa di hati kaum Muslimin.
Dan
keputusasaan ini tidak mungkin membuahkan hasil kecuali melalui tindakan kejam,
penindasan, penyiksaan dan pembunuhan yang diharapkan menjadi pelajaran bagi
yang lain, juga dengan menjadikan siapa saja yang berusaha melawan kebijakan
pemerintah sebagai seikat jerami yang terbelenggu sehingga setiap orang yang melihatnya
ketakutan dan merasa putus asa.
2.
Di saat
yang sama, melawan tindakan brutal ini cukup untuk merusak semua rencana mereka
dan menjungkir balikkan meja hidangan pemerintah. Sesungguhnya membalas
tindakan kejam ini dengan operasi-operasi jihad tidak hanya menjaga pemuda
Muslim dari keputusasaan, tapi juga menumbuhkan di hati mereka harapan dan
percaya diri setelah percaya kepada Allah Ta‘ala.
Bukan
itu saja, bahwa juga akan membongkar lemahnya kekuatan penguasa di hadapan
serangan-serangan Mujahidin dan memotivasi para pemuda Islam untuk meningkatkan
serangannya kepada pemerintah. Para pemuda
akan mengerti bahwa ternyata menyerang pemerintah dan para tokohnya bukan
perkara sulit.
Buah
dari perlawanan jihad tidak berhenti sekedar menumbuhkan harapan di dalam diri
para pemuda Muslim, lebih dari itu juga akan mengarahkan senjata yang sama
kepada para pengikut pemerintah, artinya mereka akan merasakan perang
psikologis, moral mereka akan hancur ketika mereka melihat kawan-kawan mereka
berjatuhan di sekeliling mereka.
3.
Meningkatkan
operasi jihad yang menyerang target-target Amerika dan Yahudi juga akan
membangkitkan semangat perlawanan di tengah masyarakat yang menganggap Yahudi
dan Amerika sebagai simbol buruk dari keangkuhan dan tirani.
4.
Dengan
kaum Muslimin memberi reaksi balasan terhadap pemerintah Amerika dan Yahudi,
akan membuat segitiga penguasa yang menguasai negeri kita ini mengerti bahwa
kekejaman apapun yang dilancarkan terhadap kaum Muslimin tidak akan lewat
begitu saja tanpa ada harganya, tanpa ada qishash dan tanpa ada
kerugian-kerugian, dan bahwasanya era Abdul Nashir yang penuh ketakutan sudah
selesai –dengan kekuatan dan takdir Allah—dan takkan pernah kembali, dan
perluasan tanah Yahudi serta hegemoni Amerika akan ditebus harganya pada hari
ini –oleh bangsa Muslim—dan harga itu sangatlah mahal.
5.
Benar
bahwa bisa saja pemerintah –apalagi jika bersekutu dengan Amerika dan
Barat—melemahkan gerakan perlawanan Islam kepadanya sesekali waktu, tetapi
program secara umum dan gerakan sejarah yang berlaku adalah program perlawanan
dan gerakan jihad. Sesungguhnya hari ini umat Islam sedang melalukan
perlawanan, baik di Mesir, Palestina, Cechnya ,
Afghanistan dan
lain-lain.
Perlawanan
sudah menjadi realita nyata dan tak bisa dipungkiri. Pertempuran sudah dimulai
dan eskalasinya terus meningkat, dan tidak akan pernah berhenti sampai dibebaskannya
Al-Quds, Mekkah, Madinah, Kairo, dan Grozni, insya Allah.
6.
Atas
dasar semua ini, maka harus ada perlawanan. Bahkan tak hanya itu, perlawanan harus
terus dilanjutkan. Setiap pengamat akan bisa menyimpulkan betapa besar
bencana-bencana yang akan terjadi sekiranya Anwar Sadat tidak dibunuh dan
perlawanan terhadap pemerintah Mesir tidak dilanjutkan hingga hari ini.
7.
Dengan
mengamati situasi politik di Mesir, akan terlihat bahwa Mesir diperebutkan oleh
dua kekuatan: Kekuatan resmi yang terwujud berupa presiden negara dan kekuatan
angkatan bersenjatanya, kepolisiannya, petugas-petugas penyiksa dan aparat
keamanannya, dan kekuatan rakyat yang akarnya kuat; yaitu gerakan Islam secara
umum dan benih-benih jihadnya yang kokoh secara khusus.
Kekuatan
pertama didukung oleh Amerika, Barat, Israel dan mayoritas penguasa Arab.
Sedangkan kekuatan kedua hanya bersandar kepada Allah saja, setelah itu
mengandalkan penyebarannya di kalangan masyarakat yang luas dan kerjasamanya
dengan gerakan-gerakan jihad dalam tubuh Umat Islam secara keseluruhan, mulai
dari Cechnya di utara hingga Somalia di selatan, dan dari Turkistan Timur di
timur hingga Maghrib di barat.
Mengenai
sebab konfrontasi antara dua kekuatan di atas maka sangat jelas sekali, yaitu
karena kekuatan pertama bersikeras untuk:
a.
Melenyapkan
Islam dari hukum (kekuasaan) dan menjauhkannya dari seluruh sektor kehidupan
dengan kekuatan, kekerasan, pemilu-pemilu yang dimanipulasi dan pemberitaan
yang rusak.
b.
Membiarkan
negeri-negeri Islam diduduki musuh-musuh Islam –Amerika dan Yahudi—melalui
perjanjian-perjanjian damai, pelarangan senjata-senjata pemusnah masal secara
sepihak (bagi kita saja), melucuti persenjataan di gurun Sinai, penjajahan
Amerika secara langsung terhadap negeri kita, dan kebijakan-kebijakan militer
gabungan.
Sungguh
ini adalah pertempuran ideologi dan perang eksistensi, perang yang tak mengenal
gencatan senjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar