Kamis, 29 Desember 2011

Amaliyah-Amaliyah di Mesir


أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ }الحج ، {الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Rabb kami hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj : 39-40)

فإما تعرضوا عنا اعتمرنا وكان الفتح وانكشف الغطاء
وإلا فاصبروا لجلاد يوم يعز الله فيه من يشاء
)حسان بن ثابت رضى الله عنه(
Jika kalian berpaling dari kami, kami akan akan berumrah
Lalu terjadi kemenangan dan tirai akan tersingkap
Jika tidak, maka bersabarlah untuk menghadapi kerasnya hari
Di mana Allah memenangkan siapa yang Dia Kehendaki
(Hasan bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu)

Mungkin kurang tepat kami menceritakan di sini secara terperinci mengenai amaliyah-amaliyah jihad melawan pemerintahan di Mesir, oleh karena itu kami akan berusaha memaparkan penjabaran global disertai dengan peristiwa-peristiwa yang paling penting dan makna-makna yang terkandung di dalamnya dalam kaitannya dengan perlawanan lama terhadap pemerintah Mesir.

Pertama-tama akan kami paparkan amaliyah-amaliyah paling penting, setelah itu makna-makna yang bisa diambil dari amaliyah-amaliyah tersebut. Berikut ini adalah amaliyah-amaliyah penting tersebut :

Pertama
Bisa kita awali rekaman amaliyah-amaliyah yang ada di Mesir dengan mengingat peristiwa penyerangan pemerintah tirani Mesir terhadap wilayah ‘Ain Syams, Kairo. Ketika aparat kepolisian menyerbu Masjid Adam setelah shalat Maghrib, pada hari Jumat 12 Agustus tahun 1988, tempat di mana Jamaah Islamiyah menggelar kajian mingguannya.

Perlu diketahui bahwa Masjid Adam sudah pernah diserang beberapa kali oleh aparat kepolisian, dan menyerang masjid sudah menjadi hal biasa bagi polisi, mereka menyerang masjid tanpa melepas sepatu, mereka menghancurkan semua yang ada di dalamnya, merobek-robek kitab, menembakkan gas air mata dan rentetan peluru ke dalamnya tanpa memilah-milah.

Semua kezhaliman ini merupakan luka yang masih basah di hati kaum Muslimin, ketika mereka menyaksikan masjid mereka yang suci dilanggar kehormatannya di bawah sepatu-sepatu kasar polisi. Kezhaliman ini juga menjadi pemicu kemarahan baru di hati kaum Muslimin dan menjadi contoh dari kebijaksanaan pemerintah dalam menyikapi gerakan perlawanan Islam, sekaligus menjadi contoh dari kemunafikan pemerintahan Amerika yang menampakkan diri seolah-olah menghormati syiar-syiar Umat Islam, tapi kenyataannya di saat yang sama mereka menutup mata dari kelakuan pemerintah Mesir, mengamini, mendukung dan membantu semua yang mereka lakukan dalam memusuhi kaum Muslimin.

Sesungguhnya kezaliman yang terus berulang hingga hari ini tidak mungkin lewat begitu saja tanpa adanya hukuman balasan, dengan izin Allah. Kejahatan-kejahatan ini tanggung jawabnya dipikul oleh menteri Dalam Negeri dan Husni Mubarak dan pemerintahan Amerika yang mana kejahatan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa restu dari mereka, sesuai dengan pemantauan mata dan telinga mereka, dan demi menjalankan kebijakan politik mereka untuk membungkam gerakan Islam yang melawan perluasan wilayah Israel di Kawasan Timur Tengah.

Penyerangan itu dimulai dengan menghancurkan jendela-jendela masjid, setelah itu melempar bom berisi gas air mata dan bom Molotov ke dalamnya untuk memaksa keluar penghuninya. Ketika orang-orang yang berada di shaf terakhir mulai keluar, aparat kepolisian pun menyerbu masjid dan menembakkan peluru tanpa pilih-pilih.

Kejahatan ini cukup menjadi provokasi bagi penduduk sekitar yang secara otomatis berfihak kepada anggota-anggota Jamaah Islamiyah untuk melawan kejahatan polisi. Dengan demikian, area chaos meluas hingga ke seluruh daerah tersebut.

Fihak menteri Dalam Negeri semakin menggila, mereka malah mengeluarkan perintah-perintah untuk menembakkan peluru, tak pelak korban pun berjatuhan, sejak dari anak-anak, wanita, orang tua dan anak muda. Jalan-jalan dan rumah-rumah penuh oleh korban luka dan tewas yang tenggelam dalam darah-darah mereka. Truk-truk polisi penuh sesak oleh ratusan orang yang ditangkap.

Wajar saja jika kemudian penduduk setempat marah atas kezhaliman yang semena-mena ini, maka kaum wanita dan anak-anak melempar batu ke arah polisi dari loteng-loteng dan jendela-jendela rumah mereka. Ada dua jenderal dan empat polisi yang terluka, jenderal Muhammad Zakariya akhirnya tewas akibat luka di kepalanya karena batu yang dilempar oleh seorang ibu yang marah dari atas rumahnya sebab ia melihat sendiri bagaimana anaknya satu-satunya terkapar di atas tanah menggelepar kesakitan di tengah genangan darah karena terluka oleh tindakan salah seorang jenderal. Penduduk setempat juga membakar dua mobil polisi sebagai aksi balasan atas pembantaian keji yang dilakukan polisi terhadap masyarakat.

Hal ini tentu saja membuat aparat keamanan memberlakukan larangan keluar di seluruh jalan yang ada di daerah itu. Menteri dalam negeri mengirim pasukan tambahan dalam jumlah besar dari berbagai satuannya untuk “memberi pelajaran” kepada daerah tersebut.

Dalam kurun waktu sepekan saja, aparat telah menimpakan berbagai macam kekejaman, kemurkaan dan penyiksaan kepada penduduk daerah tersebut. Mereka yang ditangkap juga menghadapi penyiksaan yang buas di dalam ruang pemeriksaan polisi dan di berbagai penjara tempat mereka disebar.

Kedua
Serangan kedua terhadap daerah ‘Ain Syams terjadi pada hari Rabu 1988, ketika menteri dalam negeri, Zaki Badar, memanfaatkan masuknya laporan akan adanya niat dari Jamaah Islamiyah menggerakkan aksi jalan damai menuju istana negara di Kubbah untuk mengungkapkan dukungannya terhadap Intifadhah Palestina di tanah Palestina yang terjajah.

Namun dengan keangkuhannya pemerintah Mesir tidak mengizinkan Jamaah Islamiyah menampakkan eksistensinya di jalan-jalan dalam rangka menggelar demonstrasi, apapun alasannya.

Akhirnya polisi kembali menyerbu Masjid Adam sebelum shalat Subuh dan menangkapi siapa saja yang ada di dalamnya. Mereka melakukan pengkapan besar-besaran ke semua anggota Jamaah Islamiyah di wilayah-wilayah ‘Ain Syam, Mathariyah, Al-Alef, Maskan, dan Maskan Ain Syams. Lebih dari 180 orang tertangkap.

Setelah itu koran-koran milik pemerintah memuat pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri yang memutar balikkan fakta-fakta, berisi pengakuan bahwa ‘Ain Syams memang diserang dan puluhan anggota Jamaah Islamiyah telah ditangkap. Pernyataan itu mengklaim telah mengamankan sejumlah selebaran dan senjata yang ditemukan di tempat-tempat sebagian mereka yang ditangkap dan bahwasanya aparat kepolisian telah menutup Masjid Adam serta masih terus menyisir wilayah itu untuk mencari anggota Jamaah Islamiyah yang hendak ditangkap.

Anehnya pernyataan itu tak menyinggung sama sekali penangkapan terhadap kaum wanita, yaitu isteri-isteri dan ibu-ibu dari mereka yang melarikan diri serta anak-anak mereka, sebagai tebusan untuk memaksa mereka menyerahkan diri. Juga tidak menyebutkan penyiksaan buas yang mereka lakukan di rumah-rumah keluarga mereka.

Dalam perkembangan yang begitu cepat, seorang pedagang di pasar ‘Ain Syams menikam salah seorang jenderal besar polisi bernama Isham Syams, wakil unit intelejen untuk Kairo Timur. Sang jenderal tewas akibat luka yang ia derita.

Pedagang itu kemudian kabur, di mana berdasarkan investigasi dari tim kejaksaan ternyata namanya adalah Syarif Muhammad Ahmad.

Ia mengalami pemukulan yang meninggalkan bekas luka hingga berkali-kali setelah ditangkap oleh tangan komandan-komandan intelejen seperti yang telah kami ceritakan sebelumnya pada peristiwa bulan Agustus. Ia kembali menerima penyiksaan hebat di resort Ain Syams. Akhir daripada peristiwa ini menggambarkan sebuah drama buruk yang dimainkan oleh aparat kepolisian, melalui tindakan penyidik, hakim dan para algojo, dalam waktu yang bersamaan. Syarif Muhammad Ahmad pun tewas bersama dua rekannya yaitu Khalid Ismail dan Asyraf Darwisy, akibat tertembus tembakan timah panas. Setelah itu, dalam pernyataan yang ia keluarkan, menteri dalam negeri mengklaim bahwa ketiga korban tewas itu akibat perlawanan (saat akan ditangkap) selama tiga jam di salah satu jalanan Syibra. Padahal tidak ada satupun komandan atau pasukan yang terluka oleh sebutir peluru pun!!

Dalam pernyataan juga disebutkan bahwa telah ditemukan beberapa pucuk senjata di samping mayat ketiga korban, salah seorang petinggi Jamaah Islamiyah untuk wilayah itu juga ikut terbunuh, namanya Jabir Muhammad Ahmad. Polisi mengklaim –seperti biasa—bahwa dia melawan aparat dan berusaha membunuh salah seorang komandan polisi hingga pasukan polisi “terpaksa” menembakkan peluru ke arahnya.

Dan segera setelah insiden itu terjadi, larangan keluar rumah diberlakukan di jalan-jalan daerah itu. Aksi penangkapan besar-besaran dilakukan kepada siapa saja yang dicurigai terkait dengan peristiwa itu. Salah satu pemicu insiden pembunuhan jenderal tadi adalah penyiksaan membabi buta yang dia lakukan terhadap mereka yang ditangkapi di polisi resort Ain Syams.

Kemudian terjadi aksi-aksi demontrasi anak-anak akibat kebrutalan polisi. Anak-anak di sekolah Al-Huriyyah Al-I‘dadiyah bertekad mengungkapkan kemarahan mereka terhadap kebrutalan polisi pasca terbunuhnya jenderal Isham Syams. Maka mereka mengatur sebuah aksi demo yang cukup ramai di dalam bangunan sekolahan. Menanggapi aksi tersebut, polisi menyerbu sekolahan dan menembakkan gas air mata ke dalam kompleknya, mereka menyerang murid-murid tanpa ampun dengan memukuli mereka menggunakan pentungan, tongkat keras dan tongkat berlistrik, mereka juga menangkap 21 anak kecil dan puluhan anak mengalami luka serius.

Kemudian keluar perintah memberhentikan jam sore di semua sekolahan di daerah tersebut, lalu dibentuk unit kesatuan dari dinas intelejen negara yang bertugas memantau semua sekolah dan melarang anak kecil berdemonstrasi mengecam kebrutalan polisi.

Zaki Badar –Menteri Dalam Negeri—juga memerintahkan penangkapan terhadap 30 ibu-ibu dan wanita-wanita muda dari kalangan para ibu, isteri dan saudari-saudari kandung para tokoh Jamaah Islamiyah yang melarikan diri. Setelah mereka disiksa sedemikian sadis di resort Ain Syams, mereka kemudian dipindah ke Kantor Intelejen Keamanan Negara di Ladzoghliy. Di sini mereka ditelanjangi, ditampar, ditendang dan dicaci dengan berbagai cacian buruk dan hina. Para jenderal juga mengancam akan menyuruh pasukan keamanan pusat untuk memperkosa mereka dan mengeluarkan berita bohong tentang kehormatan mereka jika mereka tidak mau menunjukkan di mana tempat keluarga mereka bersembunyi.

Begitulah berbagai tragedi Ain Syams menjadi sebuah permusuhan terang-terangan terhadap Jamaah Islamiyah, bahkan terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Tujuannya jelas; menghancurkan kegiatan dakwah damai yang dilaksanakan oleh Jamaah Islamiyah di wilayah tersebut setelah jamaah ini berhasil mendapat dukungan masyarakat karena program sosial dan pembangunan moral yang dikerahkan oleh anggota-anggotanya. Tetapi pemerintahan yang menganut politik menghabisi anggota organisasi-organisasi Islam dan mencegah program yang mereka jalankan, tak akan tinggal diam melihat hal itu. Inilah siasat politik yang oleh Zakki Badar –Menteri Dalam Negeri—disebut-sebut sebagai politik: “Memukul ulu hati, memukul kelompok-kelompok religius.”

Jika membunuh harus dibalas bunuh, lalu bagaimana pendapat Anda jika orang yang membunuh itu menyerang Islam, membela kepentingan-kepentingan Amerika dan menyerah kepada Israel, sedangkan yang dibunuh adalah orang yang menuntut diberlakukannya hukum Islam dan berusaha membebaskan Mesir dari kendali Amerika serta membebaskan Al-Quds dari penjajahan Israel? Di sinilah permusuhan itu berubah menjadi permusuhan antara orang-orang angkuh dan memerangi Islam vs orang-orang lemah yang membelanya.

Ketiga
Jamaah Islamiyah akhirnya memutuskan untuk melaksanakan aksi balasan. Balasan itu adalah melancarkan ambush terhadap rombongan Zakki Badar dengan menggunakan mobil bermuatan bom pada tanggal 26 Desember 1989. Sayangnya ambush ini gagal karena ada kekeliruan pada bahan peledak yang dipasang di dalam mobil. Pengemudinya sendiri tertangkap.

Kasus ini sendiri bisa dijaga (tidak terlalu membesar) karena Zakki Badr ketika itu menjadi sosok yang banyak dibenci lantaran dia menyerang semua tokoh politik dan para menteri yang lain. Bahkan permusuhannya juga melebar hingga ke Husni Mubarak. Zakki pun akhirnya dicopot dari kementerian dan kasus penyerangan itu hanya ia simpan sendiri.

Keempat
Tak lama setelah itu, Departemen Dalam Negeri melakukan pembunuhan secara terang-terangan di siang hari di jalan raya terhadap DR. Alla’ Muhyiddin Rahimahullah. Beliau adalah salah seorang tokoh Jamaah Islamiyah yang menyerukan untuk berdialog dengan pemerintah, ia menyampaikannya di berbagai kesempatan dengan mengusung slogan : “Mari kita berdialog secara terbuka dan berimbang.” Dan cara seperti ini terbukti gagal total dalam menghadapi para penguasa kita (dulu boneka Rusia dan sekarang boneka Amerika).

Pembunuhan terhadap Alla’ Muhyiddin Rahimahullah ini mengandung pesan yang sangat jelas kepada Jamaah Islamiyah bahwa seruan melakukan dialog balasannya adalah pembunuhan, dan bahwa pemerintah tidak terima dengan keberadaan organisasi-organisasi jihad. Dan rupanya pemerintah benar-benar berfikir rasional, sebab organisasi-organisasi jihad memang penentang paling berbahaya dihadapi. Sebab organisasi seperti inilah yang paling mampu menggalang para pemuda Muslim dan menyebar di kalangan mereka, organisasi seperti ini juga paling membahayakan hubungan bilateral Mesir dengan Israel, dan Israel tidak akan pernah nyaman berada di atas tanah Mesir selagi masih ada ancaman-ancaman dari jamaah-jamaah Islam.

Kelima
Jamaah Islamiyah melalukan pembalasan terhadap terbunuhnya Alla’ Muhyiddin Rahimahullah dengan memasang ranjau bagi menteri Dalam Negeri, Abdul Halim Musa. Namun Allah berkehendak yang lewat adalah rombongan Raf‘at Mahjub –ketua Majelis Rakyat—, maka Raf‘at terkena bom tersebut dan tewas.

Begitulah, Jamaah Islamiyah yang semula menjalankan program dakwah jangka panjang kini berubah menjadi program perlawanan terhadap penguasa yang secara zhalim memeranginya.

Keenam
Di awal tahun 90-an terjadi perkembangan lain yang cukup penting, yaitu penangkapan terhadap rekan-rekan kami di Jamaah Jihad dan 800 orang di antaranya diajukan ke pengadilan militer. Inilah yang dikenal dengan peristiwa Thala’i‘ul Fath. Pengadilan menjatuhkan vonis mati kepada empat orang di antaranya.

Koran-koran pemerintah dengan gembira dan bangga memuat penangkapan terhadap 800 anggota Jamaah Jihad tanpa harus menembakkan satu peluru pun. Kami pun memutuskan untuk terjun ke dalam perang perlawanan terhadap pemerintah setelah sebelumnya program kami adalah menyebar diri dan menyiapkan anasir-anasir dalam rangka menghadapi perang menuju perubahan.

Ketujuh
Balasan kami adalah menyerang rombongan Menteri Dalam Negeri Hasan Laffhi menggunakan sepeda motor yang dipasangi bom. Sang menteri selamat dari maut, ia hanya mengalami patah ringan di tangannya, ia selamat dari maut karena terhalang oleh setumpuk arsip yang ia letakkan di bagian samping tubuhnya yang kemudian serpihan-serpihan bom banyak bersarang di dalamnya.

Aksi ini diikuti oleh serangan dari rekan-rekan Jamaah Islamiyah terhadap Menteri Penerangan Shafwat Syarif tapi dia selamat dari serangan tersebut. Di waktu yang bersamaan Jamaah Islamiyah menyerang komandan wilayah militer pusat, karena ia dinilai sebagai kunci yang menentukan vonis-vonis hukuman di pengadilan militer. Serangan ini tidak berhasil, sebab mobil yang ia kendarai berpelindung.

Rekan-rekan kami di Jamaah Jihad juga menyerang rombongan Perdana Menteri Athif Shidqi dengan sebuah bom mobil, namun perdana menteri selamat dari serangan tersebut karena mobil yang ia tumpangi keluar dari area radius ledakan beberapa detik, mobilnya hanya terkena serpihan-serpihan bom.

Serangan ini mengakibatkan seorang anak perempuan terbunuh, namanya Syaima’. Ia adalah seorang murid di sekolah yang berdekatan dengan lokasi ledakan, kebetulan ia berdiri tak jauh dari TKP.

Pemerintah tak menyia-nyiakan momen terbunuhnya Syaima’ –semoga Allah merahmatinya—ini, mereka mengopinikan bahwa peristiwa kali ini adalah serangan dari Jamaah Jihad Mesir terhadap anak perempuan kecil bernama Syaima’, dan bukan terhadap perdana Menteri Athif Shidqi.

Koran-koran memuat foto kedua orang tua Syaima’ yang menangisi puterinya dan foto-foto Syaima ketika masih balita.

Pemerintah berusaha memancing emosi rakyat terhadap cara-cara seperti ini dalam rangka menjauhkan pandangan manusia dari isu utama dalam pertempuran antara Mujahidin melawan pemerintah, yaitu isu pembelaan terhadap Islam yang diserang, isu negara Muslim yang dibuka lebar-lebar untuk tentara-tentara kafir, duta-duta besar dan agen-agen intelejen mereka, isu syari’at yang dicabut dari kedudukannya lalu diganti dengan undang-undangan positif dan hukum sekuler dengan kekuatan, kekejaman dan manipulasi.

Rekan-rekan kami yang melaksanakan serangan tersebut ketika melakukan survei melihat bahwa sekolahan itu baru sedang direnovasi, sehingga mereka mengira sekolahan itu tidak ada muridnya. Namun ternyata di kemudian hari terlihat bahwa yang dibangun hanya bagian yang direnovasi, sedangkan bagian yang lain masih tetap dipakai.

Kami sungguh sangat menyesal dan bersedih dengan terbunuhnya anak perempuan kecil tak berdosa ini tanpa kami sengaja. Namun apa lagi yang bisa kami lakukan, kami baru berjihad melawan pemerintah yang memerangi syari’at Allah dan yang memberikan loyalitasnya kepada musuh-musuh-Nya.

Dan sebelumnya kami sudah berkali-kali mengingatkan anggota-anggota masyarakat –khususnya setelah penyerangan terhadap Menteri Dalam Negeri Hasan Laffhi— agar mereka menjauh dari tempat-tempat para tokoh penguasa, dan dari rumah-rumah dan tempat-tempat mereka beraktifitas.

Tokoh-tokoh pemerintah itu tidak mengambil posisi tersendiri di rumah-rumah, atau kantor-kantor atau rombongan-rombongan yang jauh dari orang banyak, tetapi mereka berbaur dan bahkan menjadikan keramaian orang sebagai tameng, maka kami tak punya pilihan selain tetap menyerang mereka dengan terus mengingatkan masyarakat secara umum.

Saudara kami, Sayyid Shalah meringkaskan sikap ini dalam ucapannya ketika ia ditanya oleh penyidik kejaksaan terkait dengan terbunuhnya Syaima’, bahwa dirinya sangat bersedih dengan terbunuhnya anak kecil ini, namun demikian tidak kemudian jihad harus dihentikan.

Dan apa yang kami sebutkan ini adalah pendapat mayoritas fuqaha empat madzhab. Intinya bahwa menyerang kumpulan orang-orang kafir –meskipun mereka berbaur dengan orang-orang Muslim atau dengan orang-orang kafir yang haram dibunuh—boleh-boleh saja asalkan demi keperluan jihad atau daruratnya jihad dan dilakukan tanpa menyengaja menyerang orang-orang Muslim atau orang-orang kafir yang tidak boleh dibunuh. Masalah ini sudah saya jabarkan secara detail dalam risalah berjudul: Syifa’ Shuduril Mukminin.

Dan terkait dengan konsekwensi-konsekwensi terkenanya kaum Muslimin –tanpa sengaja—dalam serangan ini, kami memilih pendapat Imam Syafi‘i Rahimahullah yaitu membayar diyat kepada wali-wali korban, dalam rangka mengambil pendapat yang lebih hati-hati dalam masalah ini.

Oleh karena itu, kami menganggap terbunuhnya kaum Muslimin yang terjadi karena takdir –bukan disengaja—dalam amaliyah-amaliyah seperti ini maka kita punya kewajiban yang harus kita tunaikan kepada wali-wali korban berupa membayar diyat.

Masalah ini jangan dilihat dari sudut pandang sempit, yaitu jatuhnya korban dari kaum Muslimin –tanpa sengaja—dalam operasi-operasi jihad melawan penguasa. Namun harus dilihat juga situasi-situasi yang meliputi perlawanan umat Islam dengan seluruh kelompoknya –terutama kelompok yang berjihad—terhadap penguasa yang menguasai mereka dan memerangi Islam.

Sesungguhnya Mujahidin di Mesir tidak berangkat kecuali dalam rangka membela agama mereka, membela rakyat mereka, membela bapak-bapak, saudara-saudara, ibu-ibu dan saudari-saudari mereka.

Jika kita ingin meletakkan masalah Syaima’ dalam timbangan yang benar maka di timbangan yang lain kita juga harus meletakkan puteri-puteri kita dan isteri-isteri kita yang menjadi yatim dan janda tanpa dosa apapun, bahkan penyebabnya adalah karena bapak-bapak dan suami-suami mereka melaksanakan kewajiban termulia: kewajiban jihad fi sabilillah.

Sungguh, pemerintah pernah menggiringku bersama 285 orang lainnya ke pengadilan, dan di sana jaksa menuntut agar kami semua dihukum mati. Dengan kata lain, jaksa ingin puteri saya yang masih berusia dua tahun (juga anak perempuan rekan-rekan saya) menjadi anak-anak yatim. Sekarang siapa yang menangisi anak-anak perempuan kami dan memperhatikan mereka?

Al-Akh Sayyid Qarni, rumahnya diserbu oleh polisi. Dan tatkala anak perempuannya lari ketakutan menghindari desingan-desingan peluru, seorang polisi menembaknya hingga tersungkur tewas seketika. Siapa yang hendak menangisi puteri Sayyid Qarni ini?

Puluhan ribu dari isteri-isteri, saudari-saudari dan ibu-ibu kita sekarang berdiri di pintu-pintu penjara, berharap ada anak-anak atau saudara-saudara mereka atau suami-suami mereka yang datang membesuk. Siapakah yang mau memperhatikan penderitaan mereka?

Lengan dari seorang wanita bernama Sana’ Abdur Rahman patah akibat dipukul polisi –secara brutal—, dia dipukul bersama anak perempuannya bernama Khadijah yang usianya baru tiga tahun di depan penjara Istiqbal Thurrah, sebab waktu itu ibu-ibu yang menunggu-nunggu anaknya menangis manakala salah seorang tahanan keluar menuju pengadilan sambil berujar: “Para tahanan akan mati, lakukanlah apa saja, pergilah ke perwakilan umum!”.

Koran Asy-Sya‘ab mempublikasikan foto Sana’ dan lengannya yang terbalut, dan di sampingnya ada anak perempuan dia yang bernama Khadijah. Organisasi Amnesti Internasional sampai mengeluarkan laporan penting pada bulan Maret 1998, judulnya : “Mesir...Sana’ salah satu korban akibat hubungan keluarga.”

Laporan ini mengungkap kejahatan aparat kepolisian dan keamanan terhadap puluhan wanita dan dijadikannya mereka sebagai sandera, mereka disiksa karena memiliki hubungan kerabat dengan anggota-anggota jamaah-jamaah Islam. Lalu siapakah yang mau bergerak untuk menghentikan kejahatan yang dialami wanita-wanita yang disiksa itu?

Kemudian izinkan kami memperluas pembahasan dari sisi lain untuk semakin memperjelas: Apa yang diinginkan pemerintahan rusak itu terhadap anak perempuan kita, entah itu Syaima’ atau yang lain? Siapakah yang melarang jilbab di sekolah-sekolah dan melarang cadar di universitas-universitas dalam rangka memerangi adab-adab Islam dan memaksa puteri-puteri kita mengenakan busana dan dandanan Barat?

Siapa yang menyebar luaskan kebobrokan dan pornografi di media informasi yang rusak yang dikendalikan oleh Menteri Shafwat Syarif, sebagai penanggung jawab tim pengontrol Aparat Intelejen Pusat? Tim yang bertanggung jawab terhadap terpancingnya musuh-musuhnya dalam kasus-kasus memalukan, lalu berubah menjadi aksi pemuasan nafsu-nafsu pribadi, dan dengan sebab itu pula Shafwat Syarif diajukan ke pengadilan dalam kasus kerusakan aparat intelejent.

Jika Shafwat Syarif di era Abdul Nashir menguasai semua perangkat pembentukan opini dan tutup mata bersama lelaki-lelaki rusak dan wanita-wanita rusak, maka Husni Mubarak memberinya kekuasaan penuh terhadap semua media informasi, Husni juga memberinya dana yang bisa dia gunakan untuk mempekerjakan laki-laki rusak dan wanita-wanita rusak di Mesir.

Siapa yang memberi tempat kepada Israel di negeri kita? Siapakah yang menjaga hubungan bilateral dengan polisi dan aparat keamanannya dalam rangka menyerang agama kita, akhlak kita dan generasi kita?

Bahkan siapakah yang melindungi negara pezina, penjudi dan rusak di Mesir dengan alasan menarik wisatawan? Negara menakutkan yang menggunakan anak-anak perempuan miskin dalam melakukan perbuatan-perbuatan cabul, memanfaatkan kemiskinan mereka di bawah penjagaan polisi. Mungkinkan pemerintahan seperti ini bisa dipercaya menjaga anak-anak perempuannya seperti Syaima’ dan generasi Syaima’?

Sesungguhnya fakta-fakta yang ada mengarah kepada kita, mengejar dan mengepung kita serta menegakkan hujjahnya kepada kita. Dan sesungguhnya agama kita, harga diri dan kehormatan kita menuntut kita –demi Syaima’ dan setiap anak seperti dia—untuk memberantas kerusakan ini.

Kedelapan
Rekan-rekan kami di Jamaah Jihad menyiapkan penyergapan terhadap rombongan Husni Mubarak di jalan Shalah Salim. Akan tetapi dia tidak melewati jalan ini ketika hendak berangkat menuju Shalat Ied.

Kesembilan
Disusul dengan percobaan pembunuhan terhadap Husni Mubarak di bandara Sayyidi Barani, dilakukan oleh ikhwan-ikhwan dari Jamaah Islamiyah, namun tidak berhasil karena terbongkar dulu sebelum dilaksanakan.

Kesepuluh
Amaliyah paling penting yang dilakukan Jamaah Islamiyah adalah pembunuhan terhadap Mayjend Rauf Khairat pada tanggal 9 April 1994. Rauf Khairat termasuk jenderal paling berbahaya di tubuh Satuan Intelejen Negara yang memerangi Islam. Ia menempuh proteksi-proteksi pengamanan berlapis yang sangat ketat, di antaranya ganti rumah setiap bulan, tidak menempatkan seorang pengawal pun di rumahnya, menyopir mobil sendiri, semua ini dalam rangka usaha dia untuk tampil seperti orang biasa yang tidak punya hubungan dengan aparat. Meskipun demikian ikhwah di Jamaah Islamiyah masih bisa menemukan dia, begitu ia keluar dari rumahnya dan mulai mengendarai mobilnya, salah seorang ikhwah Mujahidin mendekatinya dan melemparkan sebuah geranat tangan ke dalam mobil yang ia kendarai, dan dia pun tewas seketika.

Kesebelas
Jamaah Islamiyah semakin meningkatkan serangan. Mereka menyerang rombongan Husni Mubarak di Adis Ababa pada musim panas tahun 1995. Namun serangan kali ini tidak berhasil dan Husni Mubarak selamat, sebab salah satu dari dua mobil yang diduetkan untuk menyerang mengalami kerusakan.

Keduabelas
Ikhwan-ikhwan kami di Jamaah Jihad melancarkan dua operasi dalam waktu yang hampir bersamaan, satu di luar negeri yaitu meledakkan kedubes Mesir di Islamabad pada musim semi tahun 1995 –ini sudah kami ceritakan sebelumnya—dan satu lagi di dalam negeri yaitu menyerang turis-turis dari Israel yang kemudian dikenal dengan insiden Khan Al-Khalili.

Keduabelas
Di bulan Juli 1997, dari dalam penjara Jamaah Islamiyah mengeluarkan perintah untuk menghentikan kekerasan secara sepihak. Namun setelah dikeluarkannya perintah tersebut, satu tim dari Jamaah Islamiyah kembali melancarkan operasi Al-Aqshar yang menyerang turis-turis dari Barat.

Semua yang kami kisahkan di atas adalah pemaparan singkat mengenai peristiwa-peristiwa operasi jihad paling penting melawan pemerintah Mesir –sejak tahun 1988 hingga 1997—, kami sengaja melewati banyak sekali rincian-rinciannya.

Kemudian yang kedua, berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari amaliyah-amaliyah jihad melawan Pemerintah Mesir :
1.       Kekejaman yang dilakukan pemerintah Mesir sejak pembunuhan Anwar Sadat bertujuan mematahkan semangat gerakan Islam dan tunas-tunasnya yang kokoh yang terwujud dalam gerakan-gerakan jihad. Siasat seperti ini mendapat point penting dan terus meningkat sejak Zakki Badr menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, di mana ia mulai membangga-banggakan diri secara terang-terangan bahwa solusi untuk menangani gerakan-gerakan Islam hanya dengan melancarkan pukulan ke jantung hatinya.

Tujuan dari penyerbuan brutal itu jelas, yaitu menanamkan keputusasaan di hati para pemuda Islam dan mengesankan kepada mereka bahwa perlawanan berbentuk apapun tidak akan berguna, tidak akan menghasilkan apa-apa bagi pelaku-pelakunya selain musibah-musibah dan bencana-bencana, dan bahwa jalan satu-satunya hanyalah menyerah kepada politik pemerintah yang menyerukan untuk tunduk kepada Amerika dan Israel.

Diam dan tidak membalas aksi brutal ini, hasil yang bisa dipastikan adalah hilangnya rasa percaya diri dari gerakan Islam, mundurnya ia ke belakang, terisolir, pasif dan kembali ke era ketakutan rezim Abdul Nashir. Memicu keputusasaan dari semua aksi perlawanan seperti ini merupakan batu perluasan bagi yahudi di Kawasan. Sebab, Amerika dan Yahudi yang ada di baliknya faham betul bahwa Umat Islam di jantung wilayah dunia Islam tidak akan pernah menerima eksistensi Israel dan hegemoni Amerika, apapun alasannya. Dan selanjutnya mereka juga faham bahwa menghentikan perlawan terhadap mereka tidak akan berhasil selain dengan menanamkan rasa putus asa di hati kaum Muslimin.

Dan keputusasaan ini tidak mungkin membuahkan hasil kecuali melalui tindakan kejam, penindasan, penyiksaan dan pembunuhan yang diharapkan menjadi pelajaran bagi yang lain, juga dengan menjadikan siapa saja yang berusaha melawan kebijakan pemerintah sebagai seikat jerami yang terbelenggu  sehingga setiap orang yang melihatnya ketakutan dan merasa putus asa.

2.       Di saat yang sama, melawan tindakan brutal ini cukup untuk merusak semua rencana mereka dan menjungkir balikkan meja hidangan pemerintah. Sesungguhnya membalas tindakan kejam ini dengan operasi-operasi jihad tidak hanya menjaga pemuda Muslim dari keputusasaan, tapi juga menumbuhkan di hati mereka harapan dan percaya diri setelah percaya kepada Allah Ta‘ala.

Bukan itu saja, bahwa juga akan membongkar lemahnya kekuatan penguasa di hadapan serangan-serangan Mujahidin dan memotivasi para pemuda Islam untuk meningkatkan serangannya kepada pemerintah. Para pemuda akan mengerti bahwa ternyata menyerang pemerintah dan para tokohnya bukan perkara sulit.

Buah dari perlawanan jihad tidak berhenti sekedar menumbuhkan harapan di dalam diri para pemuda Muslim, lebih dari itu juga akan mengarahkan senjata yang sama kepada para pengikut pemerintah, artinya mereka akan merasakan perang psikologis, moral mereka akan hancur ketika mereka melihat kawan-kawan mereka berjatuhan di sekeliling mereka.

3.       Meningkatkan operasi jihad yang menyerang target-target Amerika dan Yahudi juga akan membangkitkan semangat perlawanan di tengah masyarakat yang menganggap Yahudi dan Amerika sebagai simbol buruk dari keangkuhan dan tirani.

4.       Dengan kaum Muslimin memberi reaksi balasan terhadap pemerintah Amerika dan Yahudi, akan membuat segitiga penguasa yang menguasai negeri kita ini mengerti bahwa kekejaman apapun yang dilancarkan terhadap kaum Muslimin tidak akan lewat begitu saja tanpa ada harganya, tanpa ada qishash dan tanpa ada kerugian-kerugian, dan bahwasanya era Abdul Nashir yang penuh ketakutan sudah selesai –dengan kekuatan dan takdir Allah—dan takkan pernah kembali, dan perluasan tanah Yahudi serta hegemoni Amerika akan ditebus harganya pada hari ini –oleh bangsa Muslim—dan harga itu sangatlah mahal.

5.       Benar bahwa bisa saja pemerintah –apalagi jika bersekutu dengan Amerika dan Barat—melemahkan gerakan perlawanan Islam kepadanya sesekali waktu, tetapi program secara umum dan gerakan sejarah yang berlaku adalah program perlawanan dan gerakan jihad. Sesungguhnya hari ini umat Islam sedang melalukan perlawanan, baik di Mesir, Palestina, Cechnya, Afghanistan dan lain-lain.

Perlawanan sudah menjadi realita nyata dan tak bisa dipungkiri. Pertempuran sudah dimulai dan eskalasinya terus meningkat, dan tidak akan pernah berhenti sampai dibebaskannya Al-Quds, Mekkah, Madinah, Kairo, dan Grozni, insya Allah.

6.       Atas dasar semua ini, maka harus ada perlawanan. Bahkan tak hanya itu, perlawanan harus terus dilanjutkan. Setiap pengamat akan bisa menyimpulkan betapa besar bencana-bencana yang akan terjadi sekiranya Anwar Sadat tidak dibunuh dan perlawanan terhadap pemerintah Mesir tidak dilanjutkan hingga hari ini.

7.       Dengan mengamati situasi politik di Mesir, akan terlihat bahwa Mesir diperebutkan oleh dua kekuatan: Kekuatan resmi yang terwujud berupa presiden negara dan kekuatan angkatan bersenjatanya, kepolisiannya, petugas-petugas penyiksa dan aparat keamanannya, dan kekuatan rakyat yang akarnya kuat; yaitu gerakan Islam secara umum dan benih-benih jihadnya yang kokoh secara khusus.

Kekuatan pertama didukung oleh Amerika, Barat, Israel dan mayoritas penguasa Arab. Sedangkan kekuatan kedua hanya bersandar kepada Allah saja, setelah itu mengandalkan penyebarannya di kalangan masyarakat yang luas dan kerjasamanya dengan gerakan-gerakan jihad dalam tubuh Umat Islam secara keseluruhan, mulai dari Cechnya di utara hingga Somalia di selatan, dan dari Turkistan Timur di timur hingga Maghrib di barat.

Mengenai sebab konfrontasi antara dua kekuatan di atas maka sangat jelas sekali, yaitu karena kekuatan pertama bersikeras untuk:
a.       Melenyapkan Islam dari hukum (kekuasaan) dan menjauhkannya dari seluruh sektor kehidupan dengan kekuatan, kekerasan, pemilu-pemilu yang dimanipulasi dan pemberitaan yang rusak.
b.       Membiarkan negeri-negeri Islam diduduki musuh-musuh Islam –Amerika dan Yahudi—melalui perjanjian-perjanjian damai, pelarangan senjata-senjata pemusnah masal secara sepihak (bagi kita saja), melucuti persenjataan di gurun Sinai, penjajahan Amerika secara langsung terhadap negeri kita, dan kebijakan-kebijakan militer gabungan.

Sungguh ini adalah pertempuran ideologi dan perang eksistensi, perang yang tak mengenal gencatan senjata.

Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011