Oleh : Muhaimin Iqbal
Tadi malam saya dikirimi teman dari Malaysia sebuah artikel dari harian The Star terbitan kemarin (19/03/12) dengan judul “An End To Modern Medicine?”. Tidak main-main berita ini karena memuat peringatan serius dari Head of WHO pekan sebelumnya tentang pertumbuhan yang sangat pesat bakteri-bakteri yang antibiotic resistance. Obat-obat modern menjadi tidak lagi berguna melawan bakteri-bakteri yang semakin tahan terhadap segala jenis antibiotic ini.
Apa yang terjadi setelah bakteri-bakteri menjadi antibiotic resistance? menurut berita tersebut penyakit-penyakit yang selama ini dianggap sepele seperti radang tenggorokan, luka ringan karena terjatuh dan sejenisnya sudah cukup untuk membawa kematian pada penderitanya – karena tidak ada lagi penyembuh yang bisa menyembuhkannya sehingga penyakit sepele tersebut mudah sekali tumbuh menjadi ancaman serius.
Judul berita dan kesimpulan yang sangat serius tersebut diatas sebenarnya diambilkan dari statement peserta yang berkumpul di Copenhagen dalam forum infectious disease experts pekan sebelumnya , pernyataan aslinya adalah sbb :
“A post-antibiotic era means, in effect, an end to modern medicine as we know it. Things as common as strep throat or a child’s scratched knee could once again kill. For patients infected with some drug resistant pathogens, mortality has increased by around 50%”.”
Pertanyaannya adalah bagaimana kita – baik individu ataupun masyarakat – menyikapi ancaman serius tersebut? Diamkah kita sambil menunggu apa yang terjadi, Que Sera Sera – whatever will be will be? Atau kita berbuat sesuatu untuk diri kita, keluarga kita dan umat ini secara keseluruhan?.
Saya cenderung untuk mengambil langkah yang terakhir tersebut. Selagi kita ada waktu, kita persiapkan secara maksimal pengetahuan , jaringan dan supply obat-obat yang akan mampu menggantikan antibiotic-antibiotic buatan pabrik yang akan segera tidak berguna tersebut.
Apakah obat-obat yang akan mengalahkan antibiotic modern tersebut ada ? Oh jelas ada dan akan tetap berlaku sampai akhir jaman karena namanya disebut di Al-Qur’an (madu misalnya) dan Al Hadits (Habbatus Saudaa, Nigella sativa L – misalnya). Kaidahnya adalah karena Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan dua pegangan umat akhir zaman, dijanjikan siapa yang berpegang pada keduanya tidak akan tersesat selamanya – maka hal inipun berlaku untuk pengobatan, untuk ekonomi, politik dan apapun yang terkait dengan aktivitas atau kebutuhan umat akhir jaman.
Keimanan kita atas dua sumber tersebut dari waktu ke waktu-pun terbukti secara Ilmiah. Madu terbukti mampu mengobati penyakit yang antibiotic buatan pabrik gagal menyembuhkannya. Ini dibuktikan antara lain oleh Peter Nolan seorang ahli riset biokimia dari the University of Waikota – New Zealand.
Habbatus Saudaa – pun demikian, beberapa tahun lalu team peneliti di Department of Pharmacology and Microbiology Jawaharlal Nehru Medical College – India; membuktikan bahwa Habbatus Saudaa mampu bereaksi terhadap bakteri-bakteri yang tidak lagi mempan terhadap berbagai antibiotic modern.
Bahkan bukan hanya madu dan Habbatus Sauda, Allah sebenarnya juga menaburkan perbagai jenis obat yang ada di sekitar kita – yang sangat bisa jadi kita belum menyadarinya. Ibnu Qayyim Al Jaujiyah dalam Ath-Thibbun Nabawi antar lain mengutip hadits : “Perumpamaan seorang Mukmin yang membaca Al-Qur’an seperti Atrujjah, rasanya enak dan baunya-pun harum”.
Hadits tersebut mengandung dua pengobatan sekaligus yaitu pengobatan ilahiah, pengobatan langit – dengan Al-Qur’an, dan pengobatan bumi dengan Atrujjah. Apakah Atrujjah ini? Dari cross reference yang kami lakukan pada kitab Ath-Thibbun Nabawi yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, kita peroleh detil bahwa Atrujjah ini adalah Citrun atau Lemon atau nama internasionalnya adalah Citrus medica L.
Perhatikan namanya yang menggunakan kata “medica”, karena memang selama ribuan tahun juga sudah dikenal sebagai salah satu bahan obat. Atrujjah atau lemon ini ternyata seluruh bagiannya bermanfaat, mulai dari kulit luar yang kuning/hijau (flavedo) , kulit dalam yang tebal dan putih (albedo), daging buahnya dan bahkan sampai bijinya-pun bermanfaat sebagi obat.
Pertanyaan berikutnya adalah, lantas bagaimana atau di mana kita bisa peroleh berbagai jenis produk tanaman yang berkasiat sebagai obat tersebut ?. kalau kita butuh obat modern kan tinggal pergi ke toko obat , atau apotik yang bertebaran di dekat kita. Kalau kita butuh obat-obat herbal kan belum mudah untuk saat ini ?.
Disinilah tantangannya, kita memang harus bisa menjadikan pengobatan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits ini mudah meluas di masyarakat. Mudah untuk memperolehnya dan mudah pula untuk memilihnya yang tepat – apa sakitnya dan apa obatnya.
InsyaAllah kami sedang meng-initiasi ke arah sana dengan project SHIPHA yang kini mulai menampung minat dari berbagai kalangan untuk menjadi mitra, vendor, agent dlsb – agar secara bersama-sama kita nantinya bisa menyebar luaskan solusi pengobatan yang Islami bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang telah dijanjikan ke kita bahwa dengan keduanya kita tidak akan pernah tersesat selamanya. Amin. (eramuslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar