Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’, sayap media Mujahidin Jabhah Nushrah, pada bulan Dzulhijah 1434 H/Oktober 2013 M merilis video wawancara eksklusif. Video tersebut berdurasi 30 menit dan diberi judul “Manhaj Kami Dan Akidah Kami”.
Video tersebut merupakan wawancara reporter Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’ dengan Syaikh Doktor Sami Al-Uraidi alias Syaikh Abu Mahmud Asy-Syami, salah seorang ulama dan penanggung jawab urusan syariat Mujahidin Jabhah Nushrah, sayap Tanzhim Al-Qaeda Internasional untuk wilayah Suriah.
Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’
Dzulhijah 1434 H/Oktober 2013 M
Mempersembahkan
wawancara eksklusif
dengan
Syaikh Doktor Sami Al-Uraidi
“Abu Mahmud Asy-Syami”
“Manhaj Kami dan Akidah Kami”
Reporter Al-Manarah Al-Baidha’ : Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi dan rasul yang paling mulia, keluarganya, sahabatnya dan setiap orang yang meniti perjalanan hidupnya sampai hari pembalasan. Amma ba’du.
Pada hari ini kita berjumpa dengan fadhilah Syaikh Sami Al-Uraidi, “Abu Mahmud”.Syaikh kami, semoga Allah melimpahkan kesehatan dan panjang umur kepada Anda.
Syaikh: Semoga Allah melimpahkan kesehatan dan panjang umur kepada Anda.
Reporter: Wahai syaikh kami, kami ingin mendapatkan penjelasan sekilas tentang Jabhah Nushrah?
Syaikh: Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, sahabatnya dan setiap orang yang setia membelanya. Amma ba’du.
Wahai saudaraku yang mulia, sesungguhnya Jabhah Nushrah adalah bagian dari putra-putra umat Islam, mereka adalah bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah.Mereka bangkit dan bersatu untuk membela agama mereka dan membela umat mereka.Mereka, wahai saudaraku yang mulia, adalah pengikut salafush shalih, mereka berada di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dalam hal akidah, suluk, maupun manhaj.
Dalam masalah iman dan takfir (mengkafirkan), mereka bukan Khawarij dan bukan Murjiah.Dalam masalah asma’ dan shifat [nama-nama dan sifat-sifat Allah], mereka bukan Mu’athilah [kelompok bid’ah yang meniadakan sifat-sifat Allah, seperti kelompok Jahmiyah] dan bukan Musyabbihah [kelompok bid’ah yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk, seperti kelompok Rafidhah].
Dalam masalah qadha’ dan qadar, mereka bukan Qadariyah [kelompok bid’ah yang meyakini manusia merdeka sepenuhnya tanpa diatur oleh kehendak Allah] dan bukan Jabbariyah [kelompok bid’ah yang meyakini manusia sekedar “wayang” yang tak punya kehendak dan usaha]. Dalam masalah menyikapi generasi shahabat, mereka bukan Nawashib [kelompok bid’ah yang memusuhi Ali bin Abi Thalib dan anak-keturunannya] dan bukan Rafidhah[kelompok bid’ah yang ekstrim memuliakan Ali bin Abi Thalib dan anak-keturunannya, namun memusuhi dan mengkafirkan mayoritas generasi sahabat lainnya].
Demikianlah, dalam seluruh persoaalan agama lainnya, mereka berada di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Reporter: Syaikh kami, kenapa kalian mengangkat senjata [melawan rezim Nushairiyah Suriah]?
Syaikh: Kami mengangkat senjata, wahai saudaraku yang mulia, untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Sebagai pelaksanaan perintah Allah Ta’ala:
﴿وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالوِلْدَانِ﴾
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak…" (QS. An-Nisa’ [4]: 75)
Sebagai pelaksanaan perintah Allah Ta’ala:
﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ﴾
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (kekafiran dan gangguan terhadap kaum muslimin) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Anfal [8]: 39)
Sebagai pelaksanaan perintah Allah Ta’ala:
﴿وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ﴾
“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan.” (QS. Al-Anfal [8]: 72)
Dan sebagai pelaksanaan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ،(وَلَا يَخْذُلُهُ)
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak akan menzaliminya, tidak akan menyerahkannya kepada musuh[dan tidak akan menelantarkannya].” (HR. Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)
Kami mengangkat senjata untuk meninggikan kalimat Allah, kami mengangkat senjata untuk menerapakan syariat Allah, kami mengangkat senjata untuk menolak musuh ini [rezim Nushairiyah Suriah dan sekutu-sekutu Syiah dan komunisnya] yang menyerang agama kami, kehormatan kami dan tanah air kami, di mana setelah keimanan tidak ada kewajiban yang lebih wajib daripada mengusir musuh yang menyerang tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Reporter: Syaikh kami, apakah kalian mengkafirkan rakyat Suriah?
Syaikh: Saudaraku yang mulia, di antara limpahan nikmat dan karunia Allah Ta’ala kepada saudara-saudara kalian mujahidin Jabhah Nushrah adalah Allah mengaruniakan penerimaan yang baik terhadap Jabhah Nushrah dalam hati masyarakat dan tanah air Suriah, sampai-sampai seluruh rakyat Suriah keluar pada demonstrasi pada suatu hari Jum’at dengan mengangkat slogan “Kami semua adalah Jabhah Nushrah [hal itu terjadi pada Desember 2012, saat Barack Obama memasukkan Jabhah Nushrah dalam daftar kelompok teroris internasional, edt].
Ini adalah perkara yang tidak disenangi oleh kekuatan kafir internasional, sehingga mereka mulai menyebar luaskan berita-berita palsu, tuduhan-tuduhan palsu, dan isu-isu palsu tentang Jabhah Nushrah. Di antara berita-berita palsu tersebut adalah berita bahwa kami [Jabhah Nushrah] mengkafirkan rakyat Suriah, kami adalah Khawarij dan kami adalah jama’ah takfir [kelompok yang sangat mudah mengkafirkan sesama muslim].
Ini adalah berita-berita palsu dan dusta. Kami bukanlah bagian dari jama’ah “Hijrah dan Takfir” [kelompok Khawarij di Mesir pada era rezim Gamal Abdul Naser yang mudah mengkafirkan sesama umat Islam, edt].
Kami tidak berpendapat bahwa hukum asal dari orang-orang Islam di negeri-negeri Islam adalah kekafiran.Kami juga bukan kelompok tawaqquf dan tabayyun yang menyatakan kita wajib mencari tahu terlebih dahulu [meneliti akidah] orang-orang Islam di negeri-negeri Islam.
Seperti telah kami sebutkan di depan, kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kami berpendapat hukum asal dari orang-orang Islam di negeri-negeri Islam adalah mereka itu kaum muslimin, mereka itu kaum muslimin, mereka itu kaum muslimin. Kami tidak mengkafirkan berdasar dugaan-dugaan belaka, ma-alaat [konskuensi-konskuensi sebuah pendapat yang konskuensi tersebut tidak diyakini dan tidak dimaksudkan oleh yang mengeluarkan pendapat tersebut] dan tidak pula dengan syubhat-syubhat.Kami hanya mengkafirkan berdasarkan dalil yang tegas, dengan izin Allah Ta’ala.
Reporter: Semoga Allah Ta’ala memberkahi kalian, wahai syaikh kami. Apa yang akan kalian lakukan kepada rakyat Suriah jika kalian telah berhasil membebaskan mereka, insya Allah Ta’ala?
Syaikh: Wahai saudaraku yang mulia, rakyat Suriah adalah keluarga kami, kerabat kami dan orang-orang yang kami cintai. Kepada mereka, kami katakan sebagaimana dikatakan oleh Amir kami dan Syaikh kami, Abu Muhammad Al-Jaulani hafizhahullah: “Wahai penduduk negeri Syam, kami akan melindungi kalian dengan mengorbankan nyawa-nyawa kami.”
Wahai saudaraku yang mulia, sesungguhnya penduduk negeri Syam telah memberikan kepada kami segala kebaikan, mereka telah membantu kami dengan segala bentuk bantuan. Kami, dengan izin Allah Tabaraka wa Ta’ala, akan bekerja bersama dengan mereka setelah berhasil melenyapkan rezim durjana ini ---dengan izin Allah ta’ala--- untuk menerapkan syariat Allah dan menegakkan Daulah Islam, dengan izin Allah Ta’ala, sehingga keadilan dan kemakmuran akan merata di negeri ini dengan izin Allah ta’ala.
Reporter: Semoga Allah Ta’ala memberkahi kalian, wahai syaikh kami. Apa sikap kalian terhadap kelompok-kelompok pejuang lainnya di Suriah?
Syaikh: Sesungguhnya orang yang mengikuti perkembangan peristiwa di Suriah ---semoga Allah membebaskannya--- akan mengetahui dan memahami bahwa kelompok-kelompok yang berjuang di negeri Suriah itu beragam, bermacam-macam dan banyak jumlahnya. Meskipun jumlahnya banyak dan beragam, namun semuanya bersepakat atas satu tujuan dan berkumpul atas satu target, yaitu melenyapkan rezim durjana ini.
Namun setelah kesatuan tujuan tersebut, mereka berbeda pendapat.Mayoritas kelompok pejuang, setelah berhasil melenyapkan rezim durjana ini, ingin menerapkan syariat Al-Qur’an dan menegakkan Daulah Islam dengan izin Allah Ta’ala.
Mereka itu, wahai saudaraku yang mulia, adalah saudara-saudara kami, kami bagian dari mereka dan mereka bagian dari kami. Meskipun kami berbeda pendapat dalam hal nama-nama [kelompok] dan meskipun kami berbeda pendapat dengan mereka dalam beberapa perkara cabang, namun mereka adalah saudara-saudara kami, kami bagian dari mereka dan mereka bagian dari kami.
Wahai saudaraku yang mulia, sejak sekarang kami telah bekerja bersama-sama dengan mereka.Kami dan mereka mengadakan “ruang-ruang operasi militer bersama”, kami dan mereka mengadakan “Hai’ah Syar’iyah” [Lembaga Syariat Islam], kami dan mereka mengadakan kegiatan-kegiatan bakti sosial dan dakwah di negeri Syam.
Adapun kelompok pejuang lainnya, yang ingin menegakkan negara sipil [negara berdasar hukum positif, bukan berdasar syariat Islam] dan negara sekuler, mereka sebenarnya berjumlah sedikit saja.Kami bekerja bersama mereka, kami mengajak mereka untuk kembali kepada akal sehat mereka [jalan yang lurus], kami mengajak mereka untuk mengambil pelajaran dari tragedi yang terjadi di Mesir, Tunisia dan Libya.
Reporter: Benar, wahai syaikh kami. Terkadang penerapan syariat Islam itu terlihat sebagai perkara yang mustahil. Kenapa kalian tidak memasuki usaha politik saja, mengikuti jalan yang ditempuh oleh arus umum [politikus kelompok oposisi] dan mencapai kekuasaan lewat cara tersebut?
Syaikh: Wahai saudaraku yang mulia, ini adalah pertanyaan yang penting dan tepat. Jawabannya bisa disampaikan dari dua tinjauan:
Tinjauan pertama, sesungguhnya dalam usaha kami dan jihad kami ini, kami semata-mata mencari wajah Allah Ta’ala, ridha Allah Ta’ala dan kesesuaian dengan syariat-Nya. Usaha apapun yang menyelisihi syariat Allah Ta’ala tidak akan kami tempuh dan tidak akan kami ikuti, apapun usaha tersebut.
Semua orang mengetahui, wahai saudaraku yang mulia, perjuangan politik yang mereka inginkan kami menempuhnya pada hari-hari ini adalah perjuangan yang dibangun di atas dasar sistem demokrasi.Sistem demokrasi, wahai saudaraku yang mulia, memiliki landasan dan dasar yang menyelisihi sistam Islam.Sistem Islam mengambil sumber hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, kekuatannya dan kekuasaannya dari Syariat Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿أَلاَ لَهُ الـخَلْقُ وَالأَمْرُ﴾
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (QS. Al-A’raf [7]: 54)
Sang Pencipta adalah Allah Ta’ala, demikian pula Sang Pemberi perintah adalah Allah Ta’ala.
Juga sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿إِنِ الـحـُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾
“Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah.” (QS. Yusuf [12]: 40)
Dan juga sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿أَفَحُكْمَ الـْجـَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”(QS. Al-Maidah [5]: 50)
Wahai saudaraku yang mulia, sistem dan hukum menurut kami berdasar agama Islam, hanya ada dua bagian sebagaimana disebutkan oleh para ulama. Di antaranya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh saat menafsirkan firman Allah Ta’ala:
﴿أَفَحُكْمَ الـجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”(QS. Al-Maidah [5]: 50)
Sesunggguhnya hukum itu [kemungkinannya hanya dua], hukum Rabbani [hukum yang bersumber dari Allah Ta’ala] atau hukum jahiliyah.Setiap hukum yang hukum-hukumnya dan kekuasaannya tidak bersumber dari syariat Allah Ta’ala adalah hukum jahiliyah, kita harus menjauhinya, kita harus meninggalkannya dan kita tidak boleh menempuhnya, apapun resikonya.
Tinjauan kedua, wahai saudaraku yang mulia, perkara yang hendak kami jelaskan di sini, sesungguhnya semua orang yang berakal sehat, semua ulama dan semua orang bijaksana telah sepakat bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari apa yang dialami oleh orang lain dan bahwa orang yang sengsara adalah orang yang hanya mau mengambil pelajaran dari dirinya sendiri. Mereka semua juga sepakat bahwa barangsiapa melihat pelajaran pada saudaranya, maka hendaknya ia mengambil pelajaran tersebut.
Jalan perjuangan sekulerisme demokrasi ini telah ditempuh oleh gerakan Islam di banyak Negara, baik pada masa dahulu maupun masa sekarang. Mereka menempuhnya di Aljazair, mereka menempuhnya di Tunisia dan pada hari-hari ini mereka menempuhnya di Mesir. Lalu apa yang terjadi? Apa yang mereka alami? Dan apa yang mereka peroleh?
Mereka [gerakan Islam] tidak lain hanya menjadi kendaraan yang dikendarai oleh orang-orang sekuler untuk merealisasikan keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan kaum sekuler tersebut, lalu mereka dijebloskan ke dalam penjara-penjara. Mereka tidak memperoleh apa-apa, selain kerugian pada aspek prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran, dan mereka rela melepaskan prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran serta kaedah-kaedah, yang sebelumnya mereka imani dan mereka dakwahkan kepada masyarakat.
Kami, wahai saudaraku yang mulia, tidak akan pernah menempuh kecuali jalan Rabb kami yang Dia Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan kepada kita untuk menempuhnya.
Untuk permasalahan ini, kami menasehatkan untuk mengkaji buku:
- Ma’alim fi Ath-Thariq karya Sayid Qutub rahimahullah.
- Laa Ilaaha Illa Allahu: Aqidatun wa Syari’atun wa Minhaaju Hayatin karya Syaikh Muhammad Qutub.
Kami juga menasehatkan untuk mendengarkan serial ceramah syaikh yang mulia, Doktor Iyad Qunaibi yang berjudul “Nushratan lisy-Syari’ah” (Sebagai pembelaan terhadap syariat).
Reporter Al-Manarah Al-Baidha’ : Semoga Allah memberkahi Anda. Wahai syaikh kami, siapa saja ulama yang menjadi rujukan ilmiah kalian?
Syaikh: Wahai saudaraku yang mulia, telah kami jelaskan di depan bahwa kami Jabhah Nushrah adalah bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka rujukan ilmiah kamia adalah para ulama rujukan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi pertama Islam yang mulia yaitu generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in (pengikut mereka dengan baik) sampai hari pembalasan.
Di antara rujukan ilmiah kami yang terpenting lainnya adalah madzhab yang empat [Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hambal] dan pendapat para imam seperti Abdullah bin Mubarak, Al-Awza’i, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Al-Izz bin Abdus Salam.
Di antara rujukan kontemporer kami adalah syaikh Hamud bin Uqla Asy-Syu’aibi dan Syaikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima mereka di sisi-Nya.
Di antara rujukan ilmiah kami lainnya adalah Syaikh doktor Umar Abdurrahman, semoga Allah membebaskan beliau.
Reporter: Wahai syaikh kami, apakah kalian menghormati para ulama dan mau mendengarkan [nasehat dan pelajaran] mereka?
Syaikh: Sesungguhnya menghormati para ulama menurut kami adalah bagian dari ajaran agama, merupakan kewajiban dalam agama kami. Para ulama adalah kaum yang telah Allah Ta’ala tinggikan derajatnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلْمَ دَرَجَاتٍ﴾
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”(QS. Mujadilah [58]: 11)
Juga sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam hadits shahih:
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا»
“Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang tua di kalangan kami, menyanyangi orang muda di antara kami dan mengerti hak ulama di antara kami.” (HR. Ahmad no. 22755 dan Al-Hakim no. 421)
Para ulama adalah para pewaris nabi, para ulama adalah lentera-lentera petunjuk, para ulama adalah bintang-bintang yang menjadi tanda penunjuk arah, kami kembali kepada mereka dan bertanya kepada mereka dalam perkara-perkara yang kami temui, sebagai bentuk dari mengikuti perintah Allah Ta’ala:
﴿فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.”(QS. An-Nahl [16]: 43)
Namun di sini saya ingin mengisyaratkan dua perkara:
Perkara pertama, sesungguhnya Allah Ta’ala telah membebankan kepada para ulama amanat dan tanggung jawab yang besar, dimana gunung-gunung sekalipun merasa berat untuk mengembannya. Allah Ta’ala membebankan kepada para ulama amanat untuk menjelaskan ilmu. Allah ta’ala berfirman:
﴿وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ﴾
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kalian menyembunyikannya.”(QS. Ali Imran [3]: 187)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ، أَلْجَمَهُ اللهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ)يَوْمَ الْقِيَامَةِ(
“Barangsiapa ditanya tentang sebuah ilmu lalu ia menyembunyikannya, niscaya Allah akan membungkam mulutnya dengan tali kekang dari api neraka pada hari kiamat.”(HR. Abu Daud no. 3658, Ibnu Majah no. 266, Ahmad no. 8533, 8638 dan Al-Hakim no. 345)
Dan dalam riwayat lain yang juga shahih tanpa penyebutan lafal “ditanya”, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«مَنْ كَتَمَ عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»
“Barangsiapa menyembunyikan sebuah ilmu, niscaya Allah akan membungkam mulutnya dengan tali kekang dari api neraka pada hari kiamat.”(HR. Ahmad no. 10487 dari Abu Hurairah dan Al-Hakim no. 346 dari Abdullah bin Amru bin Ash, dengan lafal Al-Hakim)
Amanat dan tanggung jawab yang besar berada di pundak para ulama, sebab mereka adalah para ulama yang harus menunaikan tugas-tugas para nabi di tengah umat kita, mereka adalah para ulama yang harus menunaikan tugas-tugas para nabi di tengah umat kita, mereka adalah para ulama yang harus menunaikan tugas-tugas para nabi di tengah umat kita.
Perkara kedua, adalah perkara yang penting namun sedikit sekali orang yang mengingatkannya. Perkara tersebut adalah sesungguhnya istiqamah [kelurusan] umat Islam adalah dengan sikap istiqamah [kelurusan] para ulamanya. Umat Islam tidak akan istiqamah kecuali dengan sikap istiqamah para ulama.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa seorang wanita dari Bani Ahmas datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, lalu bertanya:
مَا بَقَاؤُنَا عَلَى هَذَا الأَمْرِ الصَّالِحِ الَّذِي جَاءَ اللَّهُ بِهِ بَعْدَ الجَاهِلِيَّةِ؟
“Apa yang membuat kita tetap berada di atas perkara yang baik ini [Islam] yang Allah Ta’ala mendatangkannya setelah zaman jahiliyah?”
Abu Bakar menjawab ---dan dengarkanlah jawaban beliau---:
«بَقَاؤُكُمْ عَلَيْهِ مَا اسْتَقَامَتْ بِكُمْ أَئِمَّتُكُمْ»
“Kalian tetap berada di atas perkara yang baik [Islam] ini selama para pemimpin kalian istiqamah.”
Wanita itu bertanya lagi:
وَمَا الأَئِمَّةُ؟
“Apakah para pemimpin itu?”
Abu Bakar balik bertanya:
«أَمَا كَانَ لِقَوْمِكِ رُءُوسٌ وَأَشْرَافٌ، يَأْمُرُونَهُمْ فَيُطِيعُونَهُمْ؟»
“Bukankah pada kaummu ada para pemuka dan tokoh yang memberi mereka perintah lalu mereka menaati perintah mereka?”
Wanita itu menjawab: “Ya.”
Abu Bakar berkata:
«فَهُمْ أُولَئِكِ عَلَى النَّاسِ»
“Mereka itulah yang disebut pemimpin masyarakat.”(HR. Bukhari no. 3834)
Wahai para ulama umat Islam, wahai para ulama umat Islam, sesungguhnya umat Islam akan istiqamah jika kalian istiqamah.
Bertakwalah kalian kepada Allah dalam [mengemban amanah dan tanggung jawab kepada] umat kalian, bertakwalah kalian dalam memperjuangkan dien kalian. Istiqamahlah kalian, niscaya umat Islam akan istiqamah. Istiqamahlah kalian niscaya umat Islam akan menjadi baik, dengan izin Allah Ta’ala.
Demi Allah, kemudian demi Allah, kemudian demi Allah, gerakan kebangkitan jihad yang penuh berkah ini atas karunia dan nikmat Allah Ta’ala tidak lain hanyalah karunia Allah Ta’ala kepada umat Islam ini, berkat keistiqamahan segelintir ulama. Maka para pemuda Islam bangkit di belakang para ulama tersebut, berjalan meniti jejak mereka, mengangkat senjata, mencurahkan nyawa dan waktu mereka agar umat Islam ini mampu istiqamah.
Reporter: Semoga Allah memberkahi Anda, wahai syaikh kami. Apa status hukum orang-orang yang masih berada dalam barisan rezim Nushairiyah Suriah, baik tentara, polisi maupun lainnya?
Syaikh: Saudaraku yang mulia, sesungguhnya tentara dan militer adalah alat rezim, mereka adalah tiang rezim, dengannya rezim menindas, menzalimi dan membantai. Mereka adalah alat yang dipergunakan rezim untuk melindungi dirinya. Mereka pada hakekatnya menyerupai tentara-tentara Fir’aun dan Haman yang Allah Ta’ala berfirman tentang diri mereka:
﴿إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ﴾
“Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.”(QS. Al-Qashash [28]: 8)
Ketika Allah Ta’ala hendak menghancurkan Fir’aun dan kaumnya, Allah Ta’ala menghancurkan tentara-tentaranya bersama mereka. Allah Ta’ala berfirman:
﴿فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي اليَمّ وَهُوَ مُلِيم﴾
“Maka Kami siksa dia dan tentaranya lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedang dia melakukan pekerjaan yang tercela.”(QS. Adz-Dzariyat [51]: 40)
Allah Ta’ala menghancurkan seluruh tentara Fir’aun bersama Fir’aun, Allah Ta’ala menenggelamkanseluruh tentara Fir’aun bersama Fir’aun. Allah Ta’ala juga berfirman tentang para tentara thaghut zaman dahulu dan zaman sekarang:
﴿الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِوَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا﴾
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.”(QS. An-Nisa’ [4]: 76)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ibu kita, Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda:
«يَغْزُو جَيْشٌ الكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ، يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ»
“Sebuah pasukan menyerang Ka’bah, tatkala mereka sampai di sebuah tanah lapang [di luar kota Madinah], mereka dari orang yang berada paling depan hingga orang yang berada paling belakang dibenamkan ke dalam perut bumi.”
Maka ibu kita Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Apakah mereka semua akan ditenggelamkan ke perut bumi, padahal di tengah mereka ada orang-orang yang bukan golongan mereka dan orang yang keluar berperang karena dipaksa?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ»
“Mereka dari orang yang berada paling depan hingga orang yang berada paling belakang dibenamkan ke dalam perut bumi, lalu mereka semua dibangkitkan di akhirat menurut niat masing-masing.”(HR. Bukhari no. 2118)
Allah Ta’ala Maha Mampu untuk menyelamatkan orang yang keluar berperang karena dipaksa dan orang yang bukan termasuk golongan mereka, meski demikian Allah menghancurkan mereka dan menenggelamkan mereka semua ke dalam perut bumi.
Reporter: Ya, wahai syaikh kami. Bagaimana sifat bai’at yang kalian ambil dan kenapa kalian melakukan bai’at?
Syaikh: Saudaraku yang mulia, bai’at merupakan bagian dari permasalah ‘ahd (sumpah, janji kesepakatan) dan mitsaq(janji kesepakatan). Bai’at itu ada dua macam, yaitu bai’at umum dan bai’at khusus.
Bai’at Umum adalah bai’at kepada imam yang tertinggi (khalifah) dan amirul mukminin.
Bai’at khusus adalah bai’at di antara sekelompok kaum beriman, di mana mereka saling berbai’at dan mengikat janji kesepakatan untuk memperjuangkan agama ini.Misalnya mereka saling mengikat janji kesepakatan untuk memperjuangkan agama Allah Ta’ala di sebuah tempat tertentu, atau mereka saling mengikat janji kesepakatan untuk berdakwah di sebuah tempat tertentu.
Wahai saudaraku yang mulia, bai’at khusus ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, diambil:
- Untuk menegaskan komitmen kepada sebuah perintah yang telah Allah ta’ala perintahkan, maka kita mengambil bai’at khusus ini untuk menegaskan kewajiban perintah tersebut.
- Atau bai’at khusus ini diambil, wahaisaudaraku yang mulia, untuk berkomitmen, yaitu berkomitmen dengan sebuah perkara yang hukumnya tidak mencapai tingkatan wajib, maka kita mengambil bai’at khusus ini untuk berkomitmen melaksanakan perkara [yang hukumnya sunnah] tersebut.
Sifat bai’at yang diambil oleh Jabhah Nushrah, wahai saudaraku yang mulia, adalah kami membai’at orang yang diangkat Allah sebagai pemimpin jihad untuk mendengar dan mentaatinya dalam perbuatan kebajikan, kami tidak merampas urusan [kepemimpinan jihad] dari orang yang memegangnya, dan senantiasa berjihad di jalan Allah sampai kami menegakkan Daulah Islam dengan izin Allah Ta’ala dan sampai kami menerapkan syariat Al-Qur’an dengan izin Allah Ta’ala.
Pensifatan yang paling tepat untuk bai’at ini adalah seperti yang dikatakan oleh Syaikh Abu Mush’ab As-Suri di dalam bukunya, Da’watul Muqaawamah, di mana beliau menulis: “Bai’at adalah perjanjian setia dengan Allah Ta’ala untuk berjihad, mendengar dan menaati orang yang diangkat oleh Allah Ta’ala sebagai pemimpin jihad.”
Juga sebagaimana dikatakan oleh doktor Abdullah Azzam rahimahullah: “Ia adalah salah satu sunnah Al-Musthafa shallallahu ‘alaihi wa salam dalam peperangan untuk mengingatkan jiwa akan janji setia yang telah diikat dengan Allah Ta’ala untuk berjihad.”
Di sini saya ingat sebuah perkataan penting Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam perkara ini, ketika beliau menyebutkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:
«إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ»
“Jika tiga orang keluar dalam sebuah perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang sebagai pemimpin rombongan.”(HR. Abu Daud no. 2608)
Beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mewajibkan untuk mengangkat seseorang sebagai pemimpin dalam sebuah perkumpulan yang berjumlah sedikit [3 orang] dan dalam waktuyang singkat seperti safar, untuk mengingatkan hal itu [wajibnya mengangkat seorang sebagai pemimpin] dalam seluruh jenis perkumpulan lainnya.” Beliau menyebutkan di antara perkumpulan tersebut adalah jihad. (Majmu’ Fatawa, 28/390)
Perkara [bai’at] ini, wahai saudaraku yang mulia, adalah perkara yang disyariatkan, dikenal luas dan diamalkan dalam syari’at Islam dan di kalangan generasi salaf umat Islam, dengan izin Allah Ta’ala.
Reporter: Wahai syaikh kami, apakah kemenangan itu memiliki sebab-sebab ataukah kemenangan itu akan diraih pihak yang lebih kuat?
Syaikh: Wahai saudaraku yang mulia, sesungguhnya kemenangan itu sebenarnya berada di tangan Allah Ta’ala.
﴿وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِندِ اللّهِ﴾
“Dan tidaklah kemenangan itu melainkan semata-mata dari sisi Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 126)
Namun Allah Ta’ala menciptakan sebab-sebab dan sarana-sarana untuk meraih kemenangan.Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengambil sebab-sebab dan sarana-sarana tersebut.
Di antara sebab-sebab terpenting kemenangan, wahai saudaraku yang mulia, adalah:
- Ikhlas karena Allah Ta’ala semata.
- Jujur dan tulus kepada Allah Ta’ala.
- Meminta pertolongan dan bersandar kepada Allah Ta’ala semata.
- Berserah diri kepada Allah Ta’ala semata.
Sesungguhnya kita, wahai saudaraku yang mulia, tidak akan mendapatkan kemenangan kecuali dengan [pertolongan] Allah, kita tidak berperang kecuali dengan [pertolongan] Allah. Dengan [pertolongan] Allah kita berperang, dengan [pertolongan] Allah kita berusaha, dan dengan [pertolongan] Allah kita bergerak. Tidak ada yang memberikan pertolongan [kemenangan[ kepada kita selain Allah, tidak ada yang memberikan pertolongan [kemenangan[ kepada kita selain Allah, tidak ada yang memberikan pertolongan [kemenangan[ kepada kita selain Allah.
Oleh karena itu, wahai saudaraku yang mulia, aku nasehatkan kepada diriku sendiri dan aku nasehatkan kepada setiap mujahid yang berperang di jalan Allah, hendaknya mengikhlaskan jihadnya bersama Allah, hendaknya tulus dan jujur dalam jihadnya kepada Allah, hendaknya jujur dalam meminta pertolongan dan bantuan kepada Allah dan hendaknya berserah diri kepada Allah Ta’ala.
Jika kita telah ikhlas karena Allah, kita telah jujur kepada Allah dan kita bersandar kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Ta’ala akan menolong kita sebagaimana Allah menolong para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam meskipun jumlah mereka sedikit dan peralatan perang mereka sedikit. Dengan izin Allah kemenangan Badar akan terulang kembali, dengan izin Allah kemenangan perang Ahzab akan terulang kembali. Allah akan menolong [memenangkan] kita sebagaimana Allah telah menolong [memenangkan] salafush shalih. Dengan izin Allah, kemenangan perang Hithin dan kemenangan perang Yarmuk akan terulang kembali. Namun kita harus ikhlas karena Allah dalam jihad, kita harus jujur dan tulus kepada Allah dalam jihad kita.
Di antara sebab-sebab lain datangnya kemenangan, wahai saudaraku yang mulia adalah ketakwaan dan ketaatan.
Kita tidak memerangi musuh kita dengan [mengandalkan] banyaknya jumlah personil dan kuatnya peralatan perang kita, namun kita memerangi mereka dengan ketaatan kita kepada Allah. Jika kita dan musuh kita sama-sama bermaksiat, niscaya musuh akan meraih kemenangan atas kita. Jika kita dan musuh sama-sama bermaksiat, niscaya musuh akan meraih kemenangan atas kita, sebagaimana dikatakan oleh sahabat Al-Faruq Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا﴾
“Barangsipa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan untuknya jalan keluar [atas kesulitan yang ia hadapi].” (QS. At-Thalaq [65]: 2)
Allah Ta’ala juga berfirman:
﴿إِنّ اللَّهَ مَعَ الـمُـَّتقِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”(QS. At-Taubah [9]: 123)
Di antara sebab-sebab lain datangnya kemenangan, wahai saudaraku yang mulia adalah bagusnya pengaturan [manajemen], bagusnya perencanaan dan bagusnya persiapan sesuai kadar kemampuan. Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ﴾
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan (persiapkan) kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian.” (QS. Al-Anfal [8]: 60)
Allah Ta’ala juga berfirman:
﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kadar kemampuan kalian!” (QS. At-Taghabun [64]: 16)
Di antara sebab-sebab lain datangnya kemenangan, wahai saudaraku yang mulia adalah bersatu, menanggalkan perpecahan dan perselisihan.Sebagaimanafirman Allah Ta’ala:
﴿وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ﴾
“Janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kalian menjadi gagal dan hilang kekuatan kalian.” (QS. Al-Anfal [8]: 46)
Jika kita, wahai saudaraku yang mulia, telah meraih sebab-sebab kemenangan ini ---dengan izin Allah Ta’ala--- maka sesungguhnya Allah Ta’ala akan memenangkan kita meskipun jumlah personil dan peralatan perang kita sedikit. Dengan demikian kita telah menolong [agama] Allah Ta’ala sehingga Allah Ta’ala akan menolong kita, sebagaimana firman-Nya:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ﴾
“Hai orang-orang mukmin, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian…” (QS. Muhammad [47]: 7)
Juga sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الغَالِبُونَ﴾
“Dan sesungguhnya tentara Kami [para nabi dan kaum beriman] itulah yang pasti menang.” (QS. Ash-Shafat [37]: 173)
Dengan melaksanakan sebab-sebab kemenangan di atas, maka kita menjadi tentara Allah Ta’ala.
Reporter: Semoga Allah memberi manfaat melalui Anda, wahai syaikh kami. Kami ingin Anda menyampaikan nasehat kepada kaum muslimin secara umum dan kepada mujahidin secara khusus.
Syaikh: Saya mewasiatkan kepada diriku sendiri dan kepada kaum muslimin secara umum dengan wasiat Allah Ta’ala kepadda orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ﴾
“Dan sungguh Kami telah mewasiatkan [memerintahkan] kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan (juga) kepada kalian; bertakwalah kepada Allah.”(QS. An-Nisa’ [4]: 131)
Saya mewasiatkan kepada diriku sendiri dan kepada kaum muslimin secara umumserta secara khusus kepada para penuntut ilmu [pelajar, santri], para ulama, para ahli berpengalaman, para kader ilmiah dan para pekerja ahli [dokter, insinyur, dan lain-lain] saya katakan kepada mereka:
Wahai saudara-saudaraku dan orang-orang yang kucintai, sesungguhnya penduduk Syam meminta pertolongan kalian dan meminta bantuan kalian. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman:
﴿وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ﴾
“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan.” (QS. Al-Anfal [8]: 72)
Wahai saudara-saudaraku, bangkitlah kalian untuk menolong penduduk Syam dengan apa saja yang kalian miliki. Bangkitlah kalian untuk menolong penduduk Syam dengan nyawa, harta dan ucapan kalian. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda:
«جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ»
“Berjihadlah melawan orangporang musyrik dengan harta, nyawa dan ucapan kalian.”(HR. Abu Daud no. 2504, An-Nasai no. 3096 dan Ahmad no. 12246, dan Al-Hakim no. 2427)
Wahai saudara-saudaraku dan orang-orang yang kucintai, siapakah yang akan menolong agama Allah di negeri Syam?
Siapakah yang akan menolong kitab Allah di negeri Syam?
Siapakah yang akan menolong rumah-rumah Allah di negeri Syam?
Siapakah yang akan menolong wanita-wanita Ahlus Sunnah di negeri Syam?
Siapakah yang akan menolong wanita-wanita Ahlus Sunnah yang suci di penjara-penjara Nushairiyah?
Siapakah yang akan menolong wanita-wanita Ahlus Sunnah yang suci dari kebiadaban rezim durjana ini?
Wahai saudara-saudaraku dan orang-orang yang kucintai, jika kalian tidak menolong penduduk Syam, apakah pihak Barat akan menolong mereka?
Tidak akan, demi Allah.
Maka bangkitlah kalian untuk menolong mereka, sebab mereka adalah saudara-saudara kalian dan orang-orang yang seagama dengan kalian.
Bangkitlah kalian dan berangkat berperanglah kalian untuk menolong mereka, karena Allah Ta’ala telah mewajibkan kalian untuk menolong mereka.
Saya mewasiatkan kepada mujahidin secara khusus dan penduduk negeri Syam secara umum untuk teguh di atas jalan ini, teguh di atas jalan jihad, karena sesungguhnya jihad adalah jalan menuju kemuliaan, kekuasaan dan penegakan Daulah Islam dengan izin Allah Ta’ala.
Saya menasehatkan kepada mereka dan kepada diriku sendiri untuk tidak meninggalkan jalan jihad ini sampai kita berhasil menerapkan syariat Islam di atas bumi yang suci ini, dengan izin Allah Ta’ala.
Saya menasehatkan kepada mereka dan kepada diriku sendiri untuk berjama’ah dan bersatu di bawah kalimat tauhid, di bawah panji tauhid, karena sesungguhnya jama’ah [persatuan] itu rahmat dan perpecahan itu azab. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:
«الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ»
“Jama’ah itu adalah rahmat dan perpecahan itu adalah azab.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah no. 93)
Saya mewasiatkan dan menasehatkan kepada mereka untuk berjama’ah karena sesungguhnya tangan Allah Ta’ala bersama jama’ah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:
يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ،
“Tangan Allah bersama jama’ah.”(HR. Tirmidzi no. 2166 dari Ibnu Abbas, An-Nasai no. 4020, Ibnu Hibban no. 4577 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 17/144 no. 362 dari Arfajah bin Syuraih)
Dalam perpecahan terdapat kerugian dan azab di dunia maupun akhirat.Janganlah kalian berselisih sehingga kalian gagal dan kekuatan kalian hilang.
Inilah nasehatku, inilah wasiatku kepada saudara-saudaraku mujahidin secara khusus dan kaum muslimin secara umum.
Ya Allah, sesungguhnya kami menitipkan kepada-Mu jihad penduduk Syam.
Ya Allah, sesungguhnya kami menitipkan kepada-Mu jihad penduduk Syam.
Ya Allah, sesungguhnya kami menitipkan kepada-Mu jihad penduduk Syam.
Ya Allah, hidupkanlah kami untuk [memperjuangkan] agama-Mu dan matikanlah kami di jalan-Mu.
Semoga shalawat, salam dan berkah senantiasa dilimpahkan kepada pemimpin kita, Nabi Muhammad, dan kepada seluruh nabi dan rasul lainnya.
Reporter: Di akhir pertemuan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada fadhilah Doktor Syaikh Sami Al-Uraidi (Abu Mahmud) yang telah membela kehormatan mujahidin dan bersikap tulus kepada kaum muslimin. Semoga Allah memberkahi Anda.
Wassalamu’alaykum wa rahmatullah wa barakatuh.
Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’
Dzulhijah 1434 H/Oktober 2013 M
Penerjemah: Muhib Al Majdi
Sumber : Arrahmah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar