Sabtu, 03 Desember 2011

Mengungkap Misi Terselubung Amerika cs Terhadap Umat Islam di Indonesia (Bag.1)


Mereka Mengincar 800 Ribu Masjid Dan 40 Ribu Pesantren Di Indonesia
Nasib Umat Islam Indonesia: Dijadikan sasaran pemusyrikan baru dengan nama pluralisme agama (istilah pluralisme agama itu bukan dari Islam maka Ummat Islam tidak faham). Pluralisme agama alias Pemusyrikan baru alias pemurtadan itu dilancarkan lewat pendidikan tinggi Islam se-Indonesia: IAIN, UIN, STAIN, STAIS dll. (Baca buku Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN)
Giliran kini 800 ribu masjid dan 40 ribu pesantren diincar proyek pemunafikan yakni Islam biar saja diucapkan asal tidak diamalkan dengan sebenarnya. Proyek itu bukan dinamai pemunafikan tapi dari nama asing pula biar Ummat Islam tidak faham, yakni namanya deradikalisasi.
Orang-orang munafik (yang biasanya memang bekerjasama dengan orang-orang kafir) dari awalnya sudah digambarkan kebusukannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an, di antaranya:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ [البقرة/11، 12[
“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. (QS Al-Baqarah/2: 11, 12).
Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
***
Sejak tahun 1975-an Perguruan Tinggi Islam di Indonesia diubah kiblatnya, dari Islam ke sekuler Barat, dan terus menerus secara sistematis hingga mencapai “kesuksesan” dalam proyek pemurtadan dengan pemusyrikan baru yang dinamai seolah keren yakni pluralsme agama telah merata di perguruan tinggi Islam se-Indonesia: IAIN, STAIN, UIN, STAIS dan semacamnya. Kini justru pemurtadan alias pemusyrikan baru alias pluralisme agama alias liberal itu telah ditularkan ke perguruan tinggi umum di antaranya UI. Tentang pemurtadan lewat pendidikan tinggi Islam itu sendiri dapat dibaca di buku Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN.
Proyek lain, tampaknya kini melalui aneka jalur, bahkan mengincar 800 ribu masjid dan 40 ribu pesantren. Proyek lain itu apa, dapat dibaca di tulisan ini.
Kini proyek deradikalisasi menggunakan semua lini dan sektor, mulai dari menghaire mantan teroris (Nasir Abbas, Said Aqil Siraj, dkk) maupun politisi (Nusron Wahid), akademisi, membentuk LSM (Lazuardi Birru), membentuk lembaga taktis (pusat studi deradikalisasi di kampus-kampus, membentuk forum-forum seperti Forum Komunikasi Praktisi Media Nasional (FKPMN), menerbitkan buku, komik, bahkan melakukan kerjasama dengan lembaga keagamaan yang punya otoritas seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam rapat tertutup dengan Komisi III DPR, BNPT mengajukan anggaran sebesar Rp. 126 milyar untuk proyek deradikalisasi. Sumber di DPR menyebutkan, melalui proyek ini BNPT akan menargetkan 800 ribu masjid dan 40 ribu pesantren sebagai mitra BNPT. Faktanya BNPT kini sudah menandatangani kerjasama dengan beberapa ormas Islam untuk proyek deradikalisasi.
Masyarakat dibuat jengkel, pasalnya penanganan separatisme selama ini lambat dan terkesan tidak pernah selesai. Pemerintah Indonesia sering beralasan bahwa penanganan separatisme tidak boleh melanggar HAM. Tekanan media dan pihak asing begitu kuat mengontrol penanganan separatisme. Lain halnya dengan penanganan terorisme, pihak keamanan cenderung mengabaikan HAM, asal tembak, dan penuh dengan penyiksaan. Di sisi yang lain, media tidak mengontrol dengan berita yang berimbang akan tetapi menjadi sound sepihak bagi Densus 88.
Kesenjangan antara penanganan terorisme dan separatis sudah dimulai SBY ketika menjabat sebagai Menko Polkam. SBY mendorong Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke PBB sebagai organisasi yang terlibat dalam aksi terorisme. Indonesia kemudian memberi briefing pada 115 dubes dan perwakilan lembaga internasional mengenai aksi teror yang dilakukan GAM. Perlakuan tersebut berbeda dengan perlakukan yang diberikan kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, padahal OPM juga menebar teror. Kasus ini menggambarkan bahwa separatis yang berafiliasi atau bersentuhan dengan identitas Islam lebih cenderung di “terorisasi” ketimbang separatis yang beridentitas Kristen, seperti Republik Maluku Selatan (RMS), maupun OPM.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala kekuasaannya dengan sangat mudah dapat menelanjangi dan membongkar kebusukan kelompok-kelompok yang berbuat makar kepada umat Islam. Dalam sebuah acara di Universitas Paramadina Jakarta awal Mei lalu, Ansyaad Mbai sukses dipermalukan seorang jurnalis muslim gara-gara menyebut Usamah bin Ladin telah dikafirkan ulama Saudi. Ia juga pernah menjadi bahan tertawaan para jurnalis karena ‘keseleo’ lidah saat menyebut salah satu situs radikal, dengan sebutan: arrahman.com. Padahal situs itu adalah milik komposer lagu-lagu Bolywood, AR Rahman.
Adanya ‘keresahan’ sejumlah diplomat asing yang negaranya mengucurkan dana bantuan untuk BNPT. Apalagi setelah anggarannya dinaikkan secara fantastis. Seperti diberitakan JPNN, Sabtu (17/9/2011) dalam APBN 2012, BNPT mendapatkan alokasi dana hampir setengah triliyun, tepatnya Rp 476. 610.160.701.000.- Uang tiket saja dikorupsi, bagaimana dengan uang ratusan milyar?
Insya Allah kita akan menguraikannya secara bertahap, dikutip dari suaraislam online.
***

Deradikalisasi: LSM Komprador Meraup Uang, Menghancurkan Umat
Deradikalisasi merupakan mega proyek internasional. Amerika melancarkan proyek deradikalisasi untuk mengeliminasi perkembangan entitas Islam yang luar biasa dahsyatnya. Isu terorisme diciptakan melalui peledakan WTC 11 September 2001, lalu dibuat program War On Terrorism yang sesungguhnya adalah perang melawan Islam. Afghanistán diserbu, menyusul kemudian Irak.
Tapi perang fisik itu melelahkan Amerika, menghabiskan banyak biaya dan ribuan tentara Amerika mati di medan laga, serta menuai kecaman dalam negeri. Perang melawan Islam harus diubah strateginya. Jika perang fisik, Islam sulit dikalahkan, bagaimana kalau Islam dihancurkan dari dalam..?
Deradikalisasi menjadi pilihan untuk menghancurkan Islam dari dalam, agar umat Islam tidak mengaplikasikan ajaran Islam yang sebenarnya. Rand Corporation, lembaga riset yang 80 % anggotanya Yahudi (yang menjadi rujukan pemerintah Amerika) merekomendasikan program deradikalisasi untuk diterapkan di negara-negara Islam. Mesir, Pakistan dan Indonesia segera terkena getah deradikalisasi.
Deradikalisasi tak mungkin bisa berjalan lancar jika tidak didukung elemen-elemen lokal. Di Indonesia, proyek deradikalisasi dikumandangkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). BNPT mempunyai anggaran 500 milyar diperoleh dari APBN, dan khusus untuk proyek deradikalisasi 15 milyar.
Jawa Pos New Network menurunkan Rincian Anggaran untuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga diberi porsi yang besar dalam APBN 2012. Untuk program pencegahan dijatah dana Rp 40 M. Untuk operasi deradikalisasi dijatah Rp 12,5 M. Sedangkan untuk operasi penindakan Rp 40 M dan kerjasama internasional Rp 10 M. Ditambah dengan anggaran rutin untuk pegawai, belanja peralatan, kendaraan operasional dan sebagainya total BNPT mendapat dana Rp 476,6 Miliar tepatnya Rp 476. 610.160.701.000. Tentu banyak pihak yang bersedia menggelindingkan proyek deradikalisasi dengan dana milyaran tersebut.
Dengan anggaran sebesar itu, BNPT akan lebih leluasa menggandeng beberapa mitra tertentu untuk melancarkan proyek deradikalisasi. Sebelumnya, BNPT telah bekerjasama dengan misalnya Lazuardi Birru, Setara Institut, TNI, Polri, MUI, serta LSM komprador lainnya.

Lazuardi Birru
Lembaga Kajian yang baru berdiri tahun 2009 ini konon dilandasi tags-line menolak fenomena kekerasan yang terjadi mengatasnamakan agama. Lazuardi Birru kini terus mencuat gara-gara menggelindingkan proyek deradikalisasi. Lazuardi Birru menjadi pembicaraan di kalangan aktifis Islam setelah menerbitkan Komik “Kutemukan Makna Jihad”, mengisahkan perjalanan hidup antara lain Nasir Abbas, mantan Ketua Mantiqi 3 Jamaah Islamiyah (JI). Komik ini jelas berbau proyek deradikalisasi, sarat dengan eliminasi makna jihad yang sesungguhnya yang selama ini dipahami oleh umat Islam. Komik pertama yang diluncurkan Lazuardi Birru adalah “Ketika Nurani Bicara” pada tahun 2010 yang berkisah tentang Bom Bali.
Lazuardi Birru juga melakukan berbagai penelitian dan survey terkait deradikalisasi. Pekan pertama Juli lalu, Lazuardi Birru melansir hasil penelitiannya, mengidentifikasi sedikitnya ada 13 daerah rawan terorisme di Indonesia.
Dari sisi indeks radikalisme dan terorisme, seperti ditulis Pelita online, Lazuardi Birru mengadakan penelitian di 33 propinsi, yang tinggi angka indeksnya adalah Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, dan Banten.
Menanggapi hal itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath meragukan hasil survei yang dilakukan Lazuardi Biru : ”Tiga provinsi itu semua merupakan daerah dengan penduduk mayoritas Muslim. Dari itu sudah terlihat ke mana arah survei itu, dan dari mana duit membiayai surveinya,” kata Khatthath.
Khatthath mempertanyakan provinsi seperti Maluku, misalnya, yang diketahui selama 10 tahun terakhir ini sebagai daerah paling rawan konflik agama dengan korban yang tak sedikit. ”Tanyakan kepada Lazuardi Biru itu, bagaimana dengan indeks Maluku? Tentu tak tinggi karena penduduknya tidak mayoritas Muslim,” katanya.
Menurut Khatthath Lazuardi Biru adalah LSM yang mendukung program-program BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) terutama tentang deradikalisasi. Padahal BNPT yang dipimpin Irjen Polisi Ansyaad Mbai itu selama ini, menurut Khatthath, menyebarkan ajaran Islam tentang Jihad dengan salah. ”Jihad ya tetap jihad, tak bisa ditafsirkan seenaknya untuk kepentingan penguasa, apalagi kepentingan Amerika Serikat,” ujar Khatthat.
Lazuardi Birru juga menyebutkan hasil penelitiannya yang menyebut 1,8 juta penduduk Indonesia terindikasi terorisme. Selain itu, juga mengadakan pelatihan guru agama se-Jawa Barat. Pelatihan tersebut bertema ‘Guru yang Humanis dan Berbhineka’. Pelatihan yang dilaksanakan pada 17-18 Oktober ini diikuti oleh sekitar 320 guru agama se-Jawa Barat. Guru-guru agama ini adalah pengajar agama di sekolah tingkat menengah dan atas. Pelatihan bertempat di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Setara Institute
Lembaga yang dipimpin Hendardi ini pernah menggegerkan kalangan Islam dengan penelitiannya Radikalisme agama di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan Jawa Barat dengan tujuan menyajikan wajah-wajah organisasi Islam yang dituduhnya radikal. FPI, FUI, MMI, bahkan Dewan Da’wah dikategorikannya sebagai organisasi yang mendukung radikalisme. Penelitian yang serampangan itu membuat banyak tokoh Islam geram dan banyak pula yang menganggap penelitian Setara Institute itu ‘sampah’.
Setara Institute pimpinan Hendardi ini juga seringkali menuduh umat Islam intoleran, anti pluralisme, dan menentang kebebasan beragama. Pada 16 Nopember, Setara Institute menggerakkan Hari Pluralisme Internasional dengan mengirim 2011 kartu pos kepada Presiden SBY, dengan pesan agar pemerintahan SBY menindak tegas ormas Islam yang anti pluralisme dan selalu melakukan kekerasan. SBY — menurut kartu pos itu — juga diharapkan lebih memperhatikan nasib minoritas yang selalu tertindas di negeri mayoritas Islam ini.
Kalimat terakhir di atas, seolah umat Islam tidak punya toleransi, jelas terbalik faktanya. Sebab, hanya Indonesia satu-satunya negara di muka bumi yang memberikan hari libur nasional 3 kali setahun kepada umat Nasrani. Budha, Hindu dan Khong Hu Chu juga diberi hari libur satu hari.
Apakah Islam diberi hari libur pada hari keagamaannya di Amerika, dan Eropa..? Tidak ada..! Inilah faktanya yang tidak terbantahkan. Betapa Barat hanyalah omong kosong soal pluralisme dan toleransi, sama halnya soal demokrasi dan HAM, Barat selalu menerapkan standar ganda.

Yayasan Prasasti Perdamaian
Yayasan ini dipimpin Noor Huda Ismail sebagai Direktur Eksekutif. Dia alumni pesantren Ngruki yang belum lama ini meluncurkan buku “Temanku Teroris?”. Buku ini berkisah tentang pertemanan Noor Huda dengan Fadlullah Hasan bekas temannya waktu di pesantren Ngruki, yang kini menjadi tahanan karena terorisme.
Memang Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) lebih mengkhususkan diri menangani tertuduh terorisme yang sudah divonis, menjauhkan dan menseterilkan diri dari akar jamaahnya serta memberikan dampingan perekonomian.
Sejak 2007 YPP membina para napi terorisme dengan memberikan proyek-proyek usaha, seperti pertambakan, pertukangan, bangunan dan usaha kecil lainnya. Konon sudah belasan napi mengikuti proyek ini, terutama di daerah Jawa Tengah.

Forum Komunikasi Praktisi Media Nasional (FKPMN)
FKPMN dipimpin Wahyu Muryadi, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo. Forum ini bersama MUI menerbitkan sebuah buku saku “Halaqah Penanggulangan Terorisme (Peran Ulama dalam Mewujudkan Pemahaman Keagamaan yang Benar)”. Buku ini berisi Fatwa MUI tentang Terorisme, dan SK Pembentukan Panitia Halaqah Nasional, Khutbah dengan materi Deradikalisasi.
Buku ini sempat menggegerkan kalangan umat Islam. Sebagian besar tokoh umat menilai buku ini merupakan proyek terkait War On Terrorism pimpinan Amerika, yang memberi stigma negatif terhadap Islam.
Lebih disesalkan lagi, kenapa MUI sampai tak bisa mengelak harus menjerumuskan diri ikut-ikutan menggarap proyek deradikalisasi yang sesungguhnya memberikan pemahaman dien yang tidak semestinya.
Banyak tokoh Islam menyesalkan sikap MUI tersebut. Sehingga mestinya ke depan MUI harus indepeden sekaligus sebagai mediator untuk diadakan dialog yang syar’i, ilmiah, dan terbuka diantara kaum Muslimin terlebih maksud “baik” MUI menggelar acara Halaqah Penanggulangan Terorisme bertujuan untuk: Meluruskan Pandangan umat Islam tentang makna Jihad, khususnya dalam rangka mendudukkan secara benar konsep Jihad.
Menjawab pertanyaan Suara Islam, mengapa LSM-LSM mendukung program deradikalisasi, Habib Rizieq Syihab, Ketua Umum FPI menegaskan, LSM-LSM pendukung Proyek Deradikalisasi pada umumnya adalah LSM-LSM komprador. Mereka memang antek asing yang bekerja untuk kepentingan asing, sekaligus mereka ingin meraup materi untuk memenuhi nafsu serakah dan syahwat kemaruk mereka, baik dari APBN mau pun dana bantuan asing. Yang wajib diwaspadai adalah keterlibatan para oknum jenderal “Kristen Radikal” semacam Goris Mere dan Petrus Reinhard Golosse dalam proyek Deradikalisasi.
Karena oknum-oknum tersebut patut “ditengarai” telah memanfaatkan proyek tersebut untuk menyudutkan umat Islam, bahkan telah dengan secara licik dan jahat menggunakan Densus 88 untuk membunuhi orang-orang yang tidak disukai mereka dan kelompoknya, dengan dalih perang melawan terorisme, sekaligus untuk meraup uang jutaan dolar dari AS dan sekutunya. Karenanya, kami mendorong parlemen dan pemerintah untuk menangkap dan memeriksa serta mengadili oknum-oknum tersebut di pengadilan HAM atas “dugaan” kejahatan kemanusiaan yang mereka telah dan sedang lakukan. (msa dari berbagai sumber)

http://www.suara-islam.com/tabloid.php?tab_id=35
Share on :

1 komentar:

Fakta Unik Terselubung mengatakan...

Ternyata banyak juga organisasi terselubung, semoga saja umat Islam di Indonesia selalu terlindungi

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011