Al-Quran mengajukan suatu norma sejarah bagi kehidupan suatu bangsa/umat yang akan mengalami kehancuran. Diantaranya pada ayat-ayat berikut ini :
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Qs. Al-Isra’ : 16)
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata : "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". (Qs. Saba’ : 34)
Tentang mereka yang hidup mewah ini masih bisa dilacak pada ayat-ayat berikut :
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia : "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum”. (Qs. Al-Mu’minun : 33)
“Hingga apabila Kami timpakan adzab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong”. (Qs. Al-Mu’minun : 64)
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa”. (Qs. Huud : 116)
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi Peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (Qs. Az-Zukhruf : 23)
Mereka ini adalah orang-orang yang kufur terhadap sistem kehidupan yang dibawa oleh para rasul dan mendustakannya. Mereka mengikuti sistem kehidupan dzalim yang tidak berkeadilan, mereka tamak dan rakus sebagai akibat dari sistem riba-nya.
Dari ayat-ayat tersebut kita mendapat penjelasan :
Pertama : Bentuk kalimat bersyarat pada surat Al Isra’ : 16 di atas menerangkan kepada kita, bahwa adanya kaitan antara mereka yang hidup mewah dengan kehancuran mereka sebagai konsekuensi-nya dan karena penentangannya kepada sistem yang dibawa oleh para rasul. Terbelahnya suatu masyarakat atau dunia ke dalam dua kategori, yaitu kelompok kecil si kaya yang mewah dan massal si miskin yang sengsara adalah merupakan pertanda akan hancurnya tatanan dan komunitas tersebut.
Kehidupan mewah para pemilik kebijakan dan para penentu arah suatu negeri yang umumnya hanya beberapa gelintir saja di mana massal manusia hidup miskin dan papa adalah merupakan pertanda telah dekatnya kehancuran tatanan bangsa tersebut. Atau dalam level dunia, hanya beberapa gelintir negara saja yang kaya raya, sementara seratusan negara hidup dalam kemiskinan. Maka hal ini merupakan pertanda bahwa sistem yang sedang berlaku sudah mendekati kebangkrutannya.
Kedua : Penentangan mereka yang hidup mewah terhadap para rasul bukanlah terjadi hanya satu kali, tetapi berulang-ulang sebagaimana dinyatakan dalam surat Sabaa : 34 di atas.
Ketiga : Selalu ada kaitan negatif dan kontradiktif antara misi-misi ilahi dalam kehidupan sosial masyarakat dengan posisi yang diambil oleh mereka yang congkak dan hidup mewah. Bisa dikatakan, bahwa mereka yang hidup mewah adalah penentang-penentang alamiah terhadap dakwah para rasul dalam suatu masyarakat.
Dalam berbicara norma sejarah, ukuran hidup mewah tidak ditimbang dengan timbangan individual, sebab sejarah tidak berbicara individu, tetapi berbicara sebuah sosial masyarakat. Qaryah, yakni penghuninya, yaitu suatu umat atau bangsa. Bagaimana sikap para penguasa dan para pendukungnya yang hidup mewah di suatu negeri atau dunia terhadap dakwah ilahiyah yang diusung oleh para rasul dan para penerusnya.
Masalah sosial ini bisa dilihat dalam ruang dan waktu sejarah masa lalu sebagai fakta. Kita ambil misalnya fakta sejarah Firaun dan Bani Israil. Secara akal telanjang, tidak mungkin Nabi Musa dan Bani Israil yang tertindas tanpa senjata bisa mengalahkan Firaun dan wadya-baladnya yang hidup mewah dengan persenjataan yang sangat lengkap. Tetapi dalam realitas, ternyata kemustahilan itu menjadi terpecahkan. Bahwa Allah berkehendak lain, sebagaimana firman-Nya :
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada mereka yang tertindas (Bani Israil) di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka para pemimpin, serta menjadikan mereka yang mewarisi (bumi)”. Dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi, dan Kami perlihatkan kepada Firaun dan Haman bersama balatentaranya apa yang mereka takutkan”. (Qs. Al-Qashash : 5-6)
Dengan munculnya Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman sebagai Khalifah di bumi (Qs. Shad : 26), maka sempurnalah firman-Nya dan terbuktilah sebagai fakta sejarah yang tak terbantahkan. Mereka Bani Israil yang selama 400 atau 430 tahun menurut Bibel diperbudak di Mesir, tetapi ketika di Palestina mereka menjadi penguasa dan pewaris bumi. Hanya karena kedurhakaan Bani Israil sendirilah mereka terusir kembali dari tanah yang dijanjikan. Sejarah ini pun pasti berulang kembali.
Sebenarnya, Bani Israil tidak harus menunggu kedatangan Nabi Dawud, di zaman Nabi Musa pun Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjanjikan kemenangan buat mereka, tetapi karena kekeras-kepalaan merekalah melawan Nabinya sehingga kemenangan mereka diundur sampai kedatangan Nabi Dawud.
Ketika Nabi Musa memerintahkan berperang kepada Bani Israil untuk melawan Penguasa Palestina, Bani Israil men-jawab :
“Wahai Musa, sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di sana, maka pergilah engkau bersama Tuhan-mu dan berperanglah kamu berdua, biarlah kami menunggu di sini”. Sehingga akhirnya Musa meratap : “Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku (Harun), sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu”. (Qs. Al-Maidah : 24-25)
Akhirnya, sepeninggal Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, daging Bani Israil dicabik-cabik oleh harimau Mesir, oleh singa Romawi dan macan Babylonia, kemudian sisanya terpencar ke seantero dunia sebagai diaspora. Tetapi karena kedurjanaan mereka jugalah sejarah akan berputar ke titik semula. Begitulah Allah pergilirkan antara hari-hari kemenangan dan kekalahan, antara masa-masa kejayaan dan kesialan, antara yang tertindas-hina dan penguasa mewah, sebagaimana pergiliran siang dan malam.
Terbelahnya suatu masyarakat, baik tingkat nasional maupun dunia, merupakan akibat dari suatu sistem. Dan di dunia sekarang ini kita tidak sulit mencari biang keroknya, itulah dia Kapitalisme-Individualisme dan Sosialisme-Komunisme, sebagai anak kembar dari Naturalisme.
Kedua sistem inilah yang telah menyengsarakan banyak negara dan menaikkan beberapa gelintir negara menjadi kaya raya, baik dengan penjajahan fisik secara langsung maupun penjajahan sistem secara tidak langsung.
Peristiwa sejarah akan terus berulang di atas prinsip yang sama meskipun dengan wajah, ruang dan waktu yang berbeda. Barat yang kapitalis adalah penjelmaan kembali Romawi pada abad ke-7 M, dan Timur yang sosialis adalah reinkarnasi dari Persia pada abad yang sama, menjelang kedatangan sistem kehidupan baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian pertarungan ketiga kekuatan itu akhirnya dimenangkan oleh kekuatan yang baru, yang melenyapkan sistem riba.
Maka, tampakkanlah kepada dunia konsep kehidupan yang telah dicontohkan oleh Rasul serta para khalifah sesudahnya. Kini dunia tengah menunggu sistem baru. (suara-media)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar