Hari ini berapa banyak para pemimpin Islam dan orang-orang Islam yang meminta perlindungan, pertolongan, dan memberikan wala' (loyalitas) nya kepada Yahudi dan Nashrani, dan bahkan mengikuti cara hidup mereka. Mengapa para pemimpin Islam dan orang-orang Islam bersikap demikian? Karena didalam dada mereka sudah tertanam adanya : "khauf" (rasa takut).
Maka Allah Rabbul Alamin menurunkan diktum (undang-undang) yang bersifat final dan baku, yang menjadi hukum dasar bagi para pemimpin Islam dan orang-orang Islam, bagaimana mensikapi golongan Yahudi dan Nashrani. Dalam seluruh aspek kehidupan yang ada. Firman-Nya :
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nashrani sebagai teman setiamu, mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. Al-Maidah :51)
Dalam tafsir Ath-Thabari, menjelaskan, bahwa menurut riyawat As-Suddi, ketika terjadi perang Uhud, dan suasana semakin mencekam, ada sebagian orang Islam yang merasa takut tertawan oleh orang-orang kafir. Mereka pun bermaksud mencari perlindungan kepada orang Yahudi di negeri Dahlak, dan orang-orang Nashrani di Syam, dan bersedia mengikuti cara hidup mereka. Maka turunlah ayat Al-Maidah : 51, yang melarang mereka melakukan perbuatan itu.
Menurut Ath-Thabari ayat ini menjelaskan urusan wala’ (loyalitas). Allah melarang orang-orang beriman untuk berwala' kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani dengan cara menjadikan mereka pemimpin, penolong, teman setia, dan mengikuti cara hidup mereka. Karena barangsiapa melakukan hal itu, maka Allah akan menggolongkan ke dalam golongan orang-orang yang diikuti baik itu Yahudi ataupun Nashrani.
Maka, orang-orang Mukmin (beriman) hendaknya tidak menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, pelindung, dan teman setianya. Apalagi bila telah nampak sikap permusuhan dari orang-orang Yahudi dan Nashrani itu kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin. Barangsiapa lebih memilih orang-orang Yahudi dan Nashrani itu sebagai penolong, pelindung, dan teman setianya, maka dia berarti telah menjadi musuh Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin. Hal itu merupakan perbuatan zhalim dan Allah tidak akan memberi pentunjuk kepada orang-orang zhalim.
Dibagian lain, Ibnu Katsir, menjelaskan surah Al-Maidah ayat 51 itu, menegaskan bahwa Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menjadikan orang Yahudi dan Nashrani sebagai teman setia. Kaum Yahudi dan Nashrani merupakan musuh Islam dan umat Islam seluruhnya.
Kemudian, selain menjelaskan kaum beriman (orang Mukmin) satu sama lainnya saling melindungi, Allah juga mengancam siapapun yang melanggar larangan-Nya itu. Dia Ta’ala berfirman : "Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan bahwa Umar meminta Abu Musa untuk mengusulkan atau melaporkan setiap hal yang ia lakukan dalam satu paket. Abu Musa memiliki juru tulis (sekretaris) yang Nashrani dan melaporkannya kepada Khalifah Umar. Umar merasa heran. Umar bertanya kepada Abu Musa : "Dia seorang juru tulis yang seharusnya menjadi orang kepercayaan". Apakah kamu bisa membaca surat yang datang dari Syam di dalam masjid-masjid?". Abu Musa menjawab, "Dia tidak bisa melakukannya". Tanya Umar lagi: "Apakah dia orang asing?". "Bukan.Dia seorang Nashrani", jawab Abu Musa. Lalu Umar menghardik saya (Abu Musa), dan menepuk paha saya. "Bawa dia keluar", ujar Umar. Kemudian, Umar membacakan ayat : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nashrani sebagai teman setiamu".
Diktum dalam Al-Qur'an, yang termaktub dalam surah Al-Maidah ayat 51 itu, bersifat kekal, yang menyangkut sikap dan bagaimana melihat orang Yahudi dan Nashrani. Mereka adalah musuh Allah Rabbul ‘Alamin. Mereka menjadikan ‘Uzair dan Isa sebagai anak Tuhan dan Tuhan, yang merupakan sikap yang menduakan Allah Azza Wa Jalla, dan merupakan perbuatan syirik, yang dilaknat oleh Allah.
Sepanjang sejarah Yahudi dan Nashrani melakukan permusuhan yang sangat nyata terhadap orang-orang Mukmin, yang tidak pernah selesai. Permusuhan antara ahlul haq dengan ahlul bathil. Selamanya.
Bagaimana mungkin orang-orang Mukmin, termasuk para pemimpin Islam, bermesraan, meminta pertolongan, perlindungan, dan memberikan wala' kepada mereka, sedangkan mereka adalah musuh Allah dan Rasul-Nya.
Banyak para pemimpin Islam dan orang-orang Islam yang meminta pertolongan kepada Amerika, Eropa, dan negara-negara kafir lainnya, yang sudah nyata-nyata mereka menjadi musuh, dan menumpahkan darah orang-orang mukmin, yang tanpa haq, seperti yang terjadi di bumi Palestina, Irak, Afghanistan, Somalia, Chechnya, dan Bosnia. Mereka sangat nyata-nyata permusuhannya.
Ketika para pemimpin Islam dan orang-orang Islam, yang sudah hatinya terkena penyakit "khauf" dan "wahn", maka mereka, para pemimpin Islam dan orang-orang Islam datang berbondong-bondong kepada Yahudi dan Nashrani meminta pertolongan, perlindungan, dan berwala' kepada mereka. Bukan hanya sekadar menghadiri upacara Natal dan mengucapkan Natal, tetapi sudah menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai teman setia mereka.
Karena itu, hari ini para pemimpin Islam dan orang-orang Islam, termasuk mereka yang berada dalam "Harakah Islamiyah" (Gerakan Islam) telah menjadi hina, dan bertekuk lutut dihadapan Yahudi dan Nashrani, dan menjadikan "demokrasi" sebagai agama mereka, dan diikuti dengan sesembahan lainnya, yang disebut kata, "koalisi", menyebabkan mereka menjadi "tasyabbuh" (menyerupai) atau "talbis", menyerupai dan bercampur dengan Yahudi dan Nashrani dalam bab aqidah dan muamalah.
Mereka sudah tidak berani lagi menyatakan identitas, jati diri secara terang-terangan sebagai Mukmin, dan menegaskan Islam sebagai agama yang syumul (sempurna), dan menegakkan prinsip (mabda') Islam dalam seluruh aspek kehidupan, dan menggunakan prinsip dari Yahudi dan Nashrani.
Sampai-sampai ada seorang tokoh Partai Islam, harus perlu membuat spanduk besar-besar, di sebuah jalan di Jakarta, dan hanya sekadar mengucapkan: "Selamat Natal", kepada orang-orang Nashrani, yang akan merayakan Natal. Karena, dia mengharapkan pertolongan dari orang-orang Nashrani. Bukan dari Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin. Wallahu'alam. (akhirzaman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar