Oleh : Badrul Tamam
Segala puji bagi Allah yang memiliki kehendak yang sempurna. Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Lalu apa yang Dia kehendaki dari sesuatu pasti terjadi. Sebaliknya, yang tak dikehendaki oleh-Nya, tak akan terjadi.
Gugurnya mujahidin dalam jihad tidak lepas dari kehendak Allah di atas dan masuk dalam keumuman firman-Nya :
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (QS. Ali Imran: 145)
Artinya, tidak seorangpun yang meninggal kecuali dengan takdir Allah, dan sehingga sempurna waktu yang telah ditetapkan Allah untuknya. Oleh karena itu Allah berfirman : "Sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya."
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam tafsirnya, Aisar Tafasir, juga menjelaskan bahwasanya kematian seseorang terjadi dengan izin Allah sebagai pencipta dan pemiliknya yang hakiki. Sehingga tak seorang pun meninggal tanpa sepengetahuan-Nya. Malaikat maut juga tak akan mencabut nyawa seorang pun sebelum Allah mengizinkannya untuk melakukan itu. Lain dari pada itu, kematian setiap manusia telah tercatat tanggalnya, lebih rinci lagi sampai tercatat hari dan jamnya, pada kitab khusus yang tak mungkin akan maju atau mundur karena satu kondisi. Semua ini merupakan hakikat yang wajib diketahui.
Lebih dari itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan, siapa saja yang telah sampai ketetapan takdir kematiannya pasti ia akan mati walau tanpa sebab. Sebaliknya, siapa yang ingin kematian walau ia melakukan berbagai sebab, maka semua itu tidak bisa mematikannya sebelum sampai ajalnya. Semua itu dikarenakan Allah telah memutuskan, menetapkan, dan menuliskannya sampai ajal tertentu, "Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya)." (QS. Yunus: 49)
Siapa saja yang telah sampai ketetapan takdir kematiannya pasti ia akan mati walau tanpa sebab. Sebaliknya, siapa yang ingin kematian walau ia melakukan berbagai sebab, maka semua itu tidak bisa mematikannya sebelum sampai ajalnya.
Maka sesungguhnya kematian yang menimpa seorang mujahid di medan jihad adalah karena Allah mengizinkannya meninggal, dan sudah sampai batas umurnya. Bukanlah kehebatan musuh yang mencabut nyawanya. "Jihad dan medan peperangan tidaklah menyegerakan ajal seorang hamba. Sementara lari dari jihad tidak pula mengakhirkannya." (Dinukil dari Aisar Tafasir)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Dalam ayat ini terdapat motifasi dan dorongan bagi para penakut untuk berperang (berjihad). Karena maju berperang atau lari darinya tidak mengurangi jatah umur dan tidak pula menambahnya."
Lebih dari itu, bahwa dalam kematian mujahid terdapat hikmah yang Allah kehendaki pada keputusan-Nya tersebut : "Dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada." (QS. Ali Imran: 140)
Bagaimana seseorang bisa mendapatkan derajat syuhada' kalau dia tidak meninggal dan terbunuh di medan jihad? Dan bagaimana seseorang bisa terbunuh di medan jihad, kalau dia menjauh dari bumi jihad? Padahal mati syahid merupakan jalan besar untuk masuk surga. Sehingga tepatlah pertanyaan Allah kepada orang-orang yang merindukan surga tapi takut berjihad karena takut mati atau terbunuh di dalamnya, padahal surga tidak dimasuki kecuali oleh orang-orang yang mati terlebih dahulu.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran: 142)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Ketahuilah bahwasanya surga itu berada di bawah kilatan pedang." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Gugur Pada Jalan Jihad Itu Lebih Baik
Sesungguhnya kematian adalah sesuatu yang pasti. Setiap yang bernyawa harus merasakannya. Setiap yang tinggal di muka bumi harus mati. Tak seorangpun bisa menghindar darinya. Allah Ta'ala berfirman : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS. Ali Imran: 185)
Sedangkan kematian di jalan Allah atau terbunuh di dalamnya adalah lebih baik, seandainya mereka tahu dan meyakininya, dari apa saja yang mereka kumpulkan di dunia ini yang karenanya mereka meninggalkan jihad disebabkan takut mati dan terbunuh. Allah ta'ala berfirman :
“Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan." (QS. Ali Imran: 157)
Imam Ibnu Katsir berkata : "Firman Allah ini mengandung makna bahwa terbunuh di jalan Allah (jihad) dan juga meninggal (di dalamnya) merupakan sarana mendapatkan rahmat Allah, ampunan dan keridhaan-Nya. Dan itu lebih baik daripada tetap tinggal di dunia dan mengumpulkan semua kemewahannya yang fana."
Maka anggapan orang munafik yang materialistik, bahwa gugur dan meninggal di medan jihad merupakan keburukan. Dan karena kebenciannya kepada Islam dan syariatnya sehingga ia senantiasa menunggu-nunggu hal itu menimpa mujahidin. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk membantah keyakinan mereka :
“Katakanlah: "tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan." (QS. Al-Taubah: 52)
Maksudnya satu dari dua kebaikan adalah kemenangan terhadap musuh dan mendapatkan ganjaran duniawi dan ukhrawi, atau mendapatkan kesyahidan yang merupakan derajat tertinggi dan kedudukan termulia makhluk di sisi Allah.
Karena itu, gugur di medan jihad tidak perlu ditakutkan karena dia bukan keburukan dan perbuatan tercela. Bahkan seharusnya diperebutkan oleh orang-orang yang berlomba-lomba menuju Allah dan surga-Nya. Karena dengannya Allah membeli kehidupannya yang pendek dan fana yang penuh dengan sesuatu yang menjengkelkan, musibah dan sakit, dengan kehidupan abadi yang kenikmatannya tak terputus dan tak lagi ada penderitaan dan rasa sakit. Allah Ta'ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jualbeli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 111)
Allah mengabarkan tentang kondisi para syuhada', keutamaan dan kemuliaan mereka, serta karunia dan kebaikan yang Allah berikan kepada mereka :
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, 'bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.' Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 169-171)
Para syuhada' tidaklah mati seperti yang mereka kira sehingga kehilangan rizki dan kenikmatan hidup. Padahal hal inilah yang membuat banyak orang khawatir, para pengecut takut berperang dan tidak rindu syahid. Tapi mereka hidup mulia di sisi Allah Allah dengan mendapatkan berbagai kenikmatan yang tidak akan diketahui nikmatnya kecuali oleh yang merasakannya.
Allah menyempurnakan anugerah nikmat kepada mereka dengan mengabungkan antara nikmat badan berupa rizki dengan nikmat hati dan ruh dalam bentuk kebahagiaan terhadap karunia yang dianugerahkan kepada mereka. Sehingga sempurnalah kenikmatan dan kebahagiaan mereka.
Bau Darah Orang Mati Syahid
Orang yang mati syahid merupakan manusia yang paling tinggi kedudukannya. Pahala amalnya tetap mengalir sehingga ia dibangkitkan. Bau darahnya sewangi kesturi.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah seseorang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang terluka di jalanNya- melainkan dia akan datang pada hari kiamat dengan darah yang berwarna darah (merah) sedangkan baunya seharum kesturi.” (HR. Bukhari)
Dr. Abdullah Azzam menyampaikan : “Subhanallah! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh di sakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Al Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti kesturi.” (Kado Istimewa Untuk Sang Mujahid, karya Syaikh Dr. Abdullah Azzam)
Di Manakah Arwah Syuhada'?
Arwah para syuhada' ditempatkan di surga Firdaus yang tertinggi. Hal ini didasarkan pada hadits Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang bersabda kepada Ummu Haritsah binti Nu’man -putranya gugur di perang badar-ketika dia bertanya kepada beliau (tentang nasib putranya) : “Di mana dia?” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : ”Sesungguhnya dia ada disurga Firdaus yang tinggi.” (HR. Al Bukhari)
Dalam Shahih Muslim, dari Masyruq rahimahullah, berkata : "Kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat ini (QS. Ali Imran: 169), dia menjawab : "Adapun kami telah bertanya (kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) tentang hal, lalu beliau menjawab :
"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)
Imam Ad-Darimi dalam Sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata : "Kami telah bertanya kepada Abdullah tentang arwah para syuhada'. Kalau bukan Abdullah, maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata : "Arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat berada di perut burung hijau. Dia memiliki lentera-lentera yang tergantung di 'Asry. Dia terbang di dalam surga ke mana saja yang dikehendakinya. Kemudian dia kembali ke lentera-lentera tadi, lalu Rabb mereka memuliakan mereka dengan berkata : "Apakah kalian menginginkan sesuatu?”. Mereka menjawab : "tidak, kecuali kami dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan Allah ) untuk kesekian kali."
Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan : "Ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh mereka di kembalikan ke jasad-jasad mereka untuk berjihad lagi atau untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah Ta'ala dan merasakan nikmatnya (gugur) di jalan Allah." Walahu A'lam.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah mengetahui kenikmatan yang diperoleh para syuhada'. Karenanya beliau pernah menyampaikan keinginannya untuk gugur di jalan Allah dalam sabdanya : "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan meninggal di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu terbunuh, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh." (HR. Al Bukhari)
Kematian Di Jalan Allah Tidak Seseram yang Dibayangkan
Sesungguhnya kematian di jalan Allah tidak seseram yang kita bayangkan. Banyak hadits dan kisah yang memaparkan bahwa para syuhada' tidak merasakan sakit berlebih ketika menemui kesyahidan, kecuali seperti tercubit.
Disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam : “Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (rasa sakit) pembunuhan kecuali sebagaimana seorang di antara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)
Karenanya, masih takutkah kita untuk berjihad fi sabilillah dan menemui kesyahidan di jalan Allah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar