Minggu, 08 Januari 2012

Market Failure Kapitalisme, Krisis Eropa dan Jalan Baru Islam


Oleh : Ali Mustofa Akbar
Analisis CIIA, Aktif di partai politik Islam Internasional

Apa yang terjadi di AS dan Eropa, krisis finansial yang cukup dahsyat, sejatinya tidak terlalu mengejutkan. Krisis merupakan ciri utama sistem kapitalisme. Market failure, terjadi kesalahan fatal dalam pengaturan pasar hingga timbul krisis. Sebuah Fasad (kerusakan) akibat kemunkaran di bidang ekonomi.

Secara garis besar, krisis finansial global tersebut memiliki 3 akar masalah penting, Pertama : Disfungsi uang yang tidak hanya sebagai alat tukar saja, melainkan juga menjadi komoditi yang diperdagangkan (bursa valuta asing) kemudian ditarik bunga pada setiap transaksi pinjam atau simpan. Kedua : Ekonomi perjudian dan identik dengan spekulasi seperti halnya dalam perdagangan bursa saham dan produk keuangan derivatnya. Ketiga : Pemberlakuan uang kertas dan mata uang disuatu Negara terikat dengan Negara lain. Nilai nominalnya tidak sama dengan nilai instrinsiknya sehingga nilainya tidak pernah stabil.

Ismail Yusanto, menyitir pandangan Dr. Thahir Abdul Musim menyebut bahwa Krisis ekonomi dalam sistem kapitalisme adalah bersifat siklik. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanyalah putaran menuju puncak untuk kemudian jatuh ke lembah krisis kembali. (Al-Waie 2007).

Selain siklik, sistem ini juga bersifat merembet. Seperti krisis Thailand ketika nilai tukar mata uang Bath terjun bebas pada tahun 1997 hingga menular ke Indonesia, Hongkong, Taiwan, dan Negara-negara lain. Krisis juga pernah terjadi di Meksiko (1994), Rusia (1998), Brasil (1999), Argentina (2001), Turki (2002).

Akibat krisis AS, akhirnya dataran Eropa kini pun merasakan dampaknya. Yang ternyata sektor finansial di Eropa masih kelabakan ketika terjadi krisis di tahun 2007 akibat carut marutnya sistem perbankan. Secara sederhana, kronologinya ialah dimana Bank-Bank di Negara-negara Eropa meminjami rakyat, namun rakyat kesulitan dalam melunasi, alhasil bank menjadi rugi, sehingga sistem perputaran uang turun drastis dan nyaris berhenti.

Krisis di mulai dari Yunani, disusul Irlandia dan Portugal, merembet ke Italia, Spanyol, Inggris dan Prancis. Negara-negara itu memiliki utang yang membengkak menimbulkan defisit. Pada April 2010, IMF kemudian menggelontorkan utang. US$100 miliar paket pinjaman untuk membantu menjaga Yunani, US$85 miliar untuk Irlandia, dan US$75 miliar untuk Portugal.

Eksentrik, Yunani kemudian kelabakan, mengingat di tahun 2007 hingga 2010 sempat menyabet peringkat pertama dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dataran Eropa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,7 persen. Seperti yang diberitakan BBC.CO.UK (23/02/11), Pemerintah Yunani memperkirakan pertumbuhan ekonomi turun 3% di tahun kemudian.

Pun tak perlu tertipu dengan angka-angka statistik, pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalisme itu bersifat semu. Praktis, Orientasi negara-negara penganut kapitalisme adalah pertumbuhan ekonomi, padahal faktanya tidak memiliki implikasi berarti untuk kemakmuran rakyat. Tak ada kolerasinya dengan kesejahteraan masyarakat.

Meski pertumbuhan ekonomi tinggi, namun distribusi atas pendapatan amat menganga. Menurut M. Umar Capra, pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong peningkatan pendapatan golongan kaya dan menyebabkan kesenjangan semakin lebar (M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic Challenge), Gema Insani Press 2007)

Taqiyyudin An-Nabhaniy menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dijadikan prinsip dasar adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi pemerintah ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara kolektif yang dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan jasa yang dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan terfokus pada masalah peningkatan produksi. (An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Risalah Gusti Press).

Asian Miracle
Asean Miracle (keajaiban Asia) ternyata hanya menipu. Beristilahkan Bubble Economy kata Paul Krugman. Kegiatan ekonomi yang hanya membentuk sektor non real, baik dalam bentuk perbankan, asuransi maupun bursa saham yang sarat dengan riba dan judi. Fakta membuktikan investasi di sektor non real tetap meninggi, jauh melampaui uang di sektor produksi.

Indonesia tampak eleghant ketika bisa disebut terhindar dari krisis 2008. Tapi sebagaimana menurut ekonom Rizal Ramli, dinamika krisis ekonomi 2008 itu bukannya membentuk kurva V melainkan kurva W. Di kurva W bisa dilihat bahwa ada krisis baru lagi yang akan terjadi sebelum recovery economy tuntas. “Indonesia pasti akan kena. Pondasi ekonomi Indonesia saat ini tidak sehebat yang dibayangkan”. Kata Rizal.

Gubernur BI, Darmin Nasution juga menyebut, ekonomi Indonesia lambat laun akan terkena pengaruh krisis utang yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Pengaruh ini bisa terlihat pada kinerja ekonomi tahun 2012. Menurut Darwin, Terdapat 3 jalur transmisi (bagi pengaruh krisis utang, yakni) jalur perdagangan atau trade channel, jalur pasar keuangan, dan jalur imported inflation. (kompas.com 30/11/11)

Benarlah kata Darwin, semisal jalur perdagangan, struktur ekspor AS dan Eropa adalah pasar utama produk-produk Indonesia. Sekitar 20 persen dari total ekspor Indonesia diarahkan ke Negeri Paman Sam, dan 30 persen ke Eropa. Beberapa industri tekstil dan produk tekstil yang pasar utamanya ke AS sudah mengeluh, karena banyak permintaan dari pembeli untuk menjadwalkan kembali pengiriman barangnya, bahkan menunda pembelian. Jelas sekali, jika ekspor menurun dan impor Indonesia tetap, akan terjadi defisit yang mau tidak mau akan menurunkan cadangan devisa. (suara merdeka).

Apalah manfaatnya pertumbuhan ekonomi yang ternyata tetap menghasilkan angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, BPS sendiri klaim kemiskinan turun, “menurun ke anak cucu” kata editorial Media Indonesia (05/01/12). Pun halnya menurut pengamat ekonomi, Dr. Hendri Saparini kepada MetroTV yang menyangsikan akurasi data badan statistik yang dibiayai Negara tersebut.

Jalan Islam
Krisis yang terjadi diberbagai belahan bumi adalah bukti keroposnya sistem kapitalisme, kejadian yang berulang dan berulang. Sudah waktunya kembali kejalan haq, jalan kebanaran yakni jalan Islam. Ideologi kapitalisme adalah bathil, pun sosialisme.

Apakah perlu takjub dengan kemajuan ekonomi China, jawabannya tidak. Karena mempermasalahkan persoalan ekonomi dalam prinsip Islam adalah bukan sekedar urusan perut melainkan bagaimana merealisasikan konsekwensi akidah Islam untuk menerapkan syari’ah Islam secara kaffah. Tujuannya ialah sejahtera lahir dan bathin. Pula di China disebut memiliki kesenjangan ekonomi yang cukup melebar antara kaya dan miskin serta antara kota dan desa. 27 juta jiwa masih terkategori miskin, meningkat 4 kali lipat apabila menggunakan standar Bank Dunia. (bbc.co.uk, 30/11/11)

Secara umum sistem ekonomi Islam dapat memandirikan kegiatan ekonomi negara serta menghapus liberalisasi ekonomi. Ekonomi Islam dapat diterapkan secara menyeluruh hanya dalam bingkai Khilafah. Dan Implikasi dari penerapan sistem ekonomi Islam ialah:

Pertama, Sistem ekonomi Islam dapat menata kembali sektor riil, rakyat yang menjadi pelaku pasar secara luas. Sektor nonreal tetap sulit bergerak ketika masih terkungkung dalam sistem kapitalisme.

“agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7)

Kedua, Meninggalkan pasar judi dan spekulasi seperti bursa saham.

“Hai orang-orang yang beriman, sestngguhnya khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al Maidah : 90)

Ketiga, Mengfungsikan uang hanya sebatas nilai tukar saja juga untuk menjauhi praktik riba dan memberlakukan mata uang dinar dan dirham sesuai prinsip syari’ah Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al Baqarah : 279)

Sistem ekonomi Islam juga terbukti bebas krisis setelah diterapkan berabad-abad lamanya. Krisis kilat yang sempat melanda masa pemerintahan Umar Bin Khatthab adalah bukan karena lemahnya system melainkan faktor dari luar sistem. Dr Ahmad bin Jaribah Al Haritsi dalam bukunya Fikih Ekonomi Umar bin Khatthab terbitan Al-Kautsar menjelaskan sebab-sebab terjadi krisis diantaranya ialah, pertama : terhentinya air. Disebabkan terhentinya turun hujan, akhirnya berdampak terhadap kegiatan pertanian. Kedua: munculya wabah pes di negeri syam, berdampak terhadap kegiatan perdagangan bangsa Arab. Ketiga, kesibukan kaum Muslim dalam melakukan aktivitas jihad. Krisis itupun cepat diatasi.

Karena itu, teramat pentinglah untuk menggalakkan penerapan ekonomi Islam dalam bingkai Negara khilafah. Insya Allah yang sudah kian mendekat. Itu yang bisa membuat Indonesia menjadi raksasa. Solusi riil yang tidak mengawang-awang, perintah Allah yang tak layak disebut solusi normative. Bahasa idealisnya adalah proses bukan hasil, apalah artinya perut kenyang tapi berselimut kemunkaran karena masih berbau sistem kapitalisme, sosialisme atau sosdem. Karena persoalan ekonomi dalam Islam adalah bukan sekedar urusan perut. Wallahu a’lam.
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011