Oleh : Ibnu Abihi
Galau-bingung, inilah dua kata yang mungkin cukup untuk menggambarkan keadaan pemimpin dan pasukan negeri Paman Sam Amerika dalam posisi mereka di perang Afghanistan. Amerika adalah pemimpin invasi negeri Khurasan yang berdalih memerangi “teroris”. Padahal yang maksudnya tidak lain adalah rakyat muslimin Afghanistan yang ingin menjadikan syari’at islam sebagai landasan negara. Sepertinya si Paman Sam tidak bisa tertidur dengan nyenyak hingga tahun ini.
Bayangkan saja, bagaimana mungkin si Paman Sam bisa tidur dengan tenang, sedangkan dia telah menggelontorkan puluhan ribu pasukan untuk perang yang tak kunjung memberikan tanda-tanda kemenangan untuknya. Bahkan dari fakta yang ada menunjukkan bahwa para pasukan Paman Sam dan kerabat mereka seakan menggali kuburan mereka sendiri diantara kokohnya pegunungan Afghanistan. Dari bom “bunuh diri”, ranjau, roket, sergapan pejuang di lembah pegunungan, bahkan yang terbaru yaitu serangan penduduk sipil Afghanistan selalu menghantui tentara si Paman Sam dan kerabatnya tanpa membedakan apapun pangkat mereka.
Kabar yang membuat lebih galau lagi bagi si Paman Sam yaitu runtuhnya mental pasukan mereka selama perang ini yang di gelar setelah serangan 11 september di Amerika. Hal ini terbukti dengan kunjungan PM Inggris sebagai kerabat terdekat mereka di akhir tahun 2011 lalu. Dikatakan bahwa tujuan kunjungan tersebut adalah mengangkat mental tempur tentara mereka yang runtuh.
Si Paman Sam mungkin merasakan bahagia yang tak terkira setelah berhasil mengusir Thaliban yang telah resmi sebagai pemerintah Afghanistan dan menerapkan syari’at islam. Lalu dia membentuk pemerintahan boneka baru yang berasaskan demokrasi. Akan tetapi kebahagiaan itu berubah menjadi kegalauan seiring berjalannya waktu, Taliban yang dia kira telah menghilang ternyata terus-menerus melakukan perlawanan tanpa mengenal lelah hingga berhasil merebut kembali sejengkal demi sejengkal tanah impian bumi Afghanistan.
Bertambahlah kegalauan si Paman Sam dari sebuah rilisan berita keluaran Imarah Islam Afghanistan, 25 Desember 2011, dengan judul “Al-Ahammiyyah Al-Alamiyyah Li Imarah Afghanistan Al-Islamiyyah” yang artinya “Pentingnya Imarah Islam Afghanistan Bagi Dunia”. Salah satu poin menjelaskan bahwa : “Lembaga-lembaga Statistik asing mengakui 70% dari tanah Afghanistan di bawah kendali dan pengaruh Imarah Islam, dan orang-orang mengembalikan perselisihan dan masalah-masalah ke pengadilan Imarah Islam sebagai ganti proses manajemen Kabul, karena prosedur Imarah Islam cepat dan efektif, transparan dan bebas dari suap dan korupsi.”
Si Paman Sam pasti benar-benar terkejut dengan statistik tersebut. Berbagai keberhasilan yang telah mereka klaim seakan terpatahkan dengan adanya statistik ini.
Begitu bahagia gedung putih sebagai markas besar si Paman Sam ketika tahun lalu berhasil membunuh salah satu orang yang paling mereka cari yaitu pemimpin Al-Qaeda Syaikh Usamah bin Ladin Rahimahullah. Namun, lagi-lagi kebahagiaan si Paman Sam segera sirna ketika dia menyadari bahwa perjuangan dalam Islam tidaklah bergantung kepada sosok ataupun figur tertentu. Karena tidak lama setelah peristiwa itu, Al-Qaeda mengangkat pemimpin baru dan menegaskan perlawanan mereka terhadap si Paman Sam Amerika dan kerabatnya.
Mungkin pada saat ini si Paman Sam sedang mengalami dilema stadium akut dalam peperangannya di negeri Afghanistan yang sebagian keadaan geografisnya dipenuhi oleh pegunungan batu. Si paman sam hanya mempunyai pilihan antara melanjutkan invasi dengan konsekuensi bertambahnya korban di pihaknya dan kerabat-kerabatnya serta siap menghadapi kecaman dunia internasional untuk segera mengakhiri perang atau menarik mundur semua pasukannya dengan kegagalan dan rasa malu kekalahannya oleh Mujahidin Afghanistan. Manakah pilihan yang akan dipilih oleh si Paman Sam Amerika. Sungguh, sebuah dilema yang berakibat si Paman Sam bergalau ria. (shout)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar