Oleh : Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang mengatur alam semesta ini. Adapun yang dimaksud dengan Tauhid Hakimiyyah adalah pengesaan Allah dalam perkara hukum dan syari’at.
Sebagaimana Allah tidak memiliki serikat dalam kekuasaanNya, dalam mengurus berbagai urusan makhlukNya, demikian juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak memiliki sekutu dalam hukum dan pembuatan undang-undang (tasyri’). Allah adalah hakim yang paling adil, Dia memiliki kewenangan untuk memutuskan dan memerintah, maka tidak ada sekutu bagiNya dalam membuat hukum dan perundang-undangan. Sebagaimana Dia tidak membutuhkan sekutu dalam kekuasaan dan mengatur urusan mahluk-Nya. Maka demikian halnya Dia Esa dalam masalah hukum dan tasyri’.
Firman Allah : ”Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Qs. Yusuf : 40)
“dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya) , tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya.” (Qs. Ar-Ra’d : 41)
“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki- Nya.” (Qs. Al-Maidah : 1)
”dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (Qs. Al-Kahfi : 26)
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?.” (Qs. Al-Maidah : 50)
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (Qs. Asy-Syura : 10)
“dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Qs. Al-An’am : 121)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan secara jelas dan kuat tentang tauhid ini, dan iman seseorang tidaklah dapat dikatakan sah tanpa adanya tauhid ini. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “sesungguhnya Allah adalah hakim dan keputusan ada pada-Nya”.
Namun pertanyaannya, apakah tauhid hakimiyah ini bukan termasuk tauhid uluhiyyah atau malah bagian tersendiri yang lain dari tauhid uluhiyyah. Saya katakan : Tidak, Tauhid ini bukanlah satu jenis tauhid tersendiri yang bukan bagian dari tauhid uluhiyah. Tauhid ini sudah terkandung di dalam Tauhid Uluhiyyah. Ada juga unsur yang termasuk ke dalam kategori tauhid Rububiyyah. Dan ada juga unsurnya yang masuk ke dalam kategori Tauhid asma’ dan sifat.
Namun di saat syirik merajalela di kalangan ummat dalam bentuk memutuskan hukum tidak sesuai dengan apa yang Allah turunkan, tetapi memutuskan hukum menggunakan undang-undang kufur dan UU thaghut. Kondisi ini mengisyaratkan agar istilah tauhid hakimiyah ini disebutkan tersendiri agar orang-orang melihat urgensi tauhid ini. Tanpa adanya tauhid ini maka sesunggunya mereka belum memenuhi tuntutan tauhid uluhiyah sebagaimana mestinya.
Sebagai contoh; Anda menjumpai suatu kaum yang musyrik dalam hal ketaatanya, kemudian Anda berkata, “Kalian seharusnya melakukan tauhid tha’ah (hanya taat pada Allah Ta’ala semata), dan janganlah mentaati seseorang karena dzatnya kecuali pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka statemen Anda yang seperti ini benar dan Anda tidak boleh diingkari. Juga tidak benar kalau dikatakan bahwa Anda membuat sesuatu yang baru dalam masalah tauhid yang namanya tauhid tha’ah, atau menyebut tauhid lain selain tauhid uluhiyah!!!
Begitu pula ketika Anda menjumpai suatu kaum yang telah menyekutukan Allah dengan mengangkat tandingan-tandingan bagi Allah dalam aspek mahabbah, wala’ dan bara’ (cinta, loyalitas dan anti loyalitas).
Saat itu Anda terpaksa menyebut tauhid Mahabbah, sebab yang layak dicintai karena substansi (dzat)nya sendiri hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Akan tetapi tauhid ini bukanlah jenis tauhid baru yang bukan tauhid uluhiyah, sebagaimana statemen anda tentang tauhid mahabbah ini tidak ada unsur yang baru apalagi bid’ah.
Demikian pula jika Anda dapati orang yang menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hal berdoa dan meminta pertolongan. Merespons sikap mereka itu Anda berkata, “Kamu harus mengesakan Allah dalam doa dan permohonan”.
Pembagian tauhid seperti ini bukan berarti menyebutkan bagian tauhid baru yang terpisah dari tauhid uluhiyah. Disebutkan macam seperti di atas karena adanya kebutuhan yang mengharuskan adanya penjelasan tersendiri ketika Anda menjumpai orang yang berbuat syirik dari sisi itu. Tidak ada seorang pun baik yang terdahulu maupun sekarang yang mengatakan, “Bahwa tauhid hakimiyah adalah bagian tauhid tersendiri atau bagian ke-empat dari pembagian tauhid”. Semuanya ulama’ memasukkannya ke dalam tauhid uluhiyah, dan juga memasukkan sebagian unsur-unsur yang ada di dalamnya ke dalam bagian tauhid yang lain sebagaimana telah dijelaskan di muka.
Adapun maksud dari disebutkannya jenis tauhid ini adalah urgensinya agar ummat memperhatikan aspek tauhid yang sudah hampir musnah. Jika anda telah memahaminya, propaganda dari para penentangnya sudah tidak bisa lagi untuk dijadikan alat justifikasi selain hanya ingin mereduksi makna dari tauhid yang tidak kalah pentingnya ini, serta ingin dijadikan sebagai pembenar dari kekurangan para thoghut hukum dari pengingkarannya terhadap sisi tauhid ini.
1 komentar:
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
Posting Komentar