Senin, 26 Desember 2011

Membuat Hukum Adalah Hak Allah Semata


Diantara sifat khusus ketuhanan Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah al hukmu wa at tasyri’ (kewenangan pembuatan hukum) yang tidak boleh disandarkan kepada selain-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan sifat dan hak khusus-Nya dalam masalah membuat hukum ini didalam firman-Nya :

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُالْفَاصِلِينَ {57}
”Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”. (Qs. Al-An’am : 57)

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala :

هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ {70}
“Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala hukum (penentuan) dan                       hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (Qs. Al Qashash : 70)

Dikarenakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah yang menciptakan semua makhluk, maka hanya Dia-lah yang berhak memerintahkan dan menetapkan hukum sebagaimana firman-Nya :

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {54}
”Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam”. (Qs. Al A’raaf : 54)

Penyandaran kewenangan pembuatan hukum itu adalah ibadah yang hanya disandarkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak boleh disandarkan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana firman-Nya:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ {40}
“Hak hukum (putusan) hanyalah milik AllahDia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang lurus”. (Qs. Yusuf : 40)

Dan dikarenakan ini adalah hak khusus Allah, maka dia tidak menjadikan satupun sebagai sekutu-Nya di dalam penentuan hukum ini, sebagaimana firman-Nya :

وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا {26}
”Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu bagi-Nya dalam menetapkan hukum”. (Qs. Al-Kahfi : 26)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebut para pembuat undang-undang atau hukum selain Dia sebagai sekutu-sekutu yang diibadati selain-Nya, sebagaimana di dalam firman-Nya :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ {21}
”Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah  yang mensyari’atkan untuk                                 mereka dien (agama/aturan/hukum) yang tidak diizinkan Allah ?”. (Qs. Asy-Syuura : 21)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga telah mencap para pembuat hukum selain Diri-Nya sebagai arbab (tuhan-tuhan yang diibadati) selain Allah, sebagaimana firman-Nya :

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ {31}
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.(Qs. At-Taubah : 31)

Pada ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala memvonis orang Nashrani dengan lima vonis :
1.  Orang-orang nashrani tersebut telah mempertuhankan para alim ulama dan pendeta mereka.
2.       Mereka telah beribadah kepada selain Allah.
3.       Mereka telah melanggar لا إله إلا الله.
4.       Mereka musyrik.
5.       Alim ulama dan pendeta mereka telah memposisikan dirinya sebagai Tuhan.

Ketika ayat ini dibacakan dihadapan sahabat ‘Adi Ibnu Hatim, asalnya beliau ini Nasrani sedang beliau datang kepada Rasul dalam keadaan masih Nasrani. Dan ketika mendengar ayat ini dengan vonis-vonis di atas, maka ‘Adi Ibnu Hatim mengatakan : “Kami (maksudnya: dia dan orang-orang Nasrani) tidak pernah shalat, sujud kepada alim ulama kami, atau kepada pendeta kami, lalu kenapa Allah memvonis kami musyrik, kami melanggar لا إله إلا الله, dst”. Jadi dalam benak ‘Adi Ibnu Hatim bahwa yang namanya kemusyrikan itu adalah shalat, sujud atau memohon kepada selain Allah. Sehingga mereka tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan selama ini adalah kemusyrikan, mereka heran sebenarnya apa kemusyrikan yang dilakukan dan bagaimana bentuknya sehingga kami disebut telah mentuhankan alim ulama ? Maka Rasulullah berkata : “Bukankah alim ulama dan pendeta kalian itu menghalalkan apa yang telah Allah haramkan lalu kalian ikut-ikutan menghalalkannya? Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan kemudian kalian juga mengharamkannya?”, lalu ‘Adi berkata : “Ya !”, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata : “Itulah bentuk peribadatan (orang nashrani) terhadap mereka”Dan hadits ini adalah hadits Hasan yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya.

Jadi, ketika alim ulama memposisikan dirinya sebagai pembuat hukum mengklaim memiliki kewenangan untuk membuat hukum (undang-undang) maka dia mengklaim bahwa dirinya sebagai tuhan, sebagai Rabb. Sedangkan orang yang mengikuti atau menjalankan hukum-hukum yang mereka buat itu, maka Allah memvonisnya sebagai orang yang telah mempertuhankan, yang beribadah kepada si pembuat hukum itu dan melanggar لا إله إلا الله lagi musyrik…!

Al-Imam Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata : “Sesungguhnya setiap orang yang mengikuti aturan, hukum, dan undang-undang yang menyelisihi apa yang Allah syari’atkan lewat lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia musyrik terhadap Allah, kafir, lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai Rabb (Tuhan)”. [Al Hakimiyyah Fi Tafsir Adhwa’il Bayan : 56]

Di dalam contoh ayat yang lain, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ {121}
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”(Qs. Al-An’am : 121)

Ayat ini berkenaan tentang masalah bangkai, dan kita mengetahui bahwa bangkai adalah haram, dan dalam ajaran orang-orang kafir Quraisy bahwa bangkai adalah sembelihan Allah. Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Al-Hakim dengan sanad yang shahih : “Orang-orang Quraisy datang kepada Rasul dan berkata : “Hai Muhammad, kambing mati siapa yang membunuhnya?”, beliau berkata : Allah yang mematikannya”, lalu mereka berkata: “Kambing yang kalian sembelih kalian katakan halal, sedangkan kambing yang disembelih Allah dengan tangan-Nya yang mulia dengan pisau dari emas (maksudnya bangkai) kalian katakan haram ! berarti sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”.

Dan ucapan ini adalah bisikan atau wahyu syaitan kepada mereka dan ketahuilah :

إِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ {121}
 “Jika kalian mentaati mereka (ikut setuju dengan hukum dan aturan mereka yang bertentangan dengan hukum dan aturan Allah) maka kalian ini orang-orang musyrik”. (Qs. Al-An’am : 121)

Dalam hal ini ketika orang mengikuti hukum yang bertentangan dengan aturan hukum Allah disebut musyrik, padahal hanya dalam satu hal saja, yaitu penghalalan bangkai. Sedangkan orang yang membuat hukumnya disebut syaitan, dan hukum tersebut pada dasarnya adalah wahyu syaitan atau bisikan syaitan, kemudian digulirkan oleh wali-wali syaitan dari kalangan manusia, dan orang yang mengikuti hukum-hukum tersebut disebut sebagai orang musyrik walaupun dia masih shalat, puasa, dan mengaku sebagai muslim.

Syaikh Ahmad Syakir berkata tentang orang-orang yang mendiskreditkan hukum Allah ini dan kondisi sebenarnya dari hukum Allah :
 ”Padahal Al Qur’an penuh dengan hukum-hukum dan kaedah-kaedah yang agung, dalam masalah ekonomi dan perdagangan, hukum-hukum perang dan perdamaian, ghanimah dan tawanan perang, dan nash-nash yang tegas dalam masalah hudud (hukuman pidana) dan qishash. Maka barang siapa menuduh Islam hanya dien yang mengurusi masalah ibadah ritual saja, maka ia telah mengingkari seluruh hukum-hukum ini dan mengadakan kedustaan yang besar terhadap Allah dan berarti ia telah mengira ada orang atau lembaga yang mampu (boleh) menghapus ketaatan kepada Allah dan beramal dengan hukum yang ditetapkan-Nya. Hal ini tak mungkin dikatakan oleh seorang muslim, siapa mengatakan demikian maka ia telah keluar dari Islam secara keseluruhan dan ia telah menolak seluruh Islam, sekalipun ia masih shalat dan shaum (puasa) dan mengira dirinya masih muslim”. [‘Umdatu Tafsir : II/171-172]

Agar lebih kuat lagi, mari kita lihat kembali firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikut :

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ{40}
“Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Qs. Yusuf : 40)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan bahwa hak menentukan hukum itu hanyalah milik Allah, hak membuat hukum, aturan, undang-undang hanyalah milik Allah. Dan Allah memerintah-kan agar tidak menyandarkan hukum kecuali kepada-Nya.

Dalam ayat ini penyandaran hukum disebut ibadah. Jika disandarkannya kepada Allah berarti ibadah kepada Allah, sedangkan jika disandarkan kepada selain Allah berarti ibadah kepada selain Allah, itulah agama yang lurus, ajaran yang lurus, akan tetapi mayoritas manusia tidak mengetahui.

Jadi Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan bahwa hak menetapkan hukum, aturan, undang-undang hanya di tangan Allah, ketika dipalingkan kepada selain Allah maka itu artinya memalingkan ibadah kepada selain Allah, dengan kata lain adalah syirik dan orangnya disebut musyrik.

Untuk memahami hal ini lebih jelas, maka perhatikanlah pemaparan Al-Imam Al-’Alim Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi  berikut ini.

Beliau berkata : Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menerangkan di banyak tempat tentang sifat­-sifat Dzat yang berhak menentukan hukum. Dan kewajiban setiap orang yang berakal adalah mengamati sifat‑sifat yang disebutkan yang insya Allah akan kami jelaskan sekarang, serta membandingkannya dengan sifat‑sifat manusia yang membuat qawaaniin wadl’iyyah (undang‑undang). Kemudian perhatikan apakah cocok sifat­-sifat sang pemilik hak menentukan hukum disifatkan kepada manusia pembuat undang-undang ? Jika sesuai sifat‑sifat tersebut---dan ini sama sekali tidak akan sesuai---maka ikutilah hukum­-hukum mereka.

Dan bila telah jelas secara meyakinkan bahwa mereka itu lebih rendah, lebih lemah dan lebih kecil, maka tempatkan mereka sesuai dengan kedudukannya, dan jangan biarkan mereka melewati batas kedudukannya sampai ke tingkat rububiyyah (Ketuhanan)Maha Suci Allah dari adanya sekutu‑sekutu dalam ibadah, hukum atau kekuasaan‑Nya.

Di antara ayat‑ayat Qur’aniyyah yang menjelaskan tentang sifat Pemilik hak membuat hukum adalah firman Allah :

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ {10}
"Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusan (hukum)-nya (terserah) kepada Allah”. (Qs. Asy-Syuura : 10)

Kemudian Dia  berfirman seraya menjelaskan sifat Pemilik hukum :

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ {10} فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْ وَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ{11} لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَا وَاتِ وَالْأَرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاء وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ{12}
"(Yang mempunyai sifat‑sifat demikian itulah) Allah Tuhanku, kepada‑Nyalah aku bertawakkal dan kepada‑Nyalah aku kembali. (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan‑pasangan dan dari jenis binatang temak pasangan‑pasangan (pula), dijadikan‑Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia‑lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Kepunyaan‑Nya lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki‑Nya dan menyempitkan‑(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetaui segala sesuatu”. (Qs. Asy­-Syuura : 10‑12)

Apakah di antara orang‑orang kafir para perusak yang membuat syari’at‑syari’at syaithaniyah itu ada orang yang berhak disifati bahwasanya dia adalah Tuhan Yang segala urusan diserahkan kepada‑Nya, Yang segala sesuatu berserah kepada‑Nya, dan bahwa Dia itu adalah Pencipta langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dan sesungguhnya Dia‑lah Yang Menciptakan pasangan bagi manusia dan menciptakan baqi mereka delapan binatang temak berpasangan yang disebut dalam ayat : "(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba, dan sepasang dari kambing”. (Qs. Al-An'am : 143)

Dan sesungguhnya Dia : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia‑lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Qs. Asy-Syuura : 11)

Dan sesungguhnya Dia : “Kepunyaan‑Nya lah perbendaharaan langit dan bumi”. (Qs. Asy-Syuura : 12)

Dan sesungguhnya Dia : "melapangkan rezeki bagi siapa yang, dikehendaki‑Nya dan menyempitkan‑(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Qs. Asy-Syuura : 12)

Maka wajib atas kalian wahai kaum muslimin memahami sifat‑sifat Dzat Yang berhak menetapkan syari’at, menghalalkan, dan mengharamkan. Dan janganlah kalian menerima hukum dari orang kafir yang, hina, rendah, dan jahil.

Dan ayat yang semakna dengan ayat ini adalah firman Allah :

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59}
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar‑benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs. An‑Nisa' : 59)

Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terheran‑heran setelah ayat ini terhadap orang-orang yang mengklaim beriman kemudian mereka juga menginginkan muhaakamah (berhukum) kepada yang tidak punya sifat‑sifat Dzat Pemilik hukum, yang disebut AI‑Qur'an sebagai Thaghut. Maka setiap yang berhukum kepada selain syari’at Allah maka ia telah berhukum kepada Thaghut, dan yang demikian itu dalam firman Allah :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا{60}
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang‑orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada opa yang diturunkan sebelum k­amu? Mereka hendak berhakim kepada Thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh‑jauhnya". (Qs.  An‑Nisa' : 60)

Maka kafir terhadap Thaghut yang telah Allah tegaskan dalam ayat ini merupakan syarat dalam keimanan sebagaimana penjelasan‑Nya dalam ayat :

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ {256}
"Karena itu barangsiapa yang kafir kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia  telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat". (Qs. Al­-Baqarah: 256)

Maka dipahami dari ayat ini bahwa siapa yang tidak mengkafirkan Thaghut, maka ia itu tidak berpegang kepada tali yang teguh. Dan siapa yang belum berpegang kepada tali yang teguh maka dia terus bersama orang‑orang yang binasa.

Dan dari ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا {26}
”Kepunyaan-Nya lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum”. (Qs. Al-Kahfi : 26)

Apakah di antara orang‑orang kafir yang jahat yang membuat hukum itu ada orang yang layak dikatakan baginya bahwa ia memiliki semua yang tersembunyi di langit dan di bumi ? Apakah pendengaran dan penglihatannya itu dapat menguasai semua yang didengar dan dilihat? Dan bahwa tidak ada seorang pun selain dia yang dapat menjadi penolong ? Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar dari hal yang demikian itu.

Di antara ayat‑ayat yang menunjukan hal itu adalah firman Allah :

وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ  {88}
 “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, ilah-ilah apapun yang lain. Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan (hukum), dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.  (Qs. Al-Qashash : 88)

Apakah di antara orang‑orang kafir yang yang membuat undang-undang itu ada orang mempunyai hak untuk dikatakan bahwasanya ia adalah Tuhan yang Maha Esa ? Dan bahwasannya setiap sesuatu itu binasa kecuali wajahnya ? Dan bahwasanya setiap makhluk itu kembali kepadanya ? Maha Suci Tuhan kami yang Maha Agung dan Maha Suci dari adanya makhluk yang disifati dengan sifat‑Nya.

Dan di antara ayat yang berhubungan dengan ini adalah firman Allah :

ذَلِكُم بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِن يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ {12}
‘'Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yag disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan, maka hukum (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar". (Qs. AI‑Mu’min : 12)

Maka apakah di antara orang‑orang kafir yang durjana yang pembuat undang-undang syaithaniyah ada orang yang berhak disifati dalam kitab samawi sebagai Dzat Yang Maha Tinggi dan Maha Besar ? Maha Suci Engkau ya Allah dari segala hal yang tidak layak dengan kesempurnaan‑Mu.

Dan di antara ayat yang menjelaskan hal ini adalah firman Allah :

وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ  {70}قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِن جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُم بِضِيَاء أَفَلَا تَسْمَعُونَ {71} قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِن جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُم بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلَا تُبْصِرُونَ {72} وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ {73}
“Dan dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan (hukum) dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu ? Maka apakah kamu tidak mendengar ?". Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya ? Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?". Dan Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”. (Qs. Al- Qashash : 70‑73)

Maka apakah di antara para pembuat undang‑undang itu ada orang yang berhak dikatakan bahwa dia memiliki pujian di awal dan di akhir, dan bahwa dia yang menggilirkan malam dan siang, yang dengan itu semua Dia menjelaskan kesempumaan kekuasaan‑Nya dan kebesaran nikmat‑Nya atas makhluk‑Nya. Maha Suci Pencipta langit dan bumi, Allah Maha Sempuma untuk mempunyai sekutu dalam hukum, ibadah, atau kekuasaan‑Nya.

Di antara ayat yang berhubungan dengan hal itu adalah firman‑Nya :

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ{40}
 “Hukum itu hanyalah milik  Allah, Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Qs. Yusuf : 40)

Maka apakah di antara mereka itu ada orang yang berhak untuk dikatakan bahwa ia adalah satu‑satunya Ilah yang berhak disembah, dan bahwa ibadah hanya kepadanya adalah agama yang lurus ? Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar dari apa‑apa yang dikatakan orang­orang zhalim.

Dan di antaranya adalah firman‑Nya :

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ {67}
“Hukum itu hanyalah hak Allah ; kepada-Nya lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri". (Qs. Yusuf : 67)

Maka apakah di antara mereka itu ada orang yang berhak untuk ditawakkali dan berhak diserahi urusan segala sesuatu ?

Dan diantaranya firman Allah :

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ {49} أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ {50}
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (Qs. Al-Maaidah : 49 - 50)

Maka apakah di antara para pembuat syari’at itu ada orang yang berhak dikatakan bahwa hukumnya itu adalah apa yang telah diturunkan Allah dan bahwasanya hukumnya itu bertentangan dengan mengikuti hawa nafsu ? Dan apabila berpaling darinya, maka Allah akan mengadzabnya dengan sebab sebagian dosa-dosanya ? Karena dosa‑dosa itu tidak diperhitungkan semuanya (diadzab karenanya) kecuali di akhirat ? Dan sesungguhnya tidak ada hukum yang lebih bagus dari hukumnya bagi orang‑orang yang, meyakininya ? Maha Suci Allah dari setiap apa yang tidak sesuai dengan kesempumaan dan kebesaran­Nya.

Diantaranya firman Allah :

قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ مَا عِندِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُالْفَاصِلِينَ {57}
 “Katakanlah : "Sesungguhnya Aku berada di atas hujjah yang nyata dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang Sebenamya dan Dia Pemberi Keputusan yang paling baik". (Qs. Al-An’am : 57)

Maka apakah mereka ltu berhak disifati sebagai dzat yang menerangkan yang sebenamya dan bahwa dia adalah pemberi keputusan yang paling baik ?

Dan diantaranya firman  Allah :

أَفَغَيْرَ اللّهِ  أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنَزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلاً وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِّن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ {114}
“Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan Kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci ? Orang-orang yang telah Kami datangkan Kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenamya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu”. (Qs. Al‑An’am : 114)

Maka apakah di antara mereka‑mereka yang tadi disebutkan ada orang yang berhak disifati bahwa sesungguhnya dia yang menurunkan kitab ini secara rinci, yang di mana para ahli kitab bersaksi bahwa dia diturunkan dari Tuhanmu dengan haq, dan sesungguhnya peraturan itu sempuma kalimatnya secara benar dan adil, yaitu benar dalam pemberitaan dan adil dalam hukum, dan bahwasannya tidak ada pengganti dari kalimatnya dan dia maha mendengar dan maha mengetahui ? Maha Suci Tuhan kita, alangkah Agung‑Nya dan alangkah Mulia‑Nya.

Diantaranya firman Allah :

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ  {116}مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ{117}
 “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih”. (Qs. Al-Nahl : 116‑117)

Ayat ini telah menjelaskan bahwa para pembuat undang‑undang selain apa yang disyari’atkan Allah sesungguhnya lisan‑lisan mereka itu tidak lain hanyalah membuat kedustaan belaka, karena mereka mengada‑adakannya atas Allah, dan sesungguhnya mereka tidak akan beruntung tetapi hanya menikmati sedikit kemudian diadzab dengan adzab yang pedih. Yang demikian ini sangat jelas perbedaan antara sifat-sifat mereka dengan sifat‑sifat yang memiliki hak penghalalan dan pengharaman.

Diantaranya firman Allah :

قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاءكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللّهَ حَرَّمَ هَـذَا فَإِن شَهِدُواْ فَلاَ تَشْهَدْ مَعَهُمْ {150}
"Katakanlah ; “Bawalah kemari saksi‑saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasannya Allah telah mengharamkan (makanan yang kamu) haramkan ini”, Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka". (Qs. Al-An’am : 150)

Mereka itu tidak mampu untuk menjelaskan sandaran pengharaman itu. Dan yang demikian itu jelas sekali bahwa selain Allah tidak memilliki sifat penghalalan dan pengharaman. Dan dikarenakan tasyri' (penetapan hukum) dan semua macam hukum itu baik hukum syari'at atau kauniyyah qadariyyah (hukum yang Allah tetapkan di alam ini) adalah bagian dari kekhususan rububiyah (Ketuhanan) Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh ayat‑ayat tadi, maka terbuktilah bahwa setiap orang yang mengikuti aturan selain aturan Allah maka berarti dia itu telah menjadikan pembuat syari’at tersebut sebagai tuhan dan dia itu menyekutukannya bersama Allah.

Dan firman Allah :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ {21}
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?". (Qs. Asy-Syuraa : 21)

Allah telah menamakan orang‑orang yang mensyariatkan dalam agama ini apa yang tidak diizinkan Allah sebagai tandingan‑tandingan. Yang menambah jelas hal ini adalah apa yang Allah sebutkan tentang syaitan pada hari kiamat. Sesungguhnya ia berkata kepada orang yang menyekutukannya di dunia. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu memper-sekutukan aku (dengan Allah) sejak dulu. Sedangkan penyekutuannya yang tersebut itu tidak lebih dari sekedar syaitan itu mengajak mereka untuk mentaatinya, terus mereka mengikutinya.

Sebagaimana telah jelas hal itu pada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأَمْرُ إِنَّ اللّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدتُّكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُم مِّن سُلْطَانٍ إِلاَّ أَن دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلاَ تَلُومُونِي وَلُومُواْ أَنفُسَكُم مَّا أَنَاْ بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَآ أَشْرَكْتُمُونِ مِن قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {22}
“Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih”. (Qs. Ibrahim : 22)

Dan hal ini sangat jelas sebagaimana. yang anda perhatikan”. Selesai dengan diringkas. [Al Hakimiyah Fi Tafsir Adhwa’il Bayan]

Al-Imam Muhammad Al-amin Asy-Syinqithi juga berkata :
“Adapun Undang-Undang yang bertentangan dengan Perundang-undangan buatan Pencipta langit dan bumi, maka menjadikannya sebagai kata pemutus (atas segala pesoalan) berarti telah kafir dengan pencipta langit dan bumi, seperti tuduhan melebihkan bagian warisan anak laki-laki atas anak perempuan tidak adil maka wajib menyamakannya, tuduhan poligami itu mendzalimi kaum perempuan, talak itu kedzaliman atas perempuan, rajam dan potong tangan dan lainnya itu kejam tak boleh diperlakukan atas manusia dan sebagainya. Memperlakukan undang-undang seperti ini dalam masalah nyawa, harta, kehormatan, nasab, akal dan agama masyarakat berarti telah mengkufuri pencipta langit dan bumi dan membangkang undang-undang langit yang dibuat oleh Pencipta seluruh makhluk, padahal Dialah yang Maha Mengetahui apa yang baik bagi mereka. Maha Suci Allah dari adanya pembuat undang-undang selain-Nya”. [Tafsir Adhwa’ul Bayan : IV/84-85]

Dan ketahuilah, bahwa ketuhanan yang seperti inilah yang diklaim oleh Fir’aun---semoga Allah melaknatnya--- ketika dia berkata :

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى {24}
“akulah tuhan kalian yang paling tinggi”. (Qs. An-Naazi’at : 24)

Dan saat dia mengatakan :

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرِي {38}
“dan berkata fir'aun : “hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui  tuhan bagi kalian selain aku”.  (Qs. Al-Qashash : 38)

Fir'aun sama sekali tidak mengaku sebagai pencipta langit dan bumi, dia mengetahui benar bahwa dirinya terlahir dari manusia, dan apa yang ada di sekitarnya bukanlah dia yang menciptakan, oleh sebab itu Musa 'alaihissalam berkata kepadanya :

لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَـؤُلاء إِلاَّ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ بَصَآئِرَ {102}
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata”(Qs. Al-Isra’ : 102)

Jadi, Fir'aun tidak mengklaim penciptaan langit dan bumi beserta isinya. Fir'aun juga tidak mengaku bisa mendatangkan manfaat atau menolak bala, buktinya adalah tatkala Allah mengirimkan taufan, belalang, kutu, katak, dan air minum menjadi darah, maka Fir'aun dan kroni-kroninya malah datang meminta do’a kepada nabi Musa agar diselamatkan dari adzab yang menimpa mereka, sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala kisahkan kepada kita :

وَلَمَّا وَقَعَ عَلَيْهِمُ الرِّجْزُ قَالُواْ يَا مُوسَى ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِندَكَ لَئِن كَشَفْتَ عَنَّا الرِّجْزَ لَنُؤْمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرْسِلَنَّ مَعَكَ بَنِي إِسْرَآئِيلَ {134}
“Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata : “Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu”. (Qs. Al-A’raf : 134)

Buktinya juga adalah bahwa dia meminta bantuan para tukang sihir untuk mengalahkan mukjizat nabi Musa 'alaihissalam dan dia meminta pendapat para pejabat negerinya dalam menanggulangi mukjizat nabi Musa 'alaihissalam :

قَالَ لِلْمَلَإِ حَوْلَهُ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ {34} يُرِيدُ أَن يُخْرِجَكُم مِّنْ أَرْضِكُم بِسِحْرِهِ فَمَاذَا تَأْمُرُونَ {35}
“Fir'aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada sekelilingnya : “Sesungguh-nya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai, ia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?”. (Qs. Asy-Syu’ara : 34-35)

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala tentang ucapan Fir'aun kepada khalayak :

لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِن كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ {40}
“Semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang”. (Qs. Asy-Syu’ara : 40)

Fir'aun dan para pembesar kaumnya juga mengaku sebagai manusia ketika mereka berkata perihal Musa dan Harun ‘alaihimas salam :

فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ {47}
“Dan mereka berkata : “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita ?”. (Qs. Al-Mukminun : 47)

Jadi, disini kita bisa memahami bahwa ketuhanan yang diklaim Fir'aun itu adalah ketuhanan semacam ini, yaitu bahwa dirinyalah yang berhak membuat hukum dan hukum-nyalah yang paling tinggi yang mana itu merupakan hak khusus Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh sebab itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala mencap para penggulir hukum atau ajaran atau undang-undang selain Diri-Nya sebagai syuraka (sekutu-sekutu) yang diibadati.

Dan kita juga memahami bahwa peribadatan kaum Fir'aun kepadanya adalah bukan dengan shalat dan do’a kepadanya, akan tetapi dengan kepatuhan, ketaatan, kesetiaan kepada hukum buatannya :

فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ {54}
“Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya”. (Qs. Az-Zukhruf : 54)

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat : “Orang-orang yang menghambakan diri”. (Qs. Al-Mukminun : 47) adalah orang-orang yang mentaati, sebagaimana firman-Nya :

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ {60}
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan ? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (Qs. Yaasin : 60)

Makna menyembah syaitan adalah mengikuti atau mentaati syaitan.

Dan bila kita telah memahami hal ini, maka mari kita mengenal Fir'aun-Fir'aun yang mengaku Tuhan pada zaman sekarang. Di dalam bab II pasal 3 ayat (1) UUD 1945 dikatakan : “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”.

Ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa para anggota MPR adalah arbab (Tuhan-Tuhan) selain Allah yang diikuti dan diibadahi, sedangkan para arbab ini terdiri dari berbagai partai politik yang duduk di DPR dan juga DPD.

Saat orang mengatakan Saya adalah anggota MPR,  maka artinya Saya adalah Tuhan selain Allah”.

Tuhan yang lainnya adalah Presiden, sebagaimana yang dinyatakan dalam Bab III pasal 5 ayat (1) UUD 1945 : “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.

Dan juga dalam pasal yang sama ayat (2) dinyatakan : “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”.

Dan lihat pula Bab VII pasal 19 ayat (4) : “Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang”.

Ini Presiden, dan bagaimana dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mana mereka adalah Kepala Pemerintah Daerah ?

Silahkan lihat Bab VI pasal 16 ayat (6) : “Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

Dan masih sama dengan status orang-orang diatas adalah DPR dan para anggotanya. Silahkan lihat dalam Bab VII pasal 20 ayat (1) : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Dan lihat juga ayat (2), (3), (4), dan (5).

Bahkan masing-masing anggota DPR adalah rela dengan klaim hak Ketuhanan. Di dalam Bab VII pasal 21 ayat (1) : “Anggota DPR  berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang”. Silahkan lihat ayat (2) dalam pasal yang sama, dan juga lihat pasal 22 ayat (2) dan (3).

Arbab (Tuhan-Tuhan) yang menjelma dalam bentuk DPR ini terdiri dari berbagai partai dan golongan yang pada hakekatnya mereka itu cerai berai. Dan tentunya DPRD I dan DPRD II juga tidak jauh berbeda, cuma ruang lingkupnya lebih kecil. Dan begitu juga arbab lain adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebagaimana dinyatakan dalam Bab VII pasal 22D ayat (1) : “DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran aserta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah”.

Dan dalam ayat (2) : “DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pembangunan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atau RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama”.

Ini adalah sedikit dari hal yang banyak yang membongkar di hadapan kita siapa gerangan arbab (Tuhan-Tuhan) yang diibadahi selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala oleh para hamba Undang-Undang buatan manusia di negeri ini.

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ {39} مَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ {40}
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?  Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Hukum itu hanyalah kepunyaan AllahDia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Qs. Yusuf : 39-40)

Kejahatan Fir'aun dahulu adalah membunuh anak-anak laki-laki dari keluarga orang-orang yang beriman, mengancam orang-orang yang membangkang kepada undang-undang dan ajarannya dengan ancaman pembunuhan dan penjara, menuduh orang-orang yang beriman sebagai penebar ajaran sesat dan kerusakan, menuduh mereka ingin merampas kekuasaan dari tangannya, serta tuduhan lainnya.

Adapun pembunuhan setiap anak laki-laki, maka seperti dikatakannya :

اقْتُلُوا أَبْنَاء الَّذِينَ آمَنُوا {25}
“bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman”. (Qs. Al-Mu’min: 25)

Karena jika dibiarkan, Fir'aun khawatir anak-anak itu membawa petaka bagi kekuasaannya di masa mendatang, namun walaupun mereka dibunuh fisiknya, tapi mereka berada di atas fithrahnya yang bersih, sehingga mereka insya Allah masuk surga berdasarkan hadits-hadits shahih perihal anak orang mukmin yang meninggal sebelum akil baligh.

Berbeda halnya dengan Fir'aun-Fir'aun zaman sekarang dimana mereka itu lebih jahat daripada Fir'aun zaman dulu. Fir'aun-Fir'aun zaman sekarang membunuh fithrah anak-anak melalui pendidikan-pendidikan di sekolah-sekolah milik mereka, menjauhkan anak-anak dari tauhid dan mendoktrin mereka agar loyal dan setia kepada Fir'aun zaman sekarang dan undang-undangnya, karena orang yang mati fithrah tauhidnya maka hakikatnya adalah orang yang sudah mati :

وَ مَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا {122}
 “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya ?”.(Qs. Al-An’am: 122)

Mereka tumbuh dewasa sebagai orang-orang musyrik yang setia kepada sistem dan perundang-undangan yang dibuat Fir'aun itu, dan andai mereka mati di atas keadaan seperti ini maka mereka mati dalam keadaan kafir yang mana hal itu mengekalkan di dalam neraka. Jadi nyata dan jelas bahwa Fir'aun-Fir'aun zaman sekarang lebih jahat daripada Fir'aun zaman dahulu.

Dan saat Fir'aun-Fir'aun zaman sekarang tidak mampu merubah fithrah anak kaum muslimin, baik karena kaum muslimin paham akan hal ini dan menjauhkan anak-anak mereka dari sekolah-sekolah Fir'aun serta mendidiknya di atas tauhid, ataupun saat dewasa anak-anak itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala bukakan hatinya untuk menerima tauhid dan berbalik memusuhi dan menentang Fir'aun dan sistemnya, maka Fir'aun-Fir'aun itu akan menggunakan cara-cara yang pernah digunakan Fir'aun zaman dulu, yaitu seperti tuduhan ingin merubah idiologi negara dan penebar kerusakan :

إِنِّي أَخَافُ أَن يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَن يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ {26}
“Sesungguhnya aku khawatir dia (Musa) akan menukar dien kalian atau menimbulkan                            kerusakan di muka bumi”. (Qs. Al-Mu’min : 26)

Sedangkan makna dien adalah undang-undang sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ{76}
“Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut dien (undang-undang) Raja”. (Qs. Yusuf : 76)

Dan barangsiapa yang mengikuti hukum selainnya maka akan mendapat ancaman penjara :

قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ{29}
“Fir'aun berkata : “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar                                         aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”. (Qs. Asy-Syu’ara : 29)

Jadi, Fir'aun khawatir Musa 'alaihissalam menukar undang-undang atau idiologi negaranya, juga tuduhan ingin merebut kekuasaan :

قَالُواْ أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاء فِي الأَرْضِ{78}
“Mereka berkata : "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi ?”. (Qs. Yunus : 78)

Begitulah, Fir’aun di setiap zaman dan tempat melakukan hal yang serupa terhadap kaum mukminin. Fir'aun-Fir'aun masa sekarang, baik dia itu mengaku muslim maupun tidak, mereka melakukan pembunuhan terhadap para penegak لا إله إلا الله, bisa dengan pembunuhan misterius, pembunuhan massal ataupun lewat jalur persidangan hukum Thaghut mereka, penjara, penahanan, penggerebekan, dan pengejaran adalah lumrah biasa dilakukan para kaki tangan Fir'aun negeri ini dan negeri-negeri lainnya.

Lisan mereka mengatakan : “Akulah tuhan kalian yang paling tinggi, tidak ada tempat bagi hukum Allah di negeri ini, dan hanya hukum dan idiologi kamilah yang paling tinggi di negeri ini”. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa di sana ada hari penentuan dan pembalasan yang penyiksaannya tidak sebanding dengan penyiksaan mereka, penjaranya adalah Jahannam yang mengerikan, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, tiada kematian dan istirahat, namun yang ada hanyalah penyiksaan abadi.

Wahai Fir'aun dan bala tentaranya :

لَكُمُ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ظَاهِرِينَ فِي الْأَرْضِ فَمَن يَنصُرُنَا مِن بَأْسِ اللَّهِ إِنْ جَاءنَا {29}
“Untuk kalian kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita ?". (Qs. Al-Mukmin : 29)



Disadur dari “Fir’aunisme” dengan perubahan.
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011