Selasa, 20 Desember 2011

Syarah Hadits Ashabul Ukhdud, Bag. 1


Oleh :

Fadhilatus Syaikh Abdul Mun'im Musthafa Halimah


Pengantar

Segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal kita.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak seorang pun yang mampu menyesatkannya. Dan, barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tak seorang pun yang mampu memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan, saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salah tercurah limpahkan kepada beliau.
Wa ba’d;
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dengan sanad dari Shuhaib bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam bersabda :
“Ada seorang raja yang hidup di zaman sebelum kalian. Ia memiliki seorang tukang sihir. Ketika sudah tua, tukang sihir itu berkata kepada raja, ‘aku sudah tua. Angkatlah seorang pemuda untuk kuajari ilmu sihir. Maka, raja mengutus seorang pemuda untuk belajar. Ketika dalam perjalanan ke tempat tukang sihir, pemuda ini melewati seorang pendeta.
Ia berhenti dan mendengarkan wejangan-wejangannya. Ia terkagum-kagum dengan kata-kata pendeta tersebut. Akhirnya, setiap kali berangkat ke tempat tukang sihir,  ia mampir dulu, duduk di tempat pendeta. Akibatnya, setiba di tempat tukang sihir ia dicambuk. Hal ini ia adukan kepada pendeta. Pendeta tersebut berkata : Jika kamu takut dipukul tukang sihir, katakan bahwa keluargamu menahan dirimu. Dan jika engkau takut dimarahi keluargamu, katakan bahwa tukang sihir menahan dirimu. Ketika berangkat seperti biasa“.
Pemuda itu bertemu dengan binatang buas. Binatang ini membuat orang-orang ketakutan sehingga mereka tidak bisa lewat. Ia bergumam : Kini saatnya kuketahui, mana yang lebih baik, tukang sihir ataukah pendeta”. Lalu ia memungut sebutir batu dan berkata : “Ya Allah, jika ajaran pendeta itu lebih Engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, maka matikanlah binatang ini supaya manusia bisa lewat seperti semula”.Maka, ia lempar binatang itu dan mati. Orang-orang pun bisa lewat lagi.
Setelah itu, pemuda ini mendatangi sang pendeta dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Pendeta berkata kepadanya : “Anakku, hari ini kamu lebih baik daripada aku. Aku melihat apa yang sudah engkau capai. Hari ini kamu lebih baik daripada aku. Sungguh, kamu pasti akan menerima cobaan. Jika kelak mendapatkan cobaan, jangan menunjuk namaku”.
Pemuda ini sering menyembuhkan pengidap penyakit abrash dan belang, serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita orang. Seorang penasihat raja mendengar berita tentangnya. Maka dari itu, ia datang kepada pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata : “Semua yang kubawa ke sini ini akan menjadi milikmu jika engkau bisa menyembuhkanku”. “Aku tidak bisa menyembuhkan siapa pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah. Jika kamu beriman kepada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya dan Dia akan menyembuhkanmu, tukas si pemuda.
 Akhirnya ia beriman dan Allah pun menyembuhkannya. Setelah itu, ia datang kepada raja seperti biasa. Raja bertanya kepadanya : “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?”. Ia menjawab : “Tuhanku!”. Raja bertanya lagi : “Apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?”. Penasihat itu berkata : “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah”. Raja menangkapnya, dan terus menyiksanya hingga akhirnya ia menyebutkan keberadaan si pemuda.
Maka, dipanggilah pemuda tadi. Raja bertanya kepadanya : “Anakku, apakah ilmu sihirmu sudah sedemikian hebat sampai kamu bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit lepra, serta bisa melakukan ini itu?”.
“Aku tidak menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah”. Raja pun menangkapnya dan terus menyiksanya sampai pemuda ini menunjukkan keberadaan pendeta. Pendeta pun dibawa. Dikatakan kepadanya : Tinggalkan agamamu!. Pendeta menolak.
Akhirnya diambillah sebuah gergaji, lalu diletakkan di tengah-tengah kepalanya, dan tubuhnya digergaji dari atas hingga terbelah dua. Setelah itu, mantan penasihat raja dipanggil, dikatakan kepadanya : Tinggalkan agamamu!”. Ia juga menolak, maka diambil gergaji. Ia digergaji dari tengah kepalanya hingga terbelah dua dan jatuh ke tanah.
Giliran si pemuda dipanggil, dikatakan kepadanya : Tinggalkan agamamu!”. Dan tentu saja ia menolak. Maka raja menyerahkan pemuda tadi kepada beberapa prajuritnya. Ia berkata : Bawa dia ke gunung itu, dakilah sampai puncaknya”. Perintahkan ia untuk keluar dari agamnya. Jika ia menolak meninggalkan agamanya, lemparkan dia dari atas!”. Maka para prajurit itu membawa si pemuda ke gunung yang dimaksud.
Sementara si pemuda berdoa : Ya Allah, lindungi aku dari mereka sekehendak-Mu!”. Tiba-tiba gunung terguncang dan pasukan raja berjatuhan. Si pemuda pulang berjalan kaki ke tempat raja. Raja bertanya : “Apa yang dilakukan orang-orang yang menyertaimu?.
Ia menjawab : Allah telah melindungiku dari mereka”. Mendengar itu, raja kembali menyerahkan pemuda ini kepada prajurit-prajuritnya yang lain. Ia berkata : Bawa pemuda ini di dalam sebuah perahu kecil. Bawa ia ke tengah-tengah laut, kecuali jika ia mau keluar dari agamanya. Kalau ia tidak mau meninggalkan agamanya, lemparkan dia ke tengah laut!”.
Mereka pun membawanya. Pemuda itu berdoa lagi : “Ya Allah, lindungi aku dari mereka sekehendak-Mu”. Maka, tiba-tiba kapal yang ditumpangi pasukan raja terbalik, dan mereka semua tenggelam. Ia pun kembali pulang menghadap raja dengan berjalan kaki.
Lagi-lagi raja bertanya : “Apa yang dilakukan para pengiringmu?”. Pemuda itu menjawab : “Allah telah lindungi aku dari mereka. Wahai Raja, engkau tidak akan bisa membunuhku, kecuali bila engkau menuruti perintahku”. “Apa perintahmu itu?”, tanya sang raja.
 “Kumpulkan manusia di sebuah tanah lapang, kemudian saliblah tubuhku pada sebatang kayu. Ambil satu anak panah dari sarung panahku ini, lalu pasang panah itu di tengah-tengah busur saat memegangnya. Lalu ucapkan : ‘Bismillahi Rabbil Ghulam (Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini). Setelah itu panahlah aku. Jika engkau melakukan ini, engkau akan berhasil membunuhku”. 
Akhirnya, raja mengumpulkan manusia di sebuah tanah lapang dan menyalib pemuda itu pada sebuah kayu. Setelah itu, ia mengambil satu anak panah dari tempat anak panahnya dan meletakkannya di tengah-tengah busur. Lalu, raja mengucapkan : “Bismillah Rabbil Ghulam (Dengan nama Allah, Tuhan pemuda ini)”.
 Kemudian dipanahnya pemuda itu. Anak panah mengenai bagian pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya pada pelipisnya yang terkena panah. Tak lama kemudian ia mati.
 Melihat kejadian ini, manusia mengatakan : “Kami beriman kepada Rabb pemuda ini! Kami beriman kepada Rabb pemuda ini! Kami beriman kepada Rabb pemuda ini!”.
Si raja datang, lantas dikatakan kepadanya : “Tidakkah engkau melihat apa yang selama ini engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiranmu itu telah terjadi. Manusia telah beriman”.
Maka raja memerintahkan untuk dibuatkan parit-parit. Di atasnya dipasang jembatan. Maka dibuatlah parit, dinyalakan dengan api. Raja berkata : Siapa yang tidak mau meninggalkan agama barunya, lemparkan ke dalam parit. -Dalam lain riwayat : Perintahkan dia terjun ke parit!”.
Pasukan raja melakukan perintahnya. Sampai tiba giliran seorang wanita yang menggendong bayinya, sejenak ia hendak mengurungkan niatnya menceburkan diri ke dalam parit. Namun tiba-tiba bayinya berkata : “Ibu, bersabarlah, sesungguhnya ibu berada di atas kebenaran!”. [Hadits Shahih Riwayat Muslim]
Pembaca yang budiman, mungkin sebagian besar dari kita telah mendengar kisah dalam hadits tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.
Namun, saya akhirnya menyadari bahwa kita—dari satu masa ke masa—sangat butuh untuk memperbarui perhatian kita kepada sebagian makna dan isyarat kalimat yang terkandung dalam kisah yang agung tersebut dari segenap sisi dan rinciannya.
Sebab, kisah tersebut mengandung berbagai makna iman yang tinggi. Juga, terdapat kaitan erat dengan realita dan kehidupan kita dewasa ini. Karena, realita, rincian, dan peristiwa tersebut—atau sebagiannya—terus terulang di sebagian tempat dan negeri.
Semua itu terjadi agar kita dapat mengambil pelajaran dan bimbingan bagi jiwa kita, dan generasi yang akan datang serta sebagai bekal yang dapat membantu kita—dengan seijin Allah—untuk menanggung beban perjalanan di atas jalan kebenaran, dakwah, jihad, dan pembinaan umat. Selain itu juga untuk menghadapi orang-orang yang melampaui batas, dan kezhaliman orang-orang yang berlaku zhalim.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama merenungi makna dan isyarat kalimat-kalimat yang terkandung dalam kisah yang agung ini, kalimat demi kalimat. Kita berdoa kepada Allah, semoga memberikan keteguhan, taufik, dan penerimaan amal.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Mahadekat, dan Maha Mengabulkan doa.

Penulis
Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah


Antara Raja Kafir Terdahulu dan Thaghut Hari Ini

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dengan sanad dari Shuhaib bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada seorang raja yang hidup di zaman sebelum kalian.”
Benar, ia adalah seorang raja yang semena-mena dan sombong. Ia memperbudak rakyatnya. Ia perbudak mereka untuk dirinya sendiri, undang-undangnya, dan hawa nafsunya.
Ia menempatkan dirinya di hadapan mereka sebagai tuhan dan ilah. Ia menyampaikan pendapat kepada rakyatnya sesuai dengan apa yang ia pandang baik dan ia pun menetapkan syariat sesuka hatinya.
Tak ada hukum yang berlaku di tengah-tengah rakyatnya selain hukumnya. Bila ada rakyatnya yang mengingkari ketuhanan dan uluhiyahnya, ia akan menyiksa, membunuh atau mengusirnya. Ia menempatkan dirinya sebagai tandingan bagi Allah  dan sekutu-Nya terkait dengan sejumlah keistimewaan dan sifat yang dimiliki oleh Allah.
Alangkah banyaknya thaghut yang berlaku zhalim di zaman kita saat ini, yang menyerupai raja di atas, terkait dengan sejumlah sifat yang telah disebutkan.
Saya memandang bahwa tak ada bedanya antara raja tirani di atas dan para thaghut di era sekarang. Selain terletak pada perbedaan bahwa raja di atas mengaku sebagai tuhan dan ilah secara terang-terangan dan lantang. Serta berani mengatakan bahwa dirinyalah raja yang paling tinggi. Tak ada tuhan dan ilah selain dirinya.
Adapun para thaghut yang saat ini tengah menjadi batu ujian bagi umat, sejak dahulu pada hakikatnya mereka mengangkat diri sebagai tuhan tetapi dengan cara yang terselubung, yang dibalut oleh topeng keburukan dan tipu muslihat.
Sehingga, para thaghut itu akan mengatakan kepada rakyatnya–baik dengan ucapan maupun tindakan : “Tak ada hakim dan pembuat undang-undang bagi kalian selain kami dan lembaga-lembaga resmi milik kami."
Secara lebih rinci, mereka juga mengatakan : "Semua ketetapan dan keputusan kami adalah yang terbaik. Apa saja yang kami perbolehkan, maka itu adalah halal bagi kalian, dan apa yang kami larang, maka itu haram bagi kalian. Apa yang kami pandang baik, maka ia adalah baik. Apa yang kami anggap buruk, maka ia adalah buruk. Kami mendukung siapa saja yang kami kehendaki, sedangkan kalian—sebagai rakyat—harus mengikuti pilihan kami. Kami memusuhi siapa saja yang kami kehendaki, sedangkan kalian harus mengikuti kami dalam hal itu. Undang-undang dan peraturan yang kami buat adalah tinggi dan tak ada yang menandinginya. Kalian wajib taat kepadaku, tak ada ketaatan selain kepadaku. Barangsiapa yang membangkang kepada kami dengan menaati selain kami, kami akan akan memerangi, mengusir atau memenjarakan dan membunuhnya. Kalian dan apa yang kalian miliki adalah milikku. Adapun sesuatu yang kami miliki yang paling utama adalah kalian, wahai umat manusia. Kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Adapun kami—apapun yang kami lakukan— tidak dimintai pertanggungjawaban. Aku tidak ditanya atau dikritik tentang apa yang kulakukan. Barangsiapa yang berani bertanya tentang diri dan sistemku, ia akan mendapatkan celaka.”
Demikianlah, dari ucapan dan tindakan mereka. Mereka memiliki kemiripan dalam kesewenang-wenangan, kekafiran, dan kezhaliman. Bahkan, kondisi mereka bertingkat-tingkat.
Mereka memiliki perbedaan dari sisi ucapan, kelantangan, dan cara yang menggambarkan seberapa jelas kesewang-wenangan, kekafiran, dan kezhalimannya. Sedangkan, yang lain lebih dahsyat dan lebih pahit.



Alat-Alat Propaganda Penguasa
Selanjutnya, dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ia (sang raja tersebut) memiliki seorang tukang sihir.”
Perlu kita ketahui bahwa profesi sang penyihir ini adalah memutarbalikkan realita di hadapan manusia. Ia akan menampakkan kebenaran sebagai sesuatu yang bathil, dan kebathilan sebagai sesuatu yang benar.
Profesi tukang sihir tersebut adalah memoles kebathilan sang raja dan menghiasi kesewenang-wenangannya, sekaligus mengesahkan pengakuan raja tersebut sebagai tuhan dan ilah di mata manusia.
Profesinya adalah memperkokoh kerajaan sang raja—dengan sulap, sihir, dan kekafirannya—dan memperbudak manusia kepada sang raja. Sehingga, tak ada lagi yang menolak dan menggulingkannya.
Tukang sihir ini merupakan contoh bagi para tukang sihir yang berusaha membela para thaghut yang zhalim dan kekuasaan mereka sepanjang zaman. Demi keberlangsungan kekuasaannya, hukumnya serta usahanya untuk memperbudak rakyat.
Tidak ada satu penguasa thaghut pun yang tidak menggunakan agen-agen propaganda yang berfungsi seperti tukang sihir tersebut. Merekalah yang dijadikan sebagai sandaran para penguasa thaghut, ketika rakyat telah jenuh dan merasa terhimpit dengan pola kekuasaannya.
Benar, pada saat-saat kritis, tukang sihir tersebut akan membela sang penguasa thaghut dan seluruh sistem kekuasaan, hukum, dan undang-undangnya. Mereka akan memutar-balikkan fakta dan memalsukan kenyataan demi membius kesadaran rakyat agar tetap tunduk dan patuh kepadanya.
Sehingga, seseorang akan melihat kebenaran sebagai sesuatu yang bathil; kebatilan sebagai sesuatu yang benar; sesuatu yang manis sebagai sesuatu yang pahit; sesuatu yang pahit sebagai sesuatu yang manis; keburukan sebagai sesuatu yang indah; keindahan sebagai sesuatu yang buruk; kebaikan sebagai sesuatu yang mungkar; dan kemungkaran sebagai sesuatu yang baik.
Sebagian dari jajaran tukang sihir yang dijadikan sandaran di era sekarang ini adalah para ulama yang memiliki perangai buruk dan para cendekiawan yang hanya mengandalkan lisan dan akal belaka. Mereka menggunakan jiwa dan ilmu mereka sebagai alat untuk membela kezhaliman, kesewenang-wenangan, kekafiran, dan tata aturan para thaghut yang zhalim.
Termasuk dari alat propaganda penguasa adalah mass media—dengan berbagai bentuknya, baik media cetak, media elektronik (video dan audio visual)—yang menyebarkan kelebihan dan keutamaan sang thaghut—dengan dibumbui sedemikian rupa—kepada rakyatnya.
Juga, di antara bentuk tukang sihir adalah sarana permainan yang haram—dan alangkah banyaknya bentuk ini di zaman sekarang—yang mampu mengobarkan syahwat. Ia mampu menjadikan sesorang terbelenggu syahwatnya dalam rentang waktu yang lama. Ia tak mampu melepaskan diri dari kekuasaan dan tekanannya. Seolah-olah ia terikat dengan ribuan jin ifrit dan setan.
Oleh karena itu, tak aneh bila ada di antara kita yang tertimpa fitnah dengan ilmu pengetahuan sang thaghut. Lantas, mau menyembah sang thaghut dan antek-anteknya (Salah satu bentuk penyembahan adalah mentaati seseorang secara mutlak,  sehingga apapun yang dikatakan dan diinginkan oleh orang itu akan ditaati dan dilaksanakan oleh para penyembahnya). Hal ini benar-benar terjadi pada sihir para tukang sihir di atas.
Cobalah Anda mengajukan sebuah masalah berkaitan dengan thaghut yang ada disekitar Anda untuk didiskusikan, tentu Anda akan mendapatkan ribuan pendapat tentangnya. Sungguh, ini benar-benar sihirnya para tukang sihir yang tengah melancarkan makarnya.
Masing-masing orang akan menjawab dengan jawaban yang berbeda dengan yang lain. Hal ini karena pengaruh sihir para tukang sihir yang ahli makar tersebut.
Sebuah kebaikan—menurut sebagian besar masyarakat—akan menjadi sebuah kemungkaran dan keburukan. Sesuatu yang munkar akan menjadi sebuah kebaikan dan sesuatu yang indah.
Sebuah kebathilan akan terlihat benar, dan kebenaran akan terlihat bathil. Kezhaliman akan terlihat adil dan keadilan akan terlihat zhalim. Ini semua terjadi atas prakasa tukang sihir.
Cita rasa pun mulai goyah, sehingga akan merusak pemiliknya sendiri. Dalam pandangan mereka, hampir tak ada satu kebenaran pun yang disepakati yang tidak dapat ditolak dan didebat. Tak ada lagi sesuatu yang paten yang dihormati dan dijadikan sandaran.
Segala sesuatu—selain pengetahuan tentang peribadatan kepada thaghut—dapat dikritisi, ditolak, dan diubah. Semuanya tunduk kepada keinginan rakyat yang tersihir dan tertekan.

Para Thaghut Selalu Memperbarui Alat Propaganda Politiknya
Selanjutnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ketika sudah tua, tukang sihir itu berkata kepada raja, ‘Aku sudah tua.”
Ia merasa bahwa kekuasaan dan kesewenang-wenangan sang raja akan menghadapi marabahaya. Adapun ajalnya terasa telah dekat yang boleh jadi sihirnya akan pergi bersama meninggalnya si tukang sihir.
Sehingga, kedok sihirnya akan terbongkar di hadapan manusia. Lantas, realita sebenarnya akan nampak di hadapan mereka. Hal ini mengandung mara bahaya bagi sang raja dan kekuasaannya. Sehingga, sang raja harus segera menyadari sebelum datangnya mara bahaya tersebut. Lantas, apa solusinya dan apa yang diminta sang tukang sihir?
“Angkatlah seorang pemuda untuk kuajari ilmu sihir”, agar ia dapat mewarisi ilmu sihirku dan berkhidmat kepada sang raja. Sehingga pengaruh sihir tersebut akan tetap berkelanjutan di hadapan manusia.
Sebab, agar sihir tetap efektif pengaruhnya, maka harus ada seseorang yang mendukung sihirnya secara berkesinambungan, tanpa henti-hentinya. Sekiranya sihir tersebut putus atau berhenti, maka akan segera terbongkar sihir tersebut dan tidak efektif lagi serta akan menimpa pelakunya sendiri.
Oleh karena itu, kita dapati sihir para tukang sihir di era sekarang ini –dengan berbagai bentuknya yang telah disebutkan di muka—akan terus disebarkan di tengah-tengah manusia sepanjang waktu, tanpa terputus atau berhenti.
Sehingga tak ada waktu lagi bagi seseorang untuk merenung, walau hanya satu detik saja, sehingga akan terbongkar dan akan tahu hakikat sihir tersebut.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, “(Tidak) sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”.[Qs. Saba’: 33]
Makar tersebut tak hanya terjadi di waktu malam saja atau pada waktu siang hari saja. Namun, makar tersebut terjadi siang malam secara berkesinambungan tanpa ada waktu untuk berhenti atau terputus.
“Maka, raja mengutus seorang pemuda untuk belajar” sihir kepadanya, lalu masuk dalam ketaatan, khidmat, dan beribadah kepada raja. Lantas, kenapa harus seorang ghulam (pemuda), bukan orang dewasa?
Jawabnya adalah bahwa pemuda itu lebih cepat untuk belajar dan memahami; lebih tunduk untuk belajar dan masuk ke dalam ketaatan dan peribadatan. Tulangnya masih lunak yang dapat dibengkokkan daripada mereka yang usianya lebih tua, sehingga sesuai dengan kehendak tukang sihir tersebut.
Juga, agar dapat menjadi jaminan bagi sang raja, singgasananya, kerajaannya, tata aturannya, dan undang-undangnya. Juga agar dapat berkhidmat lebih lama. Sihirnya akan turun-temurun kepada generasi mendatang. Hal ini tak mungkin dapat terwujud, kecuali yang belajar sihir tersebut adalah seorang pemuda.
Oleh karena itu, kita dapati para thaghut dewasa ini memfokuskan diri mereka –melalui agen-agen propaganda mereka—pada anak-anak dan pemuda, agar kesewanang-wenangan dan tata aturan mereka terus berkesinambungan.
Juga, agar kekuasaan mereka tetap berlangsung—sepanjang zaman dan generasi mendatang—tanpa ada yang menolak, mengingkari, atau mempertanyakan.
Untuk itulah, kita dapat melihat bahwa mereka mendidik anak-anak dan para pemuda dengan diberikan materi kekafiran dan sihir, pengagungan terhadap thaghut, pengagungan terhadap undangan-undangnya, berwala’ dan beribadah kepadanya dengan cara menyekutukan Allah (sebagaimana halnya perekrutan pemuda untuk bersekolah di dinas ketentaraan, kepolisian, dinas intelijen negara, hingga tayangan-tayangan pencarian minat bakat untuk mencari pemuda yang layak menjadi artis, film-film romantisme remaja, atau tayangan-tayangan pornografi lainnya).
“Ketika dalam perjalanan ke tempat tukang sihir, pemuda ini melewati seorang pendeta”. Yakni, ketika pemuda tersebut melewatinya saat berjalan dari rumahnya ke tempat tukang sihir untuk belajar sihir.
Saat berjalan, ia mendapatkan seorang pendeta yang memiliki ilmu dan tauhid yang kuat. Sang pendeta menyendiri dari manusia, ia bersembunyi dari pandangan mata-mata pasukan sang raja yang senantiasa mengusir atau membunuh setiap orang yang bertauhid dan mengingkari ketuhanan sang raja.
Raja, tukang sihir, dan antek-antek raja membuat strategi dan makar. Namun, Allah berada di atas mereka juga mengatur dan membuat makar, tidak seperti makar yang mereka lakukan. Allah Ta'ala berfirman :
“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” [Qs. Al-Anfal : 30]
Di antara bentuk makar Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah Dia mentakdirkan adanya pendeta yang alim yang berada di jalan sang pemuda.
Betapa banyak pemuda yang tumbuh dan dididik dengan materi thaghut di madrasah, universitas, ma’had, kelompok-kelompok olahraga, karang taruna, film-film, tempat-tempat hiburan dan tempat berkumpul mereka, melalui tukang-tukang sihirnya.
Mereka berharap agar para pemuda itu kelak menjadi salah satu tentara masa depan yang dipersiapkan untuk membela thaghut, partainya, tata aturannya, dan mata pencariannya.
Akan tetapi, Allah Mahakuasa untuk membalikkan makar mereka, sehingga datanglah pertolongan Allah Yang Mahalembut dan Maha Pengasih yang memberkan perhatian dan bimbingan kepadanya.
Allah mencurahkan kepadanya berbagai sarana yang dapat mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya; dari peribadatan kepada thaghut menuju peribadatan kepada Allah semata; dari berjuang di jalan thaghut menuju perjuangan di jalan Allah.
Agar, semua orang tahu bahwa Allah Ta'ala tak ada yang mampu melemahkan-Nya. Sesungguhnya Allah Ta'ala Mahakuasa untuk mengeluarkan kebalikan dari sesuatu, sekiranya Dia menghendaki.
“Ia berhenti dan mendengarkan wejangan-wejangannya. Ia terkagum-kagum dengan kata-kata pendeta tersebut”. Hal tersebut lantaran terdapat jurang perbedaan antara ucapan sang pendeta yang alim yang mampu menyentuh akal, hati, fitrah, dengan ucapan tukang sihir yang berlandaskan kepada kedustaan, jampi-jampi, tipu muslihat, kesenangan palsu yang akan lekas hilang.
Meskipun para tukang sihir diberikan kekuatan, kecerdikan, tipu muslihat, dan berbagai sarana serta pandai berdebat, namun mereka takkan mampu berhadapan dengan ucapan yang benar.
Meski pemilik ucapan itu adalah seorang yang tua renta, lemah, terusir yang tak memiliki kekuatan seperti yang dimiliki oleh para thaghut, dan para tukang sihir mereka.
Meski kebenaran tak memiliki kekuatan dan sedikit yang mendukung, namun ia sendiri adalah kekuatan yang luar biasa, yang mampu membuat takut para thaghut yang lalim itu. Ia memiliki daya tarik tersendiri yang mampu diterima oleh akal dan ftrah yang sehat secara langsung yang akan mengiringnya—dengan seijin Allah—kepada kebenaran.
Cobalah Anda cermati, sepanjang sejarah, betapa banyak thaghut, orang-orang yang sombong dan Fir’aun yang telah menyatakan perang melawan dakwah di jalan Allah dan ketauhidan-Nya.
Lalu, lihatlah agama Allah yang terus menyebar luas dan berkesinambungan. Lihatlah, manakah para thaghut dan Fir’aun yang menyatakan perang, permusuhan, dan kebencian terhadap dakwah di jalan Allah dan ketauhid-Nya. Akhir kehidupan mereka berujung kepada laknat dan kemurkaan di muka bumi. Di hari kiamat, mereka akan menjadi bahan bakar neraka jahannam, wal ‘iyadzubillah.
Meski demikian, para thaghut dan Fir’aun dewasa ini tak mau mengambil pelajaran darinya. Syahwat raja dan kecintaannya untuk berkuasa di muka bumi telah menutup mata dan hati mereka, sekiranya mereka masih memiliki hati.
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011