إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعاً يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَنُرِي فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُم مَّا كَانُوا يَحْذَرُونَ
“Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan kami perlihatkan kepada Fir‘aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (Al-Qashash: 4-6)
Siapa yang kita takutkan sedangkan Allah di atas arsy
Seperti apapun manusia berbesar hati
Dalam berbagai peristiwa ada pelajaran
Jika manusia mau mengambil pelajaran
Pelan-pelan tapi semuanya pasti bergiliran
Berputar dan setelah itu digantikan yang lain
Pedang-pedang Allah jika sudah terhunus,
Maka tak menyisakan dan meninggalkan apapun
(Waliyyuddin Yakun)
Terjadi perubahan cepat pada pemikiran dan manhaj yang dianut oleh gerakan Islam, meskipun jamaah Ikhwanul Muslimin –yang oleh pemerintahan Sadat diberi ruang gerak cukup besar—berusaha menghalangi perubahan ini, bahkan mereka juga berusaha meyakinkan pemerintah bahwa gerakan Islam tidak akan pernah menjadi sumber ancaman bagi pemerintah. Kendati demikian roda perubahan telah berputar, terdorong oleh kekuatan dalil-dalil syar‘i dan pengalaman dari peristiwa-peristiwa nyata.
Perbedaan pemikiran bukan satu-satunya yang membedakan antara pemuda Islam di era 70-an dengan pemuda di era 40-an; pemuda era 70-an ternyata memiliki satu lagi perbedaan baru yang penting yaitu meningkatnya perhatian mereka dalam mendalami ilmu syar‘i, dengan begitu mereka mendapatkan kaidah syar‘i yang ilmiyah dan kuat serta membantu mengarahkan langkah politik-militer mereka. Perhatian inilah yang membuat para pemuda era 70-an mengetahui masalah-masalah ijmak dalam fikih Islam, khususnya dalam masalah-masalah kekuasaan dan perang, atau yang dalam dunia fikih dikenal dengan istilah siyasah syar‘iyyah.
Begitulah, para pemuda era 70-an yang menebar benih-benir gerakan jihad kontemporer menelurkan perlawanan maksimalnya melawan musuh-musuh internal Umat Islam (penguasa) dan eksternal (Amerika dan Israel), pemahaman mereka terhadap prinsip-prinsip syariat dan hal-hal yang menjadi ijmak juga semakin mendalam.
Rupanya peristiwa demi peristiwa tak lagi memberi tenggat waktu terlalu lama kepada kalangan pemuda Muslim maupun pemerintah Mesir, konfrontasi adalah hal yang pasti terjadi, sebab masing-masing sudah tidak sabar lagi menahan diri dari musuhnya.
Setiap hari pemerintah memunculkan alasan baru terpicunya konfrontasi dalam wujud penyimpangan dari Islam dan tenggelam dalam kubang kerusakan. Peristiwa-peristiwa terpenting yang menjadikan konfrontasi ini semakin cepat meletus paling tidak ada tiga point:
Pertama, (dan ini yang paling penting): Meningkatnya hubungan antara Amerika-Israel-Mesir. Diawali dengan penarikan diri agen-agen intelejen Rusia sebelum perang 1973, Mesir tunduk kepada Amerika di tengah berkecamuknya perang Arab I, kemudian Mesir mengiyakan kemauan-kemauan Kissinger dan berusaha melakukan perundingan pasca perang yang akhirnya berujung kepada kerugian politik yang luar bisa dan bisa dikatakan hampir pada keseluruhannya. Kemudian diikuti dengan kunjungan Sadat ke Yerusalem dan penandatanganan dua perjanjian: perjanjian Camp David dan perjanjian damai Mesir-Israel, dan disusul dengan dibukanya kedutaan Israel di Kairo dan pemasangan bendera Israel di langit Mesir, dilanjutkan dengan pengambilan langkah-langkah cepat untuk melaksanakan hubungan bilateral.
Kedua: Perbuatan Sadat yang menyinggung perasaan kaum Muslimin di seluruh dunia dengan menerima kedatangan Syah Iran di Mesir pasca pengusirannya dari Iran .
Ketiga: Usaha Sadat melancarkan kembali perang baru dalam menindas Kaum Muslimin seperti yang sudah terjadi di tahun 1965, 1954 dan 1949.
Ketiga sebab ini bukanlah sebab utama terjadinya konfrontasi langsung, namun ketiganya hanyalah sebab yang menguak atau yang bersinggungan langsung dengan konfrontasi tersebut. Adapun penyebab utama perseteruan antara para pemuda Islam mujahid versus Anwar Sadat adalah tidak diberlakukannya hukum Islam yang berkonsekuensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada semua aspek kehidupan, mulai dari aspek pendidikan, kemasyarakatan, politik, ekonomi, pemikiran dan lain sebagainya.
Tiga sebab yang kami sebutkan tadi muncul sekedar sebagai minyak yang dituangkan di atas api yang menyala. Konfrontasi pun tak terelakkan, meletuslah peristiwa intifadhah Islam tahun 1401 H (1981 M)
Peristiwa intifadhah Islam di bulan Dzul Hijjah 1401 (Oktober 1981) di Mesir terjadi pada dua poros:
Pertama: Penyerangan terhadap Anwar Sadat dan pendukung-pendukung kekuasaannya dalam parade militer tanggal 6 Oktober, dalam percobaan pembunuhan terhadap sejumlah besar tokoh-tokoh pemerintahan dan diikuti dengan percobaan menguasai kantor berita. Gerakan kali ini menuai sukses, Sadat terbunuh dan beberapa pendukung kekuasaannya selamat, sedangkan percobaan menguasai kantor berita gagal.
Kedua: Melancarkan gerakan bersenjata untuk menguasai kota Asyuth. Aksi ini terjadi dua hari pasca terbunuhnya Sadat, dengan kata lain setelah tentara berhasil menguasai kembali negara dan mengamankan pemerintahan. Dalam aksi ini, beberapa kantor polisi berhasil dikuasai, namun polisi mengundang pasukan-pasukan khusus yang kemudian mencoba menghancurkan titik-titik perlawanan para ikhwah, hal itu memaksa para pemuda mujahid meninggalkan kantor-kantor polisi tersebut ketika persediaan senjata mereka habis. Aksi bersenjata di Asyuth bisa dikatakan gagal, sebab aksi tersebut terdorong oleh semangat dan tidak memiliki persiapan rencana yang matang, aksi baru dilaksanakan dua hari setelah terbunuhnya Sadat, aksi ini juga menggunakan cara yang tidak realistis yang bertujuan menguasai kota Asyuth kemudian maju ke arah utara menuju Kairo lalu menaklukkannya, tanpa menghiraukan berapa jumlah kekuatan musuh dan persenjataannya.
Aksi jihad tahun 1401 (1981 M) berakhir dan berhasil meraih satu keuntungan politis, yaitu terbunuhnya Anwar Sadat. Percobaan-percobaan lain yang menyertainya belum ditakdirkan berhasil, sebab tidak ada persiapan yang matang dan sesuai kebutuhan. Meskipun demikian, peristiwa ini tidak semestinya dilihat dari sudut pandang sempit berupa kronologis peristiwanya, aksi ini semestinya dilihat dari sudut pandang lebih luas melampaui tempat kejadian peristiwa, dan mestinya dilihat efek-efek serta fakta-fakta yang ditimbulkan. Yang jelas intifadhah kali ini memunculkan beberapa fakta berikut ini:
1. Keberanian mujahidin Islam ketika menyerang tentara yang kekuatannya berkala lipat di atas mereka, baik dari segi jumlah personel, persenjataan, maupun pengalaman militer.
2. Menunjukkan karakter serangan yang dilancarkan oleh gerakan Islam-mujahid yang berkeputusan menyerang pemerintah dengan cara melakukan percobaan pembunuhan terhadap tokoh-tokohnya di tengah perkumpulan dan pendukung-pendukungnya.
3. Menunjukkan bahwa mengganti pemerintahan yang menyimpang dari Islam telah menjadi ide utama yang menyita perhatian para pemuda mujahid, dengan itu mereka mengabaikan metode-metode seperti reformasi parsial, tekhnik tambal sulam dan usaha-usaha mewarnai wajah buruk pemerintahan dengan melancarkan langkah-langkah perbaikan.
4. Menunjukkan bahwa era serangan sepihak dari rezim penguasa terhadap gerakan Islam sudah selesai. Musuh-musuh Islam di Gedung Putih dan Tel Aviv serta agen-agennya di Kairo kini harus bersiap-siap menuai reaksi yang sangat keras dari setiap penindasan yang mereka lakukan.
5. Menunjukkan bahwa ide perjuangan melalui jalur konstitusi negara dan patuh terhadap hukum sekuler yang disahkan oleh fatwa dan pembenaran semu, telah berubah menjadi ide-ide usang bagi para pemuda mujahid yang ketika itu memutuskan untuk mengangkat senjata demi membela akidahnya yang hilang, syariatnya yang dilarang, kehormatan-kehormatannya yang dilanggar, negerinya yang dijajah oleh kaum neo-imperialis internasional, dan tanah sucinya yang dijual melalui perjanjian damai dengan Israel.
6. Menunjukkan aparat mengalami kegagalan besar, karena sama sekali tidak tahu negara sedang bergolak oleh arus gerakan jihad yang mampu menyusup ke angkatan bersenjata, bahkan menyelundupkan senjata dari sana dan menyusup dalam parade militer meskipun langkah-langkah untuk mengamankan parade tersebut dijalankan dalam waktu yang cukup lama. Bahkan dalam jumpa pers yang dilakukan setelah penangkapan besar-besaran bulan September 1981 (Surat Keputusan Reservasi yang terkenal itu), Sadat mengatakan bahwa para aktivis Islam tidak punya senjata apapun.
Dulu di tahun 1965, Abdul Nashir mengira dengan melakukan penangkapan-penangkapan ia telah berhasil mengubah gerakan Islam menjadi golongan para tahanan yang menjalani hidup dengan susah (ia melakukannya dalam rangka melayani kepentingan Uni Soviet), setelahnya datang Anwar Sadat yang mengira dengan penangkapan-penangkapan bulan September ia telah mengosongkan negara dari arus gerakan Islam (ia melakukannya untuk Amerika), maka pecahlah aksi-aksi ini untuk menunjukkan bahwa klaim-klaim semu tadi tidak terbukti sama sekali dan gerakan Islam serta para pasukan terdepannya yang mujahid telah menancapkan akarnya di tengah masyarakat, lalu akar itu tumbuh seperti pepohonan di tengah bebatuan keras di mana saat mencabutnya sudah terlambat, politik represif dan penyiksaan sudah tidak efektif lagi untuk menghadapi arus kebangkitan Islam.
7. Bukan itu saja, bahkan aksi-aksi ini menunjukkan bahwa keamanan pemerintah, bahkan eksistensi pemerintah itu sendiri, sudah mulai terancam setelah hampir saja Mujahidin menghabisi tokoh-tokoh dan para pendukungnya dalam parade militer.
8. Aksi ini juga menunjukkan ketidak mampuan konsep-konsep yang menganut prinsip “pasrah kepada realita”, baik konsepnya ulama-ulama pro penguasa, atau konsep mereka yang menganggap pemerintah yang ada adalah sah secara syar‘i, lalu memperbarui sumpah setia kepadanya dan bersikeras berjuang melalui undang-undang dan aturan-aturan hukumnya.
Para penganut konsep-konsep ini mengklaim dirinya sebagai orang-orang berpengalaman dalam perjuangan politik, mereka lupa bahwa rumus terpenting dalam gerakan politik adalah: “Kekuatan politikmu hanyalah terjemahan dari kemampuan materi dan realitamu,” orang yang pasrah kepada realita serta tidak memanggul senjata –atau tidak bisa melancarkan serangan kepada lawannya—tidak akan mampu mewujudkan keberhasilan politik apapun.
Seolah mereka juga lupa bahwa perjuangan politis tak jauh berbeda dengan perjuangan melalui jalan militerisme dan peperangan; kedua-duanya sama-sama sebagai sarana meraih tujuan yang seseorang rela berkonfrontasi karenanya. Maka jika gerakan Islam mengakui keabsahan pemerintah secara syar‘i, mengakui undang-undang dan aturan hukumnya, itu sama artinya ia telah menggugurkan tujuan yang selalu ia serukan, yaitu: menegakkan Negara Islam atau Daulah Islamiyah.
Jika negara yang ada sekarang ini itu sah secara syar‘i, undang-undang yang dimilikinya layak ditaati, peraturan hukumnya tidak boleh dilanggar, dan gerakan Islam harus memperbarui baiat kepada presidennya, lantas buat apa mendirikan negara syar‘i lainnya? Kalau begitu, biarlah semua pengorbanan di masa lampau hilang sia-sia, sebab sekarang terbukti gerakan Islam berjuang demi mewujudkan sebuah kehidupan yang sekarang sudah terwujud. Gerakan yang seperti ini maksimal hanya bertujuan melakukan perbaikan-perbaikan parsial agar wajah pemerintah terlihat lebih baik dan sebagian kebobrakannya tertambal.
Dengan demikian, berarti sama artinya gerakan menyerah kepada musuh-musuhnya, yaitu Yahudi dan Amerika, terjebak dalam perangkap mereka dan rela jika wakil mereka menjadi penguasanya sehingga mereka bisa mengendalikannya sesuai kepentingan dan kemauan mereka.
Saya katakan : Para pemuda yang terlibat dalam aksi intifadhah Islam tahun 1401 H (1981 M) adalah orang-orang yang fitrahnya masih bersih dan memiliki pemahaman mendalam, itu dibuktikan dengan menjauhnya mereka dari perangkap-perangkap seperti di atas, bahkan mereka menolaknya dan memilih memanggul senjata untuk membela agamanya, akidahnya, tanah sucinya, umatnya dan negerinya.
Begitulah…arus gerakan jihad tahun 1401 H (1981 M) tidak hanya tersaring dari belitan rasa takut dalam menghadapi penguasa saja, namun juga tersaring dari faham-faham rancu yang coba disebarluaskan di kalangan para pemuda oleh mereka yang mengaku aktifis Islam, supaya gerakan mereka terkekang dan perjalanan menuju cita-cita mereka terhenti, sadar atau tidak sadar.
Saya ceritakan bahwa ada salah seorang pegawai sebuah media informasi di Timur Tengah yang menemui saya beberapa tahun setelah terjadinya aksi intifadhah, ia mengkritik aksi tersebut dengan kritikan sangat pedas, katanya: “Aksi itu hanya mengakibatkan terbunuhnya orang-orang tak berdosa.” (Maksud dia orang-orang tak berdosa adalah para anggota polisi dan aparat keamanan pusat)
Saya katakan kepadanya: “Silahkan saja Anda mengkritisi aksi-aksi tersebut semau Anda, asal jangan katakan bahwa para polisi adalah orang-orang yang tak berdosa. Atau jangan mengingkari bahwa aksi-aksi ini membuktikan keberanian Mujahidin dan penolakan mereka terhadap pemerintahan yang sudah rusak dan berkhianat.”
Ia menimpali: “Kewajibanmu adalah menyeru para pemuda untuk menghentikan aksi-aksi bodoh seperti itu.”
Saya jawab: “Permintaan Anda ini –sayang sekali—sama dengan permintaan aparat intelejen kepada saya.”
9. Peristiwa intifadhah menunjukkan sebuah fakta penting dalam sejarah perjalanan Mesir, bahwa satu-satunya kekautan yang mampu dan berani melakukan perubahan adalah gerakan Islam. Meski semua gerakan politik lain mengakui kerusakan pemerintahan dan kezaliman yang ditimpakan kepada mereka, namun kekuatan yang mau bergerak dan memikul beban berkonfrontasi dan terjun dalam pertempuran untuk perubahan –dan hingga hari ini masih terus bertempur—hanyalah gerakan Islam.
Fakta ini menjadi cabang dari fakta bahwa kekuatan politik yang sebenarnya eksis di Mesir adalah gerakan Islamiyah, dan rakyat akan bergabung kepadanya tanpa ragu-ragu jika tekanan-tekanan kepada mereka dihilangkan, aliran-aliran politik lain sebenarnya hanya sekedar pelengkap namun punya suara tinggi karena luasnya ruang kebebasan yang diberikan oleh pemerintah kepadanya sedangkan gerakan Islam dihalang-halangi.
Satu contoh yang menggelikan sekaligus menyedihkan, seperti kata Al-Mutanabbi:
“Berapa banyak di Mesir lelucon-lelucon,
tapi dia tertawa seperti menangis”
Bahwasanya pemilik perusahaan manapun bisa memasang iklan bayaran yang isinya menutut dibuangnya undang-undang atau surat keputusan pemerintah, dan semua sutradara bisa memasukkan undang-undang yang sedang berjalan dalam drama yang ia buat, sebagaimana penulis mana pun bisa ia mengkritik hukum-hukum perundang-undangan, merendahkannya dan menuduhnya semau dia, dalam hal ini kasus Faraj Faudah masih segar dalam ingatan kita, wartawan manapun bisa menyebut pemerintah dengan sebutan paling keras sekalipun, mengkritik pengkhianatannya, keputusannya dan undang-undangnya, hanya satu saja yang tidak bisa melakukan semua itu yaitu khatib masjid. Sebab pada pasal 201 undang-undang pidana dinyatakan: “Tidak diperkenankan bagi siapapun –termasuk tokoh-tokoh agama—dalam lingkup ibadah menyampaikan perkataan yang mengkritik keputusan pemerintah, atau undang-undang yang sudah final atau adat yang berlaku, walaupun ia mengatakannya dalam rangka menyampaikan ceramah agama. Barangsiapa melakukannya maka ia dikenakan pidana penjara dan didenda 500 pound, jika ia masih melawan maka denda dan hukuman penjaranya ditambah.”
Dan satu-satunya golongan yang dilarang menjalankan haknya membentuk organisasi-organisasi –padahal hak seperti ini dijamin di Mesir hingga para artis— adalah para ulama dan dai.
Kekuatan Islam adalah satu-satunya kekuatan yang mampu bertahan teguh dan hingga saat ini terus teguh menghadapi kekejaman yang terus berlangsung sejak tahun 40-an dan mencapai puncaknya di era Husni Mubarak. Kekejaman itu tak sanggup dihadapi oleh kekuatan politik lain.
10. Dengan terbunuhnya Anwar Sadat, isu jihad menjadi meledak di Mesir dan dunia Arab, bahkan jihad sudah menjadi aktifitas nyata yang berjalan setiap harinya, dan mengubah front perlawanan melawan pemerintah (yang memerangi Syariat Islam dan bersekongkol dengan Amerika serta Israel) menjadi pertempuran yang terus berkelanjutan mata rantainya dan tidak berhenti hingga hari ini. Bahkan setiap hari bukan malah menyusut tapi justeru meningkat, secara bertahap medannya menjadi semakin luas, para pembelanya bertambah dari masa ke masa, dan ancamannya terhadap musuh-musuh jihad di Washington dan Tel Aviv semakin menguat.
Isu-isu yang merebak akibat pembunuhan Anwar Sadat dan peristiwa-peristiwa lain yang mengiringinya menjadi isu-isu utama yang mengisi fikiran para pemuda Muslim.
Begitu pula dengan isu-isu seperti berhukum kepada syariat, murtadnya para penguasa, pengkhianatan pemerintah karena menjadi boneka Amerika dan Israel, semua ini menjadi hal-hal nyata bagi para pemuda Muslim, selanjutnya mereka rela berperang karenanya setelah sebelumnya sudah “diledakkan” secara nyata oleh Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu—Muhammad Abdus Salam Faraj dan rekan-rekannya yang mulia, dan “diterangkan” oleh Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu—Khalid Islambuli ketika ia ditanya: “Mengapa Anda membunuh Anwar Sadat?”, ia menjawab: “Karena dia tidak berhukum kepada Syariat Islam, karena dia menjalin perjanjian damai dengan Israel, dan karena dia menghina ulama-ulama Islam.”
11. Peristiwa intifadhah menunjukkan permusuhan terhadap Israel dan Amerika adalah permusuhan yang mengakar kuat di hati para pemuda Muslim mujahid, pembunuhan Anwar Sadat oleh Khalid Islambuli v dan rekan-rekannya yang mulia menjadi pukulan keras terhadap program Amerika dan Israel di Kawasan Timur Tengah.
Selain itu, juga membuktikan kebohongan pernyataan yang sering disampaikan kaum sekuler Arab bahwa mayoritas organisasi-organisasi jihad –khususnya yang terlibat dalam jihad Afghan—adalah organisasi buatan Amerika. Lagi pula pasti orang sangat heran dengan kelancangan para penulis sekuler itu dalam membuat kedustaan, pasalnya ketika mereka merasa sudah down melihat dukungan masyarakat terhadap gerakan-gerakan jihad Islam –setelah melancarkan pukulan-pukulan menyakitkan kepada Amerika—mereka baru melontarkan kedustaan ini; mereka pura-pura lupa bahwa boneka terbesar Amerika di Kawasan Arab telah terbunuh di tangan Mujahidin tahun 1981, artinya di awal-awal pecahnya jihad Afghan, dan mujahidin yang terlibat dalam pembunuhan ini di kemudian hari ikut serta dalam jihad Afghan.
Dan reaksi pemerintah terhadap peristiwa ini sangat membabi buta kerasnya dan sangat memalukan caranya, kejamnya penyiksaan dan kekerasan kembali terjadi begitu cepat guna menuliskan babak berdarah baru dalam sejarah gerakan Islam kontemporer di Mesir. Penyiksaan itu sangat brutal, mematahkan tulang, menguliti kulit, menyetrum saraf sampai menghilangkan nyawa. Teknik-tekniknya pun sangat menghinakan, karena dilakukan dengan diiringi caci maki terhadap Islam dan Allah, penyanderaan wanita, pelecehan seksual, memanggil lelaki dengan nama-nama wanita, membiarkan orang kelaparan dan memberinya makanan yang buruk, memutus aliran air, mengisolasi dan melarang besukan, cara-cara yang biasa dilakukan untuk menghinakan para tahanan.
Penyiksaan kali ini punya dua perbedaan dengan yang sudah-sudah: Pertama, terus berlangsung hingga hari ini tanpa kenal henti. Kedua, memakan korban berjumlah ribuan sejak terbunuhnya Anwar Sadat hingga hari ini. Lembaga Syariat Islam Untuk Pengacara memperkirakan jumlah penganiayaan yang menimpa tahanan sejak tahun 1981 hingga 1991 mencapai seperempat juta kasus.
Seperti dikatakan menteri Dalam Negeri pada salah satu statemennya: “Jumlah tahanan seluruhnya ada 10.000 orang.” Padahal pemerintah pernah membebaskan 5.000 tahanan yang menyesali perbuatannya dalam satu kali pembebasan! Berarti berapa jumlah yang tahanan yang tidak menyesali perbuatannya?! Sebenarnya, jumlah tahanan di penjara-penjara Mesir sekarang ini tak kurang dari 60.000 orang , tapi tidak komunikasi dan keberadaan mereka tidak diketahui, karena pemerintah mengisolasi mereka dengan ketat.
Kemudian Intelejen dan Keamanan Negara serta Intelejen Militer menyerahkan para tersangka kepada dua kejaksaan sekaligus: kejaksaan sipil dan kejaksaan militer. Dan penyidikan-penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan ini merupakan babak lain dari babak-babak yang menyedihkan. Sebab anggota-anggota kejaksaan menyerahkan proses interogasi kepada jenderal-jenderal intelejen untuk memeriksa kembali kondisi para tersangka dan mempertimbangkan apa yang sudah mereka ucapkan di sana , setelah itu kembali menuntun mereka mengucapkan apa yang wajib harus mereka ucapkan.
Namun kali ini kepercayaan kejaksaan terhadap pemerintah mulai goyah, sebab mereka melihat langsung tajamnya permusuhan antara pemerintah dan rivalnya. Akibatnya, mereka berusaha agar kerjasama dengan pihak intelejen sesuai dengan kadar bahaya yang akan mereka hadapi pada alat-alat bukti material, karena itu bisa mengakibatkan keadaan berubah dan pemerintahan ambruk.
12. Kegalauan ini mencapai klimaksnya ketika kepala umum bagian militer –yang menangani investigasi pembunuhan Anwar Sadat— berusaha tidak mau tahu tanggung jawab-tanggung jawab yang harus ia pikul, ia tidak pergi ke pentas parade militer kecuali sehari penuh setelah peristiwa itu terjadi. Padahal insiden itu sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya, pasalnya yang terbunuh kali ini adalah komandan tertinggi angkatan bersenjata sedangkan yang menyerang adalah anggota-anggota angkatan bersenjata sendiri, kejadiannya pun terjadi di arena parade militer, ia sengaja menunggu hasil-hasil temuan di balik tragedi yang mengguncang pemerintah hingga mengakibatkannya lumpuh ini.
Kepala umum bagian militer menunggu dan melihat ini perintah siapa dan dilaksanakan bersama siapa? Siapa mencurigai siapa? Dan siapa menuduh siapa?
Satu hal yang aneh, jenderal Muhsin Sarsawiy –kepala penjara Istiqbal Thurah ketika itu—, sesaat setelah Anwar Sadat dibunuh (dan ini adalah contoh sikap kaum oportunis) datang ke blok penjara yang berlantai empat dan penuh sesak oleh tahanan-tahanan politik, ia berteriak: “Wahai rekan-rekan seperjuangan, Anwar Sadat terbunuh!”
Si berhala tua itu sudah roboh, para dukun-dukun dan penyembah-penyembahnya melewati masa linglung sejenak sampai mereka pastikan siapa berhala baru berikutnya.
Dewan kejaksaan militer segera mengajukan nama-nama para tersangka ke mahkamah militer dengan tuduhan: “Membunuh Anwar Sadat.” Mahkamah militer tersebut digelar dengan diketuai oleh Muhammad Samir Fadhil.
Pentas memalukan baru penyiksaan kaum sekuler-militer di tubuh tentara Mesir terhadap lawan-lawannya dari kaum Muslimin kembali terjadi, ketika tentara Mesir memutar punggungnya ke arah Israel dan mengarahkan senjatanya ke arah bangsanya sendiri. Ia bungkukkan badannya dengan penuh kehinaan terhadap bendera Amerika yang berkibar di atas pangkalan-pangkalan militernya yang bertebaran di tanah Mesir, dan terhadap bendera Israel yang mengkotori langit ibukota Mesir di atas gedung kedutaannya, di negeri Al-Azhar dan di negeri Shalahuddin Al-Ayyubi.
Persidangan militer kali ini kembali menjadi contoh yang terulang dari pertempuran antara gerakan Islam dan pasukan garis depannya yang mujahid (dengan semua sifatnya yang bersih, suci dan rela berkorban) melawan kaum sekuler-militer dengan seluruh kepalsuan, kemunafikan dan kerusakannya.
Kaum sekuler-militer mengklaim bersikap demokratis dan menghormati otoritas hukum, namun pengadilan ini –dan semua yang menyaksikannya sepakat—hanyalah sandiwara murahan dan hasil keputusannya sudah rusak oleh vonis yang sudah disiapkan sebelumnya. Kaum sekuler-militer juga mengklaim akan membebaskan Palestina, tapi ternyata mereka justru menumpahkan darah mujahidin; musuh-musuh Yahudi.
Kaum militer-sekuler selalu menyatakan bahwa mereka menghormati Islam, namun menghormati Islam versi kaum sekuler hanya punya satu arti: “Mempekerjakan para ulama munafik untuk merestui dan membenarkan apa yang mereka lakukan.”
Dan terbukti, pengadilan menjadikan fatwa Syaikh Jaad Al-Haq (Mufti Negara Mesir ketika itu dan selanjutnya menjabat sebagai Syaikhul Azhar) sebagai landasan. Maka dengan fatwanya tersebut, pemuda-pemuda mujahidin disembelih agar “pohon” kepentingan-kepentingan Yahudi di Mesir tersirami oleh darah mereka.
Proses pengadilan yang berjalan singkat dan sangat cepat itu juga menjadi saksi atas sikap-sikap bersejarah dan abadi, di antaranya adalah penolakan Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu— Muhammad Abdus Salam Faraj menceritakan penyiksaan-penyiksaan yang dia alami. Ia mengatakan kepada rekan-rekannya: “Kita mengharap pahala dari penyiksaan ini di sisi Allah, dan kita tidak datang ke sini untuk menarik simpati orang.” Padahal penyiksaan yang dialami Muhammad Abdus Salam Faraj terbilang sangat brutal dan kotor, tak kenal istilah menghormati lawan, seperti yang biasa dilakukan kaum militer-sekuler terhadap kita.
Ketika dalam tahanan, paha Muhammad Abdus Salam Faraj patah dan terbalut gip. Para penyidik memanfaatkan pahanya yang patah untuk menyiksa pahlawan dan mujahid ini –wallahu hasiibuhu—, mereka menggoncangkannya dengan keras tanpa mempedulikan rasa perih tiada tara . Secara teori, itu bisa mengakibatkan kematian akibat benturan saraf. Saya mendengar sendiri teriakan beliau Rahimahullah di penjara Al-Qal‘ah, memecah keheningan malam yang mencekam: “Kakiku…kakiku…!!”
Meski separah ini penyiksaannya, pria gagah berani ini menolak menceritakan peristiwa-peristiwa penyiksaannya, sebab ia memilih mengharap pahalanya di sisi Allah, dan karena orang yang mengadili dirinya terlalu hina untuk dimintai simpati.
Kaum militer-sekuler (kaki tangan yahudi) tak punya pilihan selain membunuh Muhammad Abdus Salam Faraj, sebab dia adalah otak perencanaan sekaligus pembimbing yang sangat berambisi membunuh Anwar Sadat. Harga diri, keimanan dan keseriusannya berkhidmat kepada jihad, membuat kaum sekuler keberatan untuk membiarkannya hidup.
Contoh lainnya adalah sikap sang pahlawan syahid –kamaa nahsabuhuu— Khalid Islambuli yang bersikeras bahwa dirinyalah yang harus mengeksekusi Anwar Sadat, dan alasan dia membunuhnya karena dia tidak berhukum dengan syariat Islam, karena dia menjalin perjanjian damai dengan yahudi dan menghina ulama-ulama Islam.
Bagus sekali ucapan saudaranya yang penyair, Anwar Ukkasyah, ketika ia menggambarkan harga diri iman dalam bait-bait, yang diucapkan oleh Khalid:
Hai hakim bodoh, tahukah kamu bahwa aku sudah tahu akhir hayatku
dan itu sudah cukup bagiku?
Aku yang membunuh, dan jika aku masih hidup aku akan membunuh
Orang-orang yang berhukum dengan syariat setan
Pengadilan berakhir dengan dijatuhkannya vonis mati untuk Muhammad Abdus Salam Faraj, Khalid Islambuli, Abdul Hamid Abdus Salam, Husain Abbas dan Atha’ Thayal –semoga Allah merahmati mereka dan semua syuhada kaum Muslimin—.
Demikianlah, dua barisan saling berpisah… Kedua kelompok saling berpecah, dan dua golongan saling memisahkan diri; golongan iman dan golongan setan.
وَكَذَلِكَ نفَصِّلُ الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
“Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang shalih, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An‘am: 55)
Umat Islam kini jadi tahu, siapa sebenarnya kawan dan siapa sebenarnya lawan? Siapa yang membunuh musuh-musuhnya dan siapa yang dibunuh oleh musuh-musuhnya? Siapa yang mengorbankan nyawanya demi kemuliannya dan siapa yang mengorbankan nyawa demi Israel ?
Benarlah apa yang dikatakan Umar Abu Raoisyah:
“Umatku, betapa banyak berhala yang kuagungkan,
ternyata ia tak mampu membersihkan berhala.”
Setelah Anwar Sadat dibunuh, penggantinya –Husni Mubarak—bertekad tidak mengulang kesalahan yang terjadi pada pendahulunya (Sadat), yaitu menyebabkan seluruh arus perlawan (oposisi) terpusat kepada dirinya, oleh karena itu Husni mencoba memecah-belah kaum perlawanan dengan harapan bisa mengisolir gerakan jihad sehingga berikutnya mudah diberangus dan dimatikan.
Maka ia membebaskan seluruh tahanan politik selain dari kelompok Islam dan mengadakan pertemuan dengan mereka di istana Al-Urubah, mereka saling bergantian memberikan ucapan-ucapan simpatik dan kata-kata munafik di saat roda penyiksaan yang mengerikan berjalan dengan kecepatan maksimal di penjara-penjara Mesir, yang tiap harinya memakan korban ratusan pemuda Muslim yang baru ditangkap, berikut kaum kerabat, kenalan-kenalan dan isteri-isteri mereka.
Mereka yang disebut-sebut sebagai tokoh oposisi dari selain kelompok Islam seolah lupa tentang apa yang tengah berlangsung di penjara, mereka pura-pura lupa bahwa kekuatan oposisi sejati –bahkan kekuatan politik nyata—yang mengimbangi kekuasaan militer-sekuler tengah disiksa habis-habisan, di saat hidangan roti-roti panggang diedarkan dalam pertemuan mereka dengan Mubarak.
Penyiksaan di penjara terus berlangsung untuk mengambil pengakuan para tahanan dengan cara apapun. Jika saya lupa, tapi saya tidak akan pernah melupakan penyiksaan mengenaskan yang dialami oleh Al-Akh Shabir. Kebetulan sel saya berada di barisan sel-sel yang berdekatan dengan ruang interogasi di penjara Al-Qal‘ah, jarak antara sel saya dan ruang interogasi sekitar sepuluh meter, kadang-kadang interogasi dilakukan di gang tempat lewat sepanjang sel sehingga saya bisa menyaksikannya dari dekat sel.
Penyiksaan terhadap Shabir dimulai, tujuannya agar ia mengaku di mana tempat Al-Akh Al-Mujahid Nabil Na‘im. Sang singa itu begitu tangguh menghadapi semua jenis penyiksaan, petugas yang menyiksa bergantian menyiksanya satu demi satu, namun mereka frustasi dengan semua cara untuk membuat Shabir putus asa, ia tetap teguh dan tak tergoyahkan sedikitpun. Tiga hari setelah penyiksaan tanpa henti, mereka menghadirkan saudaranya dan kedua orang tuanya yang sudah berusia udzur. Mereka masukkan semua sanak familinya itu ke dalam ruang penyiksaan bersama Shabir, mulailah mereka dipukuli satu persatu. Shabir sendiri mengerang kesakitan, saudaranya dan kedua orang tuanya juga berteriak kesakitan akibat pukulan, mereka meminta Shabir untuk mengaku, kemudian salah seorang jenderal satuan intel berteriak di depan semuanya seperti orang gila: “Shabir, mengakulah!!!”
Lolongan mereka terus terdengar tanpa putus hingga waktu lama sebelum akhirnya dihentikan oleh suara salah seorang penyidik, ia berteriak meminta kepada para petugas mengambil sehelai celana panjang untuk dipakaikan kepada ibunda Shabir agar kakinya bisa dipukuli, kemudian ia membentak Shabir: “Jika kamu tidak mengaku juga, akan kupanggil sepuluh petugas dan kusuruh mereka memperkosa ibumu!!”
Setelah itu saya tidak tahu cerita selanjutnya.
Ini adalah satu dari ribuan kisah yang terjadi di tanah Mesir, tak hanya Mesir bahkan di semua negeri Muslim kita tanpa kenal henti, dengan tujuan agar musuh-musuh kita –baik kalangan Timur Atheis maupun Barat Kapitalis—terus bisa menindas dan menjajah kita, dan pemerintah-pemerintah boneka dengan perangkat keamaannya (yang hina) terus bisa mengkekang aspirasi dan penolakan kaum Muslimin untuk dikendalikan Amerika dan Israel.
Tadi adalah satu dari puluhan cerita yang saya saksikan dan saya dengar langsung di dalam penjara, dan itu adalah kisah-kisah yang takkan saya lupakan dan mungkin saya tidak bisa melupakannya, sebab otakku sudah “tertusuk” oleh paruh orang-orang dzalim, kehormatanku terlukai oleh taring anjing-anjing Yahudi yang bengis dan kaum sekuler Mesir.
Kemudian mereka membuat saya –seperti puluhan ribu pemuda muslim dibiarkan— memikul dua dendam di atas pundak ini setelah bebas dari pengalaman penjara tersebut. Dendam pertama adalah untuk Islam yang diserang oleh mereka. Dendam kedua adalah hak qishash orang-orang yang dianiaya dengan cara terburuk demi menyenangkan Amerika dan Israel . Maka sungguh, mata para pengecut takkan bisa terpejam tidur.
Kejadian kedua yang mendorong penaku untuk menulisnya adalah penyiksaan yang dialami Al-Akh Ismail Rifa‘iy ketika ditangkap setelah melarikan diri dari kamp penahanan di Rumah Sakit Al-Qaoshr Al-Aini, ketika itu ia diobati akibat menderita kelumpuhan tangan –akibat pecahnya dua pembuluh darah di lengan— karena terlalu lama digantung dengan rantai di pintu dengan posisi tangan di belakang punggung.
Sesaat setelah dia tertangkap lagi, mereka membawanya ke penjara Al-Qal‘ah bersama saudaranya, ibu dan bapaknya yang sudah tua. Adapun ibunya yang sudah tua, ia mengalami gangguan jiwa sehingga ia tak bisa makan dan minum, ia sangat ketakutan dengan penyiksaan mengerikan yang terjadi di sekelilingnya, hal ini memaksa petugas penjara memberinya makan melalui aliran selang, tapi mereka tetap tidak membebaskannya dengan kondisinya tersebut.
Adapun ayahnya yang juga sudah berumur, Ismail Rifai dibuat kaget begitu melihat ia berdiri di ruang penyiksaan, akibatnya ia mengalami gangguan lebih parah yaitu kelumpuhan histeria pada separo badannya, ia tak bisa berbicara selama beberapa bulan. Sedangkan ayahnya sendiri keluar dari penjara dalam keadaan sudah keropos dan meninggal tak lama setelah itu.
Dan seperti biasa, pemerintah dan aparat keamanan Mesir selalu menanggapi adanya penganiayaan-penganiayaan ini dengan pernyataan-pernyataan basi: “Itu adalah cerita-cerita dusta karena reaksi dari para tahanan, di penjara-penjara Mesir para penghuninya bisa menikmati semua fasilitas yang menyenangkan dan mewah.”
Namun karena bodohnya mereka, peristiwa-peristiwa ini sudah terlanjur terdata oleh tim kedokteran pemerintah yang berada di bawah menteri keadilannya (bukan yang dibawahi oleh jamaah-jamaah jihad), tercatat oleh petugas-petugas kejaksaan dan tercatat di dalam persidangan-persidangan.
Akan tetapi karena kaum sekuler-militer tidak punya akhlak dan keberanian sedikit pun, mereka terus melakukan kedustaan ini dan mengingkari fakta-fakta di atas. Itulah sekulerisme yang ciri khasnya adalah ideologi menyimpang dan moral yang bejat, lantas harapan apa lagi untuk mengobatinya?
Kaum sekuler-militer ini tak kenal lelah mengklaim mengusung ajaran demokrasi dan melindungi kebebasan supaya bantuan-bantuan dari Barat terus mereka terima. Padahal di saat yang sama, mereka tak segan-segan melecehkan kehormatan dan menyerang semua kesucian supaya tak ada seorang pun yang berani menyinggung kepentingan-kepentingan dan aset-asetnya. Sementara Barat menyaksikan pentas kemunafikan politik dan perilaku lunak ini dengan penuh sukarela, sebab para pemainnya konsisten menjalankan arahan-arahan induknya di Gedung Putih.
Berbagai kesatuan keamanan bekerja ekstra keras untuk menunjukkan kemampuan pemerintah Mesir, kesetiaannya kepada Amerika dan kemampuannya menjaga keamanan. Namun semua itu mereka lakukan setelah semuanya terjadi, Anwar Sadat terbunuh dan Husni Mubarak selamat dari upaya pembunuhan karena kehendak Allah semata, bukan karena kepandaiannya atau tindakan profesional aparat keamanan yang dia miliki.
Tim intelejen negara mencoba mengalamatkan keteledoran terburuk itu kepada intelejen militer, sebab menurut mereka pembunuhan Anwar Sadat dilakukan oleh tim yang berada di dalam kesatuan militer.
Namun dengan cepat semuanya terungkap jelas di depan seluruh masyarakat. Kemarahan itu ternyata meluas lebih lebar dari yang mereka bayangkan, ternyata benih-benih penolakan sudah tertanam di masyarakat, dan ternyata negara ini sedang dipenuhi gelombang para pemuda mujahid yang mampu menyusup ke tubuh pasukan bersenjata dan kepolisian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar