Penguasa Zhalim
Senantiasa Menghalangi Kebenaran
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam
kemudian melanjutkan sabdanya dengan mengatakan : “Raja menangkapnya”. Benar, sang raja pun
kemudian menjauhkan menteri yang beriman tersebut dari istana raja yang
dikhususkan bagi jajaran kerajaan, ia pun dibuang di ruang ke bawah tanah, yang
dikhususkan untuk menyiksa orang-orang yang tidak tunduk kepada thaghut untuk
mencicipi berbagai bentuk penyiksaan yang sangat pedih.
“Dan
terus menyiksanya”. Ia disiksa supaya menunjukkan
sumber ucapan keimanan tersebut dan siapa yang memperdengarkannya dan
menunjukkannya kepadanya. Sebab, tak ada di kalangan rakyat thaghut tersebut
mengucapkan ucapan-ucapan itu.
Juga,
orang tadi sebelumnya adalah orang dekat raja. Ia belum pernah mengetahui darinya dan dari orang-orang
disekitarnya yang mengucapkan seperti itu. Padahal, kalimat-kalimat tersebut
telah musnah dan pelakunya telah binasa sejak dulu kala, sebagaimana yang
terbetik dalam benak sang thaghut.
Dari
mana orang buta seperti dirinya yang baru saja bisa melihat mampu mengucapkan
seperti itu. Pasti di sana ada seseorang yang sangat berbahaya yang bersembunyi
karena takut dibunuh.
Ia mengulang-ulang
ucapan seperti ini tengah-tengah masyarakat. Sedangkan, balatentara dan
mata-mata raja tidak mengetahuinya. Oleh karenanya, orang tadi harus mengaku
sebelum bahaya dan keburukannya meluas dan memenuhi singasana serta tata aturan
raja. Sang raja terus menyiksanya, “hingga akhirnya ia menyebutkan
keberadaan si pemuda”, yang menurutnya sebagai sumber ucapan tersebut.
Maka,
sang raja mengutus –dengan segera- balatentara dan mata-matanya untuk
mendeteksi kabar berita dan keberadaan pemuda tadi untuk dibawa ke hadapan
raja, sebelum ia merusak seluruh rakyat.
“Maka,
dipanggilahlah pemuda tadi”, yang telah mengetarkan dan
menggoyahkan kesewenang-wenangan dan kesombongan raja serta memporak-porandakan
hidup dan tata aturannya.
“Raja
bertanya kepadanya”, dengan mengucapkan metode pendekatan dan
lemah lembut agar ia mau berterus terang, atau si pemuda tadi merasa malu
kepadanya lantas menjawab apa yang ia inginkan.
“Anakku!”, ia
menisbatkan pemuda tersebut kepada dirinya. Seolah-olah ia adalah salah satu anaknya.
Ini merupakan makar dan tipu muslihat tingkat tinggi. Persis seperti yang
dilakukan oleh para thaghut modern kepada orang-orang yang mereka inginkan
–yakni orang-orang yang masuk dalam perangkap mereka—untuk menjadi pedukung
mereka melawan musuh-musuh mereka.
“Apakah
ilmu sihirmu sudah sedemikian hebat sampai kamu bisa menyembuhkan orang buta
dan berpenyakit lepra, serta bisa melakukan ini itu?”. Yakni,
apa yang telah engkau lakukan dengan menyembuhkan orang buta sejak lahir,
penyakit lepra, dan yang lain adalah berkat kami. Kamilah yang telah
mengajarimu sihir. Itu semua berkat karunia kami. Oleh karena itu, engkau harus
mengembalikannya kepada kami, bukan kepada selain kami.
Hati
pemuda mukmin tadi telah dipenuhi dengan keimanan dan keyakinan. Sosok seperti
ini tidak akan mungkin goyah keimanannya lantaran ancaman para thaghut yang
zhalim. Pemuda tadi berkata kepada raja dengan penuh percaya diri, keteguhan,
keyakinan, kemuliaan, dan ketegaran, tak peduli dengan ancaman apapun :
“Aku
tidak menyembuhkan seorang pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah”. Sekali
lagi, pemuda mukmin tadi meluruskan pemahaman sang raja yang salah. Dengan kata
lain, seakan ia mengatakan, "Saya tidak menyembuhkan seorang pun. Apa yang
saya lakukan ini bukan berasal dari diriku. Itu bukanlah keahlian yang
kupelajari dari si tukang sihirmu. Akan tetapi, sesungguhnya yang menyembuhkan
adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia
menyembuhkan siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Tak ada yang
mampu menolak ketentuan dan ketetapan-Nya. Keutamaan yang kulakukan ini kembali
kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala, bukan kepadamu dan bukan pula yang selain
dirimu”.
Setelah
sang raja mendengar ucapan si pemuda yang penuh dengan keimanan, kemuliaan, dan
mampu mengungguli kebathilan, maka ia yakin bahwa metode ancaman tak efektif
lagi terhadap pemuda tersebut.
Sang
Raja beranggapan bahwa ia adalah seorang pemuda yang keras kepala dan tak bisa
diajak berdiskusi. Oleh karena itu, harus digunakan metode yang lain kepadanya
yang berlandas pada kekerasan dan siksaan.
“Raja
pun menangkapnya”, dan menempatkan jauh dari istana yang digunakan
duduk oleh sang raja menyambut dan melepas para tamunya. Pemuda tadi
ditempatkan di ruang khusus untuk interogasi dan menyiksa.
Hal ini
serupa dengan yang dilakukan kepada orang buta yang sebelumnya menjadi orang
dekat raja yang telah beriman. Hal ini juga menimpa pada pemuda tadi. Hal itu
dilakukan untuk mengetahui darimana pemuda itu mendapatkan ucapan-ucapan
seperti itu, padahal ia masih muda belia.
Ia tumbuh
dan dididik di istana raja melalui tangan si tukang sihir. Jadi, sumber yang
sebenarnya masih belum diketahui oleh sang raja dan bala tentaranya. Tentunya,
si pemuda tahu sedikit tentang itu.
“Dan
terus menyiksanya sampai pemuda ini menunjukkan keberadaan pendeta”. Yakni,
sumber ucapan keimanan tersebut. Maka, dengan segera sang raja mengirim pasukan
dan memata-matainya untuk menangkap pendeta.
“Pendeta
pun dibawa”, dengan terbelenggu ke hadapan sang raja. “Dikatakan kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu!”, sang
raja tidak menyiksanya –sebagaimana yang telah menimpa pemuda dan orang yang
beriman tadi—untuk menunjukkan kepada yang lainnya.
Sebab,
sang raja dan bala tentaranya telah tahu bahwa pendeta tersebut yang
mengajarkan agama para nabi dan rasul serta kitab-kitab yang diturunkan kepada
mereka.
Ia
adalah salah satu orang yang tersisa yang selamat dari pembunuhan massal yang
telah dilakukan oleh sang raja kepada orang-orang yang beriman. Terlebih lagi,
pendeta tersebut adalah sumber pengajaran ucapan yang didengar sang raja dari
pemuda tadi.
Oleh
karena itu, permintaan sang raja cukup singkat, “Tinggalkan agamamu dan
masuklah ke agama thaghut, berwala’ dan taat kepadanya. Bila tidak, kami akan
membunuhmu. Tak boleh hidup seseorang yang berada di antara kami yang
mengingkari ketuhanan thaghut”.
Namun,
mana mungkin sang pendeta sudi meninggalkan agamanya yang telah ia anut sejak
lama. Tak ada dosa yang ia perbuat selain karena ia telah mengucapkan “Rabbku
(Tuhanku) adalah Allah”. Iman telah memenuhi hati dan anggota badannya.
Bagaimana mungkin ia meninggalkan agamanya dan memenuhi permintaan mereka.
“Pendeta
menolak”. Penolakan seorang mukmin yang bangga dengan
imannya adalah menolak mengingkari Allah dan masuk ke dalam agama, ketaatan,
dan berwala’ kepada sang raja. Maka, balasan yang diberikan oleh thaghut
kepadanya adalah :
“Akhirnya
diambillah sebuah gergaji”. Yakni gergaji yang biasa
digunakan untuk membelah kayu. Namun, kali ini gergaji tersebut digunakan untuk
membelah tubuh pendeta mukmin tersebut.
“Lalu diletakkan
di tengah-tengah kepalanya”, yakni tepat di tengah-tengah
kepala, lalu mulai digergajikan. “Dan tubuhnya digergaji dari atas hingga
terbelah dua”, dan jatuh ke tanah. Dalam syari’at thaghut, inilah balasan
bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengingkari thaghut.
Semua
thahgut—sejak zaman dahulu hingga sekarang—memiliki perbedaan di antara mereka,
namun mereka memiliki kesamaan di antara mereka terkait dengan balasan yang
harus ditimpakan kepada orang-orang yang mengingkari ketuhanan mereka serta
hak-hak mereka dalam memperbudak rakyat dan menguasai negeri, serta beriman
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tak
dibiarkan hidup bagi siapa saja yang mengingkari thaghut dan beriman kepada
Allah Ta'ala. Sebagaimana, yang difirmankan oleh Allah Ta'ala :
“Mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”. [Qs. Al-Baqarah:
217]
“Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib yang
menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib
dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali
kepada agama kami”. Berkata Syu’aib, “Dan apakah (kamu akan mengusir kami),
kendatipun kami tidak menyukainya?”. [Qs. Al-A’raf: 88]
“Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, 'Kami
sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada
agama kami.' Maka Rabb mewahyukan kepada mereka, “Kami pasti akan membinasakan
orang-orang yang zhalim itu”. [Qs. Ibrahim : 13]
Semua orang kafir mengatakan : “Semua rasul, tanpa terkecuali, dan
orang-orang yang beriman dan mengikuti mereka, maka kami sungguh-sungguh akan
mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami”.
Hari
ini, cobalah kalian cermati sikap para thaghut yang zhalim itu—semua thaghut—terhadap
para pemuda yang mengesakan Allah dan mengingkari thaghut, terutama
thaghut-thaghut modern, sedangkan mereka beriman kepada Allah.
Anda
akan mendapatkan para pemuda yang terus diusir dan bersembunyi, atau dipenjara
dan disiksa ataupun mati syahid. Contohnya yang tak begitu jauh dari
pendengaran kita adalah kisah para pemuda mukmin yang beriman kepada Allah yang
bersembunyi di balik gunung-gunung dan gua-gua di Afghanistan dari mata-mata
para thaghut yang zhalim dan bala tentara mereka.
Ini
merupakan metode para thaghut yang terus terulang di setiap zaman dan tempat.
Tak ada daya dan upaya selain atas pertolongan Allah.
“Setelah
itu, mantan penasihat raja dipanggil”, dari
penjara. Tak ada alasan menangkap dan memenjarakannya. Setelah diketahui seluruh
unsurnya dan dibunuh pendirinya, yaitu sang pendeta, maka sangat mungkin sekali
memeriksa kembali mantan penasihat raja tadi serta segala informasi tentang
pemilik dan sumber ucapan dan ajaran keimanan sang pendeta.
Namun,
setelah diketahui segala sesuatunya, maka tak perlu lagi mantan menteri tadi
mendekam di penjara. Selanjutnya, ia harus menghadapi ujian untuk memilih
meninggalkan agamanya atau masuk ke agama dan ketaatan raja. Bila tidak, ia
harus dibunuh, sebagaimana dibunuhnya pendeta tadi.
“Dikatakan
kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu!” yakni, tinggalkanlah
peribadatan Allah Ta'ala dan masuklah ke dalam agama dan ketaatan kepada raja.
“Ia juga
menolak”, dengan membanggakan keimanannya dan lebih
memilih kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia, dan dunia kemewahan di
istana raja. Padahal, baru beberapa hari ia beriman dan belum lama iman
bersemayam dalam hatinya.
“Maka
diambil gergaji, ia digergaji dari tengah kepalanya hingga terbelah dua dan
jatuh ke tanah”. Sama seperti metode yang diterapkan untuk membunuh
sang pendeta sebagai sarana untuk memuaskan kesombongan penyiksa. Juga, agar
menjadi pelajaran bagi siapa saja setelahnya dan setiap orang yang jiwanya
menyatakan iman kepada Allah Ta'ala.
“Giliran
si pemuda dipanggil”, dari penjara. Ia adalah sekutu
orang-orang mukmin yang terakhir. Bila si tukang sihir membunuhnya, ia akan
terbebas dari orang-orang mukmin di kerajaannya.
“Dikatakan
kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu!”, yakni
ingkarilah Allah Yang Maha Agung dan jangan beribadah kepada-Nya. Masuklah ke
dalam agama dan peribadatan raja. Sebuah pilihan dan permintaan sama yang
sebelumnya diajukan kepada pendeta dan mantan menteri. Sebab, tak ada keinginan
lain bagi thaghut selain itu.
Sang
thaghut mengakui adanya diskusi dan mengajak berdiskusi. Namun, ia tidak mau
diskusi tersebut keluar dari dua poin dan dua pilihan tersebut; kafir kepada
Allah dan masuk dalam keimanan thaghut serta beribadah kepadanya atau dibunuh.
Sebab, tak ada pilihan yang ketiga.
Sama
persis seperti para thaghut modern. Kita sering kali mendengar mereka
menyerukan secara lantang, “Bersama kami dan masuk ke dalam agama tata aturan
kami; atau melawan kami dan kalian akan kami perangi dan kami bunuh. Mereka ini
adalah para teroris yang menentang thaghut. Tak ada bahasa diskusi dengan mereka,
kecuali dengan senapan dan senjata. Sekiranya mereka benar-benar menghendaki
diskusi, maka itu yang kami inginkan dengan syarat; keluar dari agama mereka
dan masuk ke dalam agama thaghut, taat dan berwala’ kepadanya. Kalau itu yang
mereka lakukan, kami akan membiarkan mereka hidup. Namun, bila mereka menolak,
maka kami akan membunuh mereka”.
“Dan
tentu saja ia menolak”. Ia menolak untuk memenuhi
permintaan sang raja untuk beribadah kepadanya. Ia memilih untuk memilih tauhid
secara total dan beribadah kepada Allah Ta'ala.
Sang
thaghut berprediksi bahwa pemuda tadi akan meninggalkan ibadahnya, terutama
setelah melihat –atau mengetahui—metode yang sangat kejam yang ia gunakan untuk
membunuh dua orang shaleh; pendeta dan mantan menteri raja.
Namun,
prediksinya meleset. Ia mendapati si pemuda tadi lebih tegar dan lebih teguh
pendirian serta lebih kuat dalam menghadapi ujian. Ia memiliki keimanan dan
keyakinan yang lebih dalam dengan mendakwahkan tauhid.
“Maka
raja menyerahkan pemuda tadi kepada beberapa prajuritnya”. Hal ini
mengindikasikan bahwa sang raja telah mencurahkan segenap kekuatan dan sarana
yang ia miliki untuk membunuh pemuda mukmin di dalam istana. Namun, ia tidak
mampu membunuhnya. Allah Ta'ala tidak memberikan kekuasaan dan jalan untuk itu.
Si
thaghut menduga bahwa yang menghalanginya untuk dapat membunuhnya tersebut
adalah ilmu sihir yang dipelajari sang pemuda. Hal inilah yang mendorongnya
untuk meminta bantuan bala tentaranya untuk membunuhnya di luar istana.
Bila si
pemuda tersebut tidak keluar dari agamanya dan masuk ke dalam agama raja dengan
jalan apa saja yang tak dapat ditandingi oleh ilmu sihir.
“Ia
berkata, ‘Bawa dia ke gunung itu, dakilah sampai puncaknya”. Yakni,
puncak gunung. Mereka diperintahkan untuk memberikan tawaran kepada pemuda
mukmin tadi seperti semula untuk keluar dari agamanya. Boleh jadi setelah si
pemuda melihat ketinggian gunung dan kengeriannya, ia akan keluar dari agamanya
dan mengubah cara pandang dan sikapnya.
“Perintahkan
ia untuk keluar dari agamnya”. Inilah pilihan yang
diinginkan dan diharapkan oleh thaghut. Sebab, dengan keluarnya si pemuda tadi
dari agamanya dan masuk ke dalam agama thaghut mengandung manfaat bagi thaghut
dan tata aturannya melebihi manfaat bila ia harus membunuhnya, sedangkan pemuda
tersebut masih dalam agama, akidah, dan ketauhidannya.
Paling
tidak, hal itu akan menunjukkan kegagalan dakwahnya di hadapan manusia. Dengan
jatuhnya seorang da’i di pangkuan thaghut yang zhalim akan mengakibatkan –dan
ini pasti—robohnya dakwah tersebut serta tidak efektifnya dakwah tersebut di
tengah-tengah manusia serta memberikan benteng psikologi yang besar antara
dakwah–seberapun benarnya—terhadap sasaran dakwah.
Oleh
karena itu, dalam perjalanan waktu, seluruh thaghut akan berusaha keras untuk
menimbulkan fitnah pada para da’i terhadap agama dan dakwah mereka dengan
berbagai sarana dan prasarana ancaman untuk memusnahkan dan melemahkan pengaruh
dakwah mereka di hati manusia, terutama para pengikut mereka. Andai saja para
da’i sekarang ini mengetahui hal
ini.
“Jika ia
menolak meninggalkan agamanya, lemparkan dia dari atas!”. Bila ia
tidak meninggalkan agamanya, lemparkanlah ia dari atas gunung untuk menemui
ajalnya, sebagai balasan pembangkangannya terhadap ketuhanan dan keilahanku.
“Maka
para prajurit itu membawa si pemuda ke gunung yang dimaksud”. Mereka
memberikan tawaran kepadanya, seperti yang dipinta oleh sang raja. Namun, sang
pemuda menolak atas permintaan mereka. Maka, mereka pun bermaksud
melemparkannya dari atas gunung.
“Sementara
si pemuda berdoa, ‘Ya Allah, lindungi aku dari mereka sekehendak-Mu!”. Maka
pemuda mukmin tadi –dengan hati yang tulus, tenang, yakin—berdoa kepada Allah
Ta'ala. Ia kembali kepada Dzat yang ditangan-Nya segala kerajaan. Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Ia memohon kepada Allah agar menghalau mereka
darinya dan menghalau keburukan yang mereka arahkan kepadanya dengan jalan dan
cara yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ini
merupakan bentuk kesempurnaan kepahaman terhadap agama dan adab. Sebab, ia
menyerahkan perkara tersebut kepada
Allah Ta'ala untuk menghalau mereka dengan cara yang dikehendaki-Nya.
Maka,
Allah memerintahkan gunung tersebut yang termasuk bagian dari kekuasaan,
tentara, dan makhluk-Nya. “Tiba-tiba gunung terguncang dan pasukan raja
berjatuhan”, ke jurang. Allah menyelamatkan pemuda tadi. Ini merupakan
salah satu tanda kebesaran Allah yang memuliakan dan memenangkan tauhid dan
pemeluknya, serta menghinakan kesyirikan dan pelakunya.
“Si
pemuda pulang berjalan kaki ke tempat raja”. Pemuda
tadi memiliki tugas yang harus ditunaikan. Yaitu, mengarahkan raja,
antek-anteknya, serta rakyatnya untuk beribadah kepada Allah semata serta
berlepas diri dari seluruh bentuk kekafiran dan kesyirikan. Ia ingin
mengeluarkan mereka dari peribadahan kepada makhluk menuju peribadatan Rabb
Pemilik makhluk, dan dari kezhaliman agama manusia menuju keadilan agama Islam.
Ia tidak
bersembunyi, padahal ia bisa melakukan hal itu. Ia datang dengan berjalan kaki
menghadap raja untuk menantang kezhaliman dan kesombongannya. Ia ia bersuara
lantang tentang kebenaran di hadapannya, di istananya, di hadapan
antek-anteknya.
Bagi si
pemuda, seluruh dunia terasa hina. Ia menganggap murah jiwanya di jalan Allah.
Ia menganggap kecil kedudukan thaghut di depan matanya. Dalam pandangan
matanya, sang thaghut tak ubahnya seperti nyamuk atau lebih hina lagi.
“Raja
bertanya”, dengan perasaan keget atas apa yang ia
saksikan. Si pemuda tidak mati dan tidak terbunuh.
“Apa
yang dilakukan orang-orang yang menyertaimu”. Aku
telah mengutus mereka untuk membunuhmu dengan melemparkanmu dari puncak gunung.
Lantas, apa yang telah mereka lakukan? Apa yang telah terjadi?
“Ia
menjawab, ‘Allah telah melindungiku dari mereka!”. Dengan
jawaban yang penuh dengan nilai-nilai keimanan dan tauhid ini, si pemuda
menjawab thaghut. “Allah telah melindungiku dari mereka!”. Allah lah yang telah
melindungiku dari mereka, bukan diriku sendiri dengan keahlianku dan bukan pula
dengan sihir yang telah kupelajari dari tukang sihirmu, sebagaimana yang kamu
kira. Aku berharap hal ini menjadi bukti di hadapanmu untuk mengembalikanmu
kepada sesuatu yang haq, kesadaran, dan kebenaran.
Lantas,
apa jawaban sang thaghut, setelah menyaksikan bukti-bukti kekuasaan Allah ini?
“Mendengar
itu, raja kembali menyerahkan pemuda ini kepada prajurit-prajuritnya yang lain”.
Ia tidak putus asa. Untuk kedua kalinya, ia ingin mengulangi uji
cobanya. Boleh jadi kali ini ia sukses untuk membunuh sang pemuda dan
membrantas dakwahnya.
Ini
merupakan sikap melampaui batas yang berlipat-lipat. Permisalannya yang tertera
dalam Al-Quran adalah firman Allah Ta'ala :
“Dan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam
gelap gulita”. [Qs. Al-An’am: 39]
Lantas,
seperti apa uji cobanya kali ini? Dalam uji coba yang pertama ia mencoba untuk
membunuh sang pemuda dengan daratan, namun belum berhasil. Ternyata, daratan
dan gunung dapat ia atasi. Lantas, apa yang musti dilakukan? Tak ada pilihan
lain baginya selain ia mencobanya di tengah lautan.
“Ia
berkata, ‘Bawa pemuda ini di dalam sebuah perahu kecil. Bawa ia ke
tengah-tengah laut!”. Sehingga,
ia takkan lagi sanggup—meski berusaha keras—untuk sampai ke pantai dengan
sendirinya. Mereka diperintahkan untuk menawarkan kepada pemuda tadi agar
meninggalkan agamanya.
“Agar ia
mau keluar dari agamanya”, dari kafir kepada Allah Yang
Maha Agung dan masuk ke dalam agama thaghut. “Kalau ia tidak mau
meninggalkan agamanya, lemparkan dia ke laut!” yakni, ke tengah lautan.
“Mereka
pun membawanya”, sesuai dengan titah raja. Mereka menawarkan
kepada pemuda tadi sesuai dengan permintaan raja. Namun, sang pemuda menolak.
Bahkan, ia memegang erat imannya. Maka, mereka pun hendak melemparkannya ke
tengah lautan.
“Pemuda
itu berdoa lagi, ‘Ya Allah, lindungi aku dari mereka sekehendak-Mu”. Yakni,
halaulah mereka dan singkirkanlah perbuatan buruk mereka dariku sekehendak-Mu
dan sesuai dengan keinginan-Mu. Maka, Allah mengabulkan permohonannya.
Ombak
laut pun mengombang-ambingkan mereka. “Maka, tiba-tiba kapal yang ditumpangi
pasukan raja terbalik”. Yang bagian atas berada di bagian bawah, dan
sebaliknya. “Mereka semua tenggelam”, di lautan dan binasa. Allah
menyelamatkan sang pemuda tadi.
Allah
Maha Besar. Sebuah tanda kekuasaan Allah yang lain yang Allah perlihatkan melalui
tangan pemuda mukmin tadi. Allah melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu
yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.
“Ia pun
kembali pulang”, dengan menjunjung tinggi imannya dan mulia
dengan Pencipta sekaligus Rabbnya. Bukti kekuasaan ini telah menambah
keimanannya dan keyakinan bahwasanya pertolongan Allah kepada agamanya akan
segera datang, meski orang-orang kafir membencinya.
“Menghadap
raja dengan berjalan kaki”, untuk bertemu dan
menghadapinya di istananya, di hadapan para antek-anteknya. Ia tidak takut di
jalan Allah kepada celaan orang yang suka mencela.
Ia
datang untuk menyelesaikan tugasnya menyampaikan risalah kepada raja zhalim
tersebut dan menunjukkan kepadanya apa yang telah diperbuat oleh Allah terhadap
bala tentara dan rekan-rekannya. Dan, untuk menyampaikan kepadanya untuk kedua
kalinya, “Kamu menginginkan
sesuatu, sedangkan kalian menginkan sesuatu yang lain. Namun, apa yang
dinginkan oleh Allah Ta'ala –dan segala yang ada di alam semesta yang luas ini—adalah
yang Dia kehendaki”.
“Lagi-lagi
raja bertanya”, dengan kaget dan seakan-akan tak percaya atas
yang telah dilihat oleh kedua matanya. Untuk kedua kalinya, ia telah mengutus
bala tentaranya untuk membunuh pemuda tadi.
Namun,
si pemuda tersebut masih juga hidup dan tidak mati dan tidak pula terbunuh. Aku
tak sanggup membunuhnya, meski ia sangat lemah dan masih belia. Sedangkan,
disekitar banyak bala tentara. Aku memiliki kekuatan dan persenjataan.
“Apa
yang dilakukan para pengiringmu?”. Yakni,
orang-orang yang aku kirim untuk membunuhmu di lautan, di manakah mereka
sekarang?. “Pemuda itu
menjawab, ‘Allah telah melindungi aku dari mereka”.
Allah
telah menghalau mereka, keburukan mereka, dan niat burukmu terhadap diriku.
Makar dan tipu daya mereka berbalik kepada mereka sendiri. Mereka semua mati
dan tenggelam di lautan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman :
“Rencana
yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri”. [Qs. Fathir: 43]
Dari
sini, sang thaghut mengetahui kelemahannya bahwa ia tidak memiliki kemampuan
untuk membunuh si pemuda. Meski ia telah berusaha keras tuk membunuhnya, namun
ia takkan sanggup membunuhnya.
Sebab
pemuda tadi dijaga oleh Tangan Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Tinggi yang tak
ada yang menandingi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar