Pemuda
mati antara tikaman dan pukulan,
Dengan
kematian yang mewakili kemenangan, meskipun kemenangan tak ia raih
Ia
tidak mati kecuali dengan pedangnya, karena tikaman dan tertusuk oleh tombak
runcing
Sungguh
lewatnya kematian adalah mudah, maka ia didorong ke arahnya oleh
Sekop-sekop
dan perangai kasar
Maka
ia tancapkan kakinya di kubang kematian, dan ia katakan kepadanya:
Dari
bawah telapak kakimu kelak semua akan dibangkitkan
(Abu
Tamam dalam syair Elegi terhadap Muhammad bin Humaid Ath-Thusi)
Salah
satu kelompok penting yang berhasil diungkap adalah kelompok Al-Akh Asy-Syahid
–kamaa nahsabuhuu—‘Isham Al-Qamari. Jika disebut nama Isham, kita harus
berhenti sejenak, Isham adalah bagian dari sedikit manusia unik yang tidak mau
dikenal kelebihan dan amal jihadnya, sebab media-media informasi dan alat
propaganda di negeri kita dikendalikan oleh musuh-musuh Islam yang memonopoli
hak pemberitaan dan mengekang kaum Muslimin lantaran mengikuti kebijakan
politik barat yang menguasai hampir seluruh media informasi.
Isham
Al-Qamari adalah orang bertipikal serius, sejak menginjak masa muda ia sudah
menyikapi isu-isu keislaman secara sungguh-sungguh. Makanya ia memutuskan masuk
akademi militer karena bertujuan merubah pemerintahan Mesir yang rusak. Inilah
yang dia yakini ketika ia masih jadi siswa dan lulus dari sekolah menengah. Dia
pernah bercerita kepadaku bahwa ia bertanya kepada ayahnya ketika akan masuk ke
akademi militer : “Tahukah ayah, mengapa saya masuk akademi militer?”.
“Kenapa?”,
Ayahnya balik bertanya.
“Supaya
aku bisa melakukan kudeta militer di Mesir.”
Ayahnya
kaget mendengarnya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, sebab Isham sudah
terlanjur diterima di akademi militer.
Sebenarnya
nilai ujian Isham Al-Qamari di sekolah-sekolah menengah cukup baginya untuk
masuk ke jurusan-jurusan yang bersifat ilmiyah (seperti kedokteran, tekhnik
sipil dan lain sebagainya), dan ketika itu –bahkan sampai hari ini— biasanya
orang lebih memilih mendaftar kuliah di jurusan-jurusan ilmiyah daripada kuliah
kemiliteran, namun Isham menyelisihi tren ini karena punya tujuan
sendiri.
Dalam
pendidikan militer inilah Isham Al-Qamari berkenalan dengan Muhammad Mushthafa
Ulaiwah (saudara kandung Alwi Mushthafa Ulaiwah, ia aktif di
jamaah kami) yang akhirnya dia direkrut olehnya untuk masuk ke Jamaah Jihad,
jamaah di mana kami berada. Itulah cerita Isham bergabung bersama mujahidin di
Mesir.
Sejak
Isham bergabung meniti jalan ini hingga menemui syahid, dia tak pernah putus
memberikan peran berarti dan pengorbanan besar dalam membela Islam.
Perilaku
mulia ini didukung dengan sifat dan akhlaknya yang mulia, Isham adalah orang
yang tepat disebutkan kepadanya semua makna keberanian dan harga diri.
Bahkan
semua kepayahan yang ia hadapi dan pengorbanan yang ia persembahkan dengan
penuh ridha dan tenang faktornya adalah kebesaran hati dan keberanian yang
terpatri dalam dirinya.
Selesai
dari akademi militer, Isham Al-Qamari masuk ke batalyon senjata anti tank,
senjata yang ia gemari dan mahir ia gunakan. Sering sekali ia mengatakan kepada
kami bahwa senjata ini wajib dimiliki kaum Muslimin, sebab senjata ini
mempengaruhi jalannya pertempuran dan mengusir musuh.
Kemahiran
Isham Al-Qamari dalam mengoperasikan senjata anti tank sangat diperhitungkan,
Isham memang benar-benar mendedikasikan diri untuk mempelajari dan memahami
ilmu militer dan mempraktekkannya di lapangan, sebab ia merasa itu berpahala di
jalan Allah. Maka tak heran jika Isham selalu unggul dalam latihan-latihan
mengalahkan teman-temannya.
Oleh
karena itu dia dipilih menjadi ketua dalam pelatihan para komandan batalyon di
Amerika, jika pelatihan ini sudah selesai Isham dijanjikan akan menjadi
komandan batalyon di angkatan pertahanan republik, dan Isham menunggu-nunggu
jabatan ini dengan sangat serius.
Tapi
kemudian dia tidak jadi menghadiri latihan tersebut, sebab ada salah seorang
ikhwah yang terlalu berlebihan –semoga Allah memaafkannya—dalam meyakinkan dia
bahwa tahun 1981 akan menjadi tahun perubahan bagi Mesir dan dia akan mampu
menggalang para pemuda yang mau berjihad dalam jumlah besar untuk bergabung ke
dalam jamaah-jamaah jihad. Atas asumsi yang tak jelas ini akhirnya Isham
membatalkan keberangkatannya ke Amerika, sebagai gantinya ia mendaftarkan diri
ke akademi teknik perang. Akhirnya ia menjadi salah seorang jenderal langka
yang ahli dalam mengoperasikan senjata anti tank yang ia pilih dalam kuliah
tersebut.
Berangkat
dari perkiraan bahwa tahun 1981 akan menjadi tahun perubahan bagi Mesir, dengan
ijtihadnya Isham bersama kawan-kawannya sesama jenderal bawahannya mulai
mengeluarkan senjata-senjata berikut amunisi-amunisinya yang bisa dikeluarkan
dari kesatuan tentara. Ketika itu kami bertugas menyimpan senjata-senjata
tersebut.
Tatkala
beberapa senjata terakhir yang dibawa sejak saya mengunjungi gudang
penyimpanan –senjata itu dibawa di sebuah tas buku yang isinya beberapa
buah senjata bersama buku-buku dan tulisan-tulisan tentang kemiliteran—, si
pembawa senjata tertangkap, namun dia berhasil kabur dan meninggalkan tasnya.
Melalui beberapa catatan yang ada di dalam kertas dan peta yang menunjukkan
tempat-tempat penyimpanan tank di Kairo, beberapa jenderal pengikut Isham
Al-Qamari akhirnya terdeteksi keberadaannya. Isham segera menyadari bahaya ini,
maka ia pun melarikan diri tetapi jenderal-jenderal yang menjadi pengikutnya
tertangkap.
Isham
terus melarikan diri sejak bulan Februari hingga Oktober 1981, sampai akhirnya
ia tertangkap tak lama setelah pembunuhan Anwar Sadat. Sepanjang rentang waktu
ini, Isham menjalaninya dengan sabar, tidak pernah mengeluh, tidak pernah
menggerutu dan tidak pernah menyalahkan siapapun, dia justru menganggap hal ini
biasa-biasa saja dan dia terus menguatkan semangat rekan-rekannya.
Di
masa pelariannya, Isham tidak berhenti menjalankan aktifitasnya. Bahkan
sebaliknya, meskipun banyak sekali masalah besar yang ia hadapi dan tekanan
mental serta suasana tegang dalam setiap detik hidupnya, semua itu tidak
menghentikannya untuk terus berbuat dan mengerahkan semua upaya.
Salah
satunya ia sudah mengintai beberapa target serangan, tempat-tempat tentara dan
kantor-kantor polisi, serta sudah menyiapkan rencana-rencana untuknya, ia juga
menjalankan beberapa kali percobaan.
Setelah
pembunuhan Anwar Sadat, Isham meminta saya untuk menghubungkannya dengan tim
yang menjadi pelaku pembunuhan tersebut, maka saya pun menghubungkannya dengan Al-Akh Abud
Az-Zumar. Di tengah kondisi-kondisi sulit seperti inilah Isham mengkaji situasi
bersama Abud dan mencoba menyelamatkan apa yang masih mungkin untuk
diselamatkan, namun waktu ternyata tidak memungkinkan. Isham berencana
menyerang jenazah Sadat dan tokoh-tokoh Amerika dan Israel yang
mendampinginya. Ia juga berencana menguasai beberapa kendaraan lapis baja
kemudian menggerakkannya menuju target yang fital atau ke jenazah Anwar Sadat.
Sayangnya fasilitas-fasilitas yang dimiliki lebih sedikit daripada apa yang ia
obsesikan, dan waktunya pun sudah lewat.
Pertemuan
kami dengan Al-Akh Abud berakhir dengan nasehat kami kepadanya supaya dia
mencoba keluar dari Mesir untuk saat ini agar bisa melanjutkan serangan di lain
waktu. Tetapi Abud tidak bisa menerima masukan ini, sebab dia sudah terlanjur
menjalin sumpah setia dengan rekan-rekannya untuk melanjutkan pertempuran,
walaupun ketika di penjara dulu dia percaya dengan pendapat kami tetapi
sumpahnya kepada rekan-rekannya membuatnya tak mau menerima ide kami tadi.
Isham
punya teori sendiri dalam menjalankan jihad dan dia berusaha sekuat tenaga untuk
memperoleh sarana-sarana yang bisa merealisasikannya. Akan tetapi takdir belum
mengizinkannya.
Teori
tersebut hingga kini masih menjadi alternatif pelaksanaan operasi jihad yang
tepat jika pendukung-pendukungnya ada. Teori itu dibangun atas dasar-dasar
berikut ini :
1. Bahwa
para penguasa di negeri kita punya cadangan kekuatan militer yang tidak mungkin
dihadapi selain dengan kekuatan senjata yang memiliki cadangan peluru dalam
jumlah besar dan beberapa kendaraan militer untuk menguasai ibu kota dan terjun
ke kancah pertempuran dengan teguh selama satu hingga dua pekan, di mana dalam
tempo ini para tokoh penguasa berhasil dihabisi dan para tentara sisanya
menjadi frustasi.
2. Harakah
Islam punya ribuan pemuda yang berlomba-lomba mencari kesyahidan, tetapi para
pemuda tersebut tak pernah dilatih dan tak punya pengalaman tempur.
3. Penyusupan
gerakan Islam ke tubuh tentara selalu akan mengalami pembersihan. Dan sulit
sekali bagi gerakan mengkader jenderal-jenderal dalam jumlah besar di tubuh tentara
untuk tidak terbongkar, melihat adanya pengawasan-pengawasan keamanan yang
ketat di tubuh angkatan bersenjata.
4. Maka
ide Isham adalah melatih beberapa ratus pemuda Muslim menggunakan senjata,
menggunakan dan menyetir tank, walaupun sekedar latihan untuk pemula.
5. Melalui
kerjasama antara beberapa jenderal dan pemuda Muslim yang sudah terlatih,
sangat memungkinkan untuk menggerakkan beberapa buah tank menuju ibukota.
Dengan adanya kerjasama antara kekuatan tentara dengan pemuda Muslim mujahid,
bisa dilakukan penyerangan mendadak ke markas-markas militer yang punya banyak
tank, lalu menguasai tank-tank tersebut untuk digunakan, atau paling tidak
dimusnahkan di tempat. Dan dengan observasi yang bagus serta pengintaian yang
detail mengenai titik-titik penyebaran tentara pemerintah di ibukota dan
sekitarnya, bisa ditentukan mana target yang menjadi prioritas serangan
sehingga pertahanan pemerintah runtuh. Oleh karena itu, data-data tekhnis yang
rinci sudah ada di pikiran Isham untuk melakukan perubahan.
6. Adapun
kekuatan polisi dan keamanan pusat serta kekuatan yang menginduk ke kementerian
dalam negeri, Isham melihatnya dengan mata sebelah dan menganggap mereka
sebagai buih, mereka takkan mampu bertahan di hadapan kekuatan kendaraan tempur
yang dikendalikan oleh para pemegang akidah yang kokoh.
Isham
mengkritik para pemuda Muslim yang sibuk menyerang polisi dan kurangnya
perhatian mereka kepada situasi militer dengan pengamatan yang ilmiyah dan
terukur berdasarkan data-data yang ada.
Isham
menaruh kepercayaan yang besar kepada pemuda Muslim yang terlatih, ia pernah
berkata: “Polisi berlagak seperti singa di depan kita karena ikhwan-ikhwan kita
tidak terlatih, apabila kita melatih mereka kemudian memberi mereka sedikit
senjata maka tak ada satu polisi pun yang bertahan di depan mereka.”
Teori
dia ini menjadi titik perdebatan antara diriku dan dia dalam waktu lama, baik
sebelum dipenjara maupun ketika dipenjara. Dan saya bersaksi bahwa banyak
sekali prediksi-prediksi dia yang dikemudian hari terbukti oleh berbagai
peristiwa.
Rencananya
yang berani ini bergantung kepada hasil pengintaian yang teliti, analisa
ilmiyah dan data-data riil. Yang demikian itu cocok sekali dengan kepribadian
Isham yang memiliki unsur-unsur ini dengan sempurna; hati yang pemberani, ilmu
militer, dan kerja serius, semoga Allah merahmatinya.
Kapan
kamu memiliki hati yang cerdas dan senjata tajam
Dan
sifat pemberani, maka kezaliman-kezaliman akan menghindarimu
Teori
Isham punya banyak perincian dan sisi yang beragam, tapi saya hanya
mengisyaratkan poin-poin utamanya saja. Dan teori itu termasuk warisan bagi
gerakan Islam dan ijtihad-ijtihadnya yang berharga yang harus dikembangkan
melalui kajian dan riset, entah kita setuju dengan teori tersebut atau tidak.
Akhirnya
Allah berkehendak Abud harus tertangkap. Para penyidik berhasil
mengungkap bahwa sang jenderal yang melarikan diri selama delapan bulan itu
muncul sebagai dalang berbagai insiden selama ini. Akibat gencarnya perburuan,
saya sendiri akhirnya tertangkap dan kemudian terjadi penggerebekan ke
persembunyian Isham di wilayah Jamaliyah, Kairo, di mana ketika itu pecah
pertempuran penting yaitu pertempuran Jamaliyah.
Pertempuran
ini punya kedudukan penting dalam sejarah pergerakan Jihad Islam, sebab ia
menunjukkan fakta-fakta penting dalam kaitannya konfrontasi antara mujahidin
melawan penguasa, dan karena ia juga menunjukkan kejujuran Isham dalam berteori
dan isi teorinya yang memiliki rencana jauh ke depan. Di sini kita berhenti
sejenak untuk menjabarkan rincian dari pertempuran itu:
Pertempuran
terjadi di daerah Mansyiyyah Nashir, wilayah Jamaliyah. Ini adalah lingkungan
miskin yang padat oleh rumah-orang orang-orang fakir yang saling berdempetan
dan hanya dipisahkan oleh gang-gang sempit.
Isham
bersembunyi di bengkel gerinda –yang didirikan oleh Al-Akh Muhammad Abdur Rahim
Asy-Syarqawi sebagai salah satu basecamp kami— bersama dua
orang ikhwah yaitu Ibrahim Salamah dan Nabil Nu’aim. Bengkel ini hanya sebuah
rumah sederhana terdiri dari ruang lewat tanpa atap dan di sebelah kiri
kanannya ada dua kamar, lalu di bagian depan tempat lewat itu ada terali besi.
Bengkel ini terletak di sebuah gang sempit –dan buntu—dikelilingi oleh beberapa
rumah yang rata-rata bertingkat lebih dari satu lantai.
Ketika
kementerian dalam negeri mengetahui Isham bersembunyi di bengkel ini, mereka
segera mengepung seluruh daerah tersebut dengan mengerahkan polisi dan aparat
keamanan pusat, dan dalam menggerebek bengkel tersebut mereka kerahkan satuan
terbaiknya: tim anti teror keamanan pusat. Tim ini terus mengepung bengkel
selama beberapa jam, selama itu mereka memblokade jalur-jalur ke arah bengkel
dan mengambil posisi di atas rumah-rumah bertingkat sambil memasang
senjata-senjata serbunya.
Sesaat
sebelum fajar terbit, panggilan melalui pengeras suara mulai diarahkan kepada
ikhwah yang ada di dalam bengkel, bahwa bengkel sudah dikepung dan sebaiknya
mereka menyerah saja. Tak lama setelah itu, tim serbu yang terdiri dari
komandan-komandan keamanan pusat yang terbaik (mereka menggunakan rompi anti
peluru) langsung maju menyerbu pintu bengkel dengan menembakinya tanpa henti
sambil meneriaki para ikhwah untuk menyerah. Para ikhwah terbangun
mendengar suara menakutkan ini.
Akan
tetapi Isham dan kawan-kawan sudah siap dengan kemungkinan seperti ini, karena
itulah mereka memasang kawat listrik yang jaraknya hanya beberapa sentimeter
dari terali besi, mereka juga membawa dua senjata serbu menengah, dua buah
pistol dan beberapa granat tangan.
Tatkala
unit serbu mendobrak terali besi, mereka tersetrum oleh aliran listrik dan
langsung mundur ke belakang saling bertubrukan satu sama lain dan dipenuhi
ketakutan. Suasana itu tak disia-siakan oleh Isham, ia langsung menyambut
mereka dengan granat tangan dari atas terali dan jatuh tepat di tengah-tengah
tim serbu itu, mereka pun berjatuhan, ada yang terluka dan ada yang tewas.
Begitu
komandan-komandan batalyon dan tentaranya yang lain –setelah gegap gempita
berteriak-teriak hendak menyerbu—mendengar lolongan tim serbu, rasa takut
langsung merasuki mereka. Malam seperti terlipat oleh kesunyian yang mati. Saat
itulah Isham dan kawan-kawan melompat dari atap bengkel dan mulai menembaki
atap rumah-rumah tetangga dengan senjata serbu bekas mereka yang tak lama
setelah dipakai langsung macet. Tapi Isham dan kawan-kawannya tak berhenti,
mereka kemudian melempari tentara dengan sepuluh geranat dan sembilan di
antaranya meledak di tengah-tengah mereka. Perlawanan tentara pun terhenti. Di
sini tahulah Isham bahwa batalyon yang lagaknya seperti singa itu kini berubah
menjadi sekawanan kelinci. Maka rekan-rekannya segera keluar dari pintu
bengkel, tiba-tiba mereka melihat seorang tentara menenteng senjata di hadapan
mereka, tapi ternyata ia berbalik badan karena ketakutan, Al-Akh Nabil Nuaim
kemudian membunuhnya dengan menembakkan sebutir peluru ke kepalanya.
Kemudian
Isham memerintahkan kawan-kawannya bersembunyi dan menunggunya melemparkan
granat tangan, setelah itu mereka hendaknya segera melarikan diri melalui arah
ledakannya. Benar, para ikhwah melarikan diri di tengah pengepungan, mereka
seperti lari di tengah onggokan mayat dan hantu-hantu saja, mereka terus
berlari hingga tiba di bukit Maqtham yang kebetulan dekat, setelah itu mereka
duduk sambil memantau batalyon tentara yang ketakutan dan penuh luka-luka tadi
yang sedang mengumpulkan anggota-anggotanya untuk mundur ke mobil. Saat inilah
Al-Akh Ibrahim Salamah berusul: bahwa sekarang waktu yang paling tepat
menyerang batalyon tersebut dengan amunisi yang masih dimiliki para ikhwah.
Namun Isham memutuskan serangan yang telah mereka lakukan tadi sudah cukup.
Para ikhwah
terus melanjutkan perjalanan melalui bukit Maqtham. Al-Akh Ibrahim Salamah
memegang granat tangan, sebelumnya ia sudah melepas pemicunya namun ia pasang
kembali, tetapi nampaknya di tengah perjalanan pemicu itu sudah bergeser dari
tempatnya. Tak lama kemudian para ikhwah berhenti sebentar di salah satu lubang
gua.
Al-Akh
Ibrahim Salamah kebetulan ingin buang hajat, akhirnya ia memutar badan ke arah pintu
masuk gua sementara punggung Isham dan Nabil hanya berjarak beberapa meter
darinya. Saat itulah geranat tangan itu jatuh dan terlihat pemicunya tergeser
lagi sesaat setelah ia jatuh. Sejurus kemudian para ikhwah mendengar seperti
ada bunyi ledakan kapsul, maka Ibrahim segera menelungkupkan badannya ke atas
geranat itu untuk melindungi dua rekannya dari ledakannya. Senyapnya malam itu
terobek oleh ledakan geranat, mencabik-cabik lambung Ibrahim yang menutup
ledakan geranat.
Sungguh
sebuah takdir mengejutkan yang terjadi di luar dugaan, setelah para ikhwah
berhasil melarikan diri dari kepungan tentara keamanan pusat yang jumlahnya
seratus kali lipat, Ibrahim ternyata menemui syahid sesuai dengan waktu yang
ditakdirkan untuknya, yang tidak diketahui oleh selain Dzat Yang Maha
Mengetahui perkara ghaib.
Isham
dan Nabil hanya terdiam kebingunan dan linglung melihat peristiwa mendadak yang
mengerikan itu.
Isham
telah mewariskan semua yang bisa dijadikan manusia untuk memperjuangkan Islam
secara sungguh-sungguh. Benarlah apa yang dikatakan Al-Barudi:
Tak
aneh jika kemuliaan-kemuliaan tak memperoleh apa-apa
Sebab
pedang bisa menguasai satu pertempuran tapi toh ia akhirnya menyesal
Atau
seperti perkataan Mutanabbi dalam eleginya terhadap Abu Syuja’ Fatik:
Abu
Syuja‘ bapak semua keberanian
Satu
kengerian dikembangkan menjadi kengerian-kengerian oleh peperangan
Seolah
jiwamu tak rela kau menjadi pemiliknya
Kecuali
jika dirimu sering melakukan peperangan
Ia
tak menganggapmu pelindung nyawanya
Kecuali
jika engkau berkorban untuknya dalam kengerian
Kalau
bukan karena kesusahan, tentu semua manusia menjadi tokoh
Kedermawanan
dan keberanian menuntut mereka semua untuk berperang
Mengenai
pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari pertempuran ini, secara ringkas
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa
seorang Mujahid Muslim yang terlatih dengan keimanannya tak kan bisa
dikalahkan oleh pasukan thaghut.
2. Bahwa
keteguhan ketika mengalami peristiwa-peristiwa dahsyat dan genting –dan ini
merupakan nikmat Allah terbesar—termasuk senjata paling utama bagi orang
beriman dalam semua pertempuran dan huru-hara. Akhi Nabil Nu‘aim bercerita
kepada saya bahwa Isham memiliki keteguhan yang menakjubkan di saat pecah
pertempuran Jamaliyah, seolah ia berada dalam kondisinya yang paling santai.
3. Menggunakan
granat tangan secara khusus, dan bahan peledak secara umum, dalam membebaskan
diri dari pengepungan harus menjadi sarana utama yang wajib dimiliki oleh
seorang Muslim mujahid dalam pertempuran.
4. Senjata
orang Muslim yang tak mungkin terkalahkan adalah kecintaannya mencari
kesyahidan. Sedangkan kematian thaghut dan para pengikutnya itu adalah karena
mereka saling keroyok mencari dunia.
Takdir
kemudian menentukan bahwa Isham harus tertangkap. Ia pun diajukan ke pengadilan
karena kasus jihad. Jaksa tidak menghadirkannya di ruang sidang –setelah
bekerjasama dengan intelejen—dalam sidang perdana. Mereka baru menghadirkannya
bersama Al-Akh Rifa‘i Thaha (dari sel mereka berdua di penjara Al-Qal‘ah) pada
sidang kedua. Dalam persidangan ini Isham membeberkan makar buruk tadi, ia
terus menceritakan kekejaman dari para komandan intel selama di penjara
Al-Qal‘ah.
Hakim
berusaha melewati bab kekejaman itu, namun Isham terus berbicara hingga hakim
mengancam akan mengusirnya, Isham tak peduli. Hakim pun memerintahkan untuk
mengusirnya tapi Isham menolak, para petinggi Keamanan Pusat berusaha mendekati
sel Isham dengan hati-hati, namun begitu dekat Isham membentak mereka dan
mereka pun mundur ketakutan.
Persidangan
pun lepas kendali, para ikhwah yang menjadi terdakwa turun menumpahkan
kemarahannya. Ketika itu saya ditunjuk para ikhwah untuk menjadi penanggung
jawab dalam mengatur jalannya persidangan. Akhirnya saya meminta para ikhwah
untuk diam, saya berteriak keras-keras dan mengancam jika Isham dipaksa keluar
dari ruang sidang –mereka meletakkannya di sel tersendiri dan jauh dari sel
ikhwah lain yang jadi terdakwa—maka tidak akan ada lagi persidangan.
Suasana
di ruang sidang semakin tegang, hakim baru menyadari jika dirinya sedang
melihat kasus yang belum pernah ada sebelumnya dan telah menjerumuskan dirinya
untuk berbenturan dengan para terdakwa. Di sinilah akhirnya para pengacara
turut campur, mereka akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan.
Begitulah
Isham memulai sidang pertamanya –dan seperti itu kebiasaan dia dalam segala
hal—; menampakkan sikap yang kuat dan berani.
Selama
di penjara, Isham tidak hanya mencukupkan diri dengan belajar atau mengajar para
ikhwah, hal terpenting yang ia fikirkan adalah: bagaimana mengatur penyelamatan
para ikhwah yang menunggu eksekusi setelah mereka divonis mati.
Atas
kehendak Allah, saya diberi kehormatan untuk menemani Isham selama beberapa
bulan di penjara Liman Thurah dalam satu sel. Pada masa ini ia tidak
henti-hentinya menyiapkan gambaran-gambaran untuk masa mendatang dan menyiapkan
solusi-solusinya yang realistis, serta melakukan kajian-kajian terhadap
problematika-problematika yang muncul secara nyata.
Namun
takdir menentukan kami harus berpisah, saya divonis tiga tahun penjara dan
sebagian besar sudah saya jalani sebelum vonis dijatuhkan. Sedangkan Isham
divonis 10 tahun penjara, dan seperti biasanya ia menyambut vonis tersebut
dengan keteguhan dan ketenangannya yang unik. Bahkan ia pernah meneguhkan dan
mendukungku dengan mengatakan: “Aku kasihan kepadamu melihat beban yang harus
kau pikul di usia tuamu nanti.”
Selama
di penjara, Isham tak pernah berhenti menyusun rencana untuk kabur. Dan setelah
melakukan beberapa kali percobaan, akhirnya ia bersama dua orang ikhwah, yaitu:
Khamis Muslim dan Muhammad Al-Aswaniy berhasil menjalankan aksi melarikan diri
yang gagah berani dan hebat dari penjara Liman Thurah yang kokoh itu pada
tanggal 17 Juli 1988. Ini bukan aksi melarikan diri biasa, ia diawali oleh
persiapan panjang dan rumit yang menjadikan pelarian ini sangat hebat, yang
menggunakan metode menyerbu tembok-tembok penjara, menembus kepungan penjagaan
di sekitarnya, lalu menyeberangi sungai Nil.
Tanpa
mengetahui proses pelarian secara lebih detail, Menteri Dalam Negeri sudah
menanggung malu karena tak mengira sama sekali ada pelarian terang-terangan
yang seberani ini, yang dimulai dengan menarik jeruji jendela sel, setelah itu
menawan para penjaga blok, kemudian menerobos tembok yang tingginya sekitar
empat meter, kemudian membuang geranat suara di tempat-tempat yang terpisah,
lalu baku tembak dengan salah seorang penjaga tembok dan merampas senjatanya,
setelah itu keluar dari area penjara Liman Thurah di tengah malam di tengah
penjagaan super ketat. Setelah Isham dan dua rekannya kabur dari penjara,
mereka menyeberangi sungai Nil menuju tepi bagian barat, setelah itu mereka
berjalan kaki ke tengah lahan pertanian hingga sampai di tengah-tengah Delta.
Karena
terlalu banyak berjalan, telapak kaki Khamis Muslim mulai pecah-pecah dan
kemudian bernanah yang mengakibatkan ia menderita demam dan gemetaran.
Untuk
mengobati Khamis, para ikhwah menuju ke rumah Khalid Bakhit yang sudah
menyediakan rumahnya di pemukiman Idyal di Syarabiyah. Namun atas kehendak
Allah aparat keamanan negara menyerbu rumah Khalid Bakhit di waktu Subuh
tanggal 25 Juli 1988 dalam penangkapan besar-besaran yang dilakukan pasca
kaburnya tiga ikhwah ini.
Di
sini terjadi pertempuran gagah berani sekali lagi, baru saja petinggi aparat
(ia seorang jenderal di intelejen keamanan negara) mengetuk pintu rumah, ia
langsung diserbu oleh geranat-geranat suara yang sudah disiapkan para ikhwah,
lalu Isham Al-Qamari menyerangnya dengan sebilah pisau dapur, ia pun lari tunggang
langgang dan membuang pistolnya, pasukan dan komandan-komandan lainnya pun ikut
lari ketakutan. Maka Isham memungut pistol pimpinan aparat tadi, para ikhwah
pun segera kabur menuju jalan raya dan terus berlari.
Di
ujung jalan, Isham berdiri melakukan baku tembak dengan anggota polisi untuk
melindungi dua kawannya, maka sebutir peluru mendarat tepat di perutnya, ia pun
langsung jatuh seketika. Kedua kawannya berusaha membawanya tetapi ia larang,
ia malah memberikan senjatanya kepada mereka berdua dan menyuruh mereka terus
lari, arwahnya pun melayang menuju Penciptanya untuk menjemput syahid seperti
yang layak ia dapatkan –wallahu hasiibuh.
Cukuplah
untuk menunjukkan frustasi menteri dalam negeri sebuah peristiwa yang
diceritakan kepadaku oleh Al-Akh Nabil Nu‘aim, ia bercerita kepadaku bahwa
dirinya berkata kepada salah seorang petinggi intelejen di penjara Liman Thurah
pasca kaburnya Isham dkk, dengan nada meremehkannya yang khas: “Kamu pasti akan
dimutasi ke atas (maksudnya Mesir Selatan) sekarang.” Maka dengan penuh percaya
diri pimpinan itu menjawab: “Tidak mungkin mereka bisa melakukannya, seharusnya
mereka memberiku tanda bintang baru karena aku berhasil menjaga Isham Al-Qamari
di penjara sini selama beberapa tahun.” Dan benar, ternyata ia tidak dimutasi
dari jabatannya.
Termasuk
tanda-tanda menggembirakan yang ada: bahwasanya Al-Akh Nabil Nu‘aim bercerita
kepadaku bahwa Isham bercerita kepadanya beberapa hari sebelum ia kabur bahwa
dirinya melihat Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu—Shalih Siriyah memanggilnya
dari ketinggian: “Kemarilah bergabung bersama kami!”. Mimpi ini dianggap oleh
Isham sebagai berita gembira, ia mengerti bahwa kesyahidannya sudah dekat.
Demikianlah
sang perwira gagah berani di bawah panji Nabi n berlalu menuju Robbnya Yang
Maha Mulia dalam keadaan syahid, kamaa nahsabuhuu.
Dan
dalam perkiraan saya, tidak ada gerakan jihad di Mesir yang meraih keberhasilan
seperti keberhasilan yang dicapai oleh Isham, dan ini merupakan kesaksian dari
orang yang hidup langsung bersamanya dari dekat dalam kondisi-kondisi genting
dan sangat sulit, baik sebelum penjara maupun ketika di penjara.
Semoga
salam sejahtera dari Allah tercurah kepadamu wahai Qais bin Ashim,
Dan
mencurahkan rahmat-Nya yang Ia kehendaki
Tidaklah
kematian Qais kematian satu orang,
Namun
ia adalah bangunan suatu kaum yang dirobohkan
Begitulah,
Isham Al-Qamari pergi sebagai syahid –wallahu hasiibuhu—seperti yang ia
cita-citakan.
Dan
nyawa orang syahid punya dua tujuan;
Sampai
kepada kematian dan memperoleh cita-citanya
Dan
jasadnya terayun-ayun di padang pasir, disambut oleh luka-luka
dataran tanah
Ia
terus menjadi contoh yang ditiru dan teladan yang diikuti dalam hal kerja
keras, kedermawanan, pengorbanan dan dalam memusuhi musuh-musuh Islam; Amerika,
Yahudi dan kaki tangan mereka yang menguasai kita, dan contoh dalam membalaskan
dendam orang yang disakiti, sebagaimana dikatakan oleh Syauqi dalam eleginya
terhadap Umar Mukhtar Rahimahullah :
Mereka
pasang jasadmu di tanah lapang sebagai bendera
Yang
membangkitkan lembah setiap pagi dan sore
Celaka
mereka, mereka memasang bendera dari darah
Yang
mengilhamkan kemarahan kepada generasi mendatang
Kamu
diberi pilihan lalu kamu memilih menginap dalam lapar
Kamu
tak mencari harta dan tak mengharap kekayaan
Si
singa mengaum di dalam jeruji besi,
Dan
kamu takkan melihat ada singa yang menangis di penjara karena ingin bebas
Satu
hal yang unik, aku pernah mencandai Isham dengan kata-kata Syauqi dalam
qashidahnya :
بطل
البداوة
لم
يكن
يغزو
على
تنكً
ولم
يك
يركب
الأجواء
لكن
أخا
خيل
حمى
صهواتها
وأدار
من
أعرافها
الهيجاء
Pahlawan
kesiangan tidak berperang di atas timah dan tidak berkendara di awang-awang
Namun
ahli kuda selalu menjaga punggung kudanya dan mengendalikan perang dari
pelananya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar