Rabu, 21 Desember 2011

Isham Al-Qamari



Pemuda mati antara tikaman dan pukulan,
Dengan kematian yang mewakili kemenangan, meskipun kemenangan tak ia raih
Ia tidak mati kecuali dengan pedangnya, karena tikaman dan tertusuk oleh tombak runcing
Sungguh lewatnya kematian adalah mudah, maka ia didorong ke arahnya oleh
Sekop-sekop dan perangai kasar
Maka ia tancapkan kakinya di kubang kematian, dan ia katakan kepadanya:
Dari bawah telapak kakimu kelak semua akan dibangkitkan
(Abu Tamam dalam syair Elegi terhadap Muhammad bin Humaid Ath-Thusi)

Salah satu kelompok penting yang berhasil diungkap adalah kelompok Al-Akh Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu—‘Isham Al-Qamari. Jika disebut nama Isham, kita harus berhenti sejenak, Isham adalah bagian dari sedikit manusia unik yang tidak mau dikenal kelebihan dan amal jihadnya, sebab media-media informasi dan alat propaganda di negeri kita dikendalikan oleh musuh-musuh Islam yang memonopoli hak pemberitaan dan mengekang kaum Muslimin lantaran mengikuti kebijakan politik barat yang menguasai hampir seluruh media informasi.  

Isham Al-Qamari adalah orang bertipikal serius, sejak menginjak masa muda ia sudah menyikapi isu-isu keislaman secara sungguh-sungguh. Makanya ia memutuskan masuk akademi militer karena bertujuan merubah pemerintahan Mesir yang rusak. Inilah yang dia yakini ketika ia masih jadi siswa dan lulus dari sekolah menengah. Dia pernah bercerita kepadaku bahwa ia bertanya kepada ayahnya ketika akan masuk ke akademi militer : “Tahukah ayah, mengapa saya masuk akademi militer?”.

“Kenapa?”, Ayahnya balik bertanya.

“Supaya aku bisa melakukan kudeta militer di Mesir.”

Ayahnya kaget mendengarnya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, sebab Isham sudah terlanjur diterima di akademi militer.

Sebenarnya nilai ujian Isham Al-Qamari di sekolah-sekolah menengah cukup baginya untuk masuk ke jurusan-jurusan yang bersifat ilmiyah (seperti kedokteran, tekhnik sipil dan lain sebagainya), dan ketika itu –bahkan sampai hari ini— biasanya orang lebih memilih mendaftar kuliah di jurusan-jurusan ilmiyah daripada kuliah kemiliteran, namun Isham menyelisihi tren ini karena punya tujuan sendiri.

Dalam pendidikan militer inilah Isham Al-Qamari berkenalan dengan Muhammad Mushthafa Ulaiwah (saudara kandung Alwi Mushthafa Ulaiwah, ia aktif di jamaah kami) yang akhirnya dia direkrut olehnya untuk masuk ke Jamaah Jihad, jamaah di mana kami berada. Itulah cerita Isham bergabung bersama mujahidin di Mesir.

Sejak Isham bergabung meniti jalan ini hingga menemui syahid, dia tak pernah putus memberikan peran berarti dan pengorbanan besar dalam membela Islam.

Perilaku mulia ini didukung dengan sifat dan akhlaknya yang mulia, Isham adalah orang yang tepat disebutkan kepadanya semua makna keberanian dan harga diri.

Bahkan semua kepayahan yang ia hadapi dan pengorbanan yang ia persembahkan dengan penuh ridha dan tenang faktornya adalah kebesaran hati dan keberanian yang terpatri dalam dirinya.

Selesai dari akademi militer, Isham Al-Qamari masuk ke batalyon senjata anti tank, senjata yang ia gemari dan mahir ia gunakan. Sering sekali ia mengatakan kepada kami bahwa senjata ini wajib dimiliki kaum Muslimin, sebab senjata ini mempengaruhi jalannya pertempuran dan mengusir musuh.

Kemahiran Isham Al-Qamari dalam mengoperasikan senjata anti tank sangat diperhitungkan, Isham memang benar-benar mendedikasikan diri untuk mempelajari dan memahami ilmu militer dan mempraktekkannya di lapangan, sebab ia merasa itu berpahala di jalan Allah. Maka tak heran jika Isham selalu unggul dalam latihan-latihan mengalahkan teman-temannya.

Oleh karena itu dia dipilih menjadi ketua dalam pelatihan para komandan batalyon di Amerika, jika pelatihan ini sudah selesai Isham dijanjikan akan menjadi komandan batalyon di angkatan pertahanan republik, dan Isham menunggu-nunggu jabatan ini dengan sangat serius.

Tapi kemudian dia tidak jadi menghadiri latihan tersebut, sebab ada salah seorang ikhwah yang terlalu berlebihan –semoga Allah memaafkannya—dalam meyakinkan dia bahwa tahun 1981 akan menjadi tahun perubahan bagi Mesir dan dia akan mampu menggalang para pemuda yang mau berjihad dalam jumlah besar untuk bergabung ke dalam jamaah-jamaah jihad. Atas asumsi yang tak jelas ini akhirnya Isham membatalkan keberangkatannya ke Amerika, sebagai gantinya ia mendaftarkan diri ke akademi teknik perang. Akhirnya ia menjadi salah seorang jenderal langka yang ahli dalam mengoperasikan senjata anti tank yang ia pilih dalam kuliah tersebut.

Berangkat dari perkiraan bahwa tahun 1981 akan menjadi tahun perubahan bagi Mesir, dengan ijtihadnya Isham bersama kawan-kawannya sesama jenderal bawahannya mulai mengeluarkan senjata-senjata berikut amunisi-amunisinya yang bisa dikeluarkan dari kesatuan tentara. Ketika itu kami bertugas menyimpan senjata-senjata tersebut.

Tatkala beberapa senjata terakhir yang dibawa sejak saya mengunjungi gudang penyimpanan  –senjata itu dibawa di sebuah tas buku yang isinya beberapa buah senjata bersama buku-buku dan tulisan-tulisan tentang kemiliteran—, si pembawa senjata tertangkap, namun dia berhasil kabur dan meninggalkan tasnya. Melalui beberapa catatan yang ada di dalam kertas dan peta yang menunjukkan tempat-tempat penyimpanan tank di Kairo, beberapa jenderal pengikut Isham Al-Qamari akhirnya terdeteksi keberadaannya. Isham segera menyadari bahaya ini, maka ia pun melarikan diri tetapi jenderal-jenderal yang menjadi pengikutnya tertangkap.

Isham terus melarikan diri sejak bulan Februari hingga Oktober 1981, sampai akhirnya ia tertangkap tak lama setelah pembunuhan Anwar Sadat. Sepanjang rentang waktu ini, Isham menjalaninya dengan sabar, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menggerutu dan tidak pernah menyalahkan siapapun, dia justru menganggap hal ini biasa-biasa saja dan dia terus menguatkan semangat rekan-rekannya.

Di masa pelariannya, Isham tidak berhenti menjalankan aktifitasnya. Bahkan sebaliknya, meskipun banyak sekali masalah besar yang ia hadapi dan tekanan mental serta suasana tegang dalam setiap detik hidupnya, semua itu tidak menghentikannya untuk terus berbuat dan mengerahkan semua upaya.

Salah satunya ia sudah mengintai beberapa target serangan, tempat-tempat tentara dan kantor-kantor polisi, serta sudah menyiapkan rencana-rencana untuknya, ia juga menjalankan beberapa kali percobaan.

Setelah pembunuhan Anwar Sadat, Isham meminta saya untuk menghubungkannya dengan tim yang menjadi pelaku pembunuhan tersebut, maka saya pun menghubungkannya dengan Al-Akh Abud Az-Zumar. Di tengah kondisi-kondisi sulit seperti inilah Isham mengkaji situasi bersama Abud dan mencoba menyelamatkan apa yang masih mungkin untuk diselamatkan, namun waktu ternyata tidak memungkinkan. Isham berencana menyerang jenazah Sadat dan tokoh-tokoh Amerika dan Israel yang mendampinginya. Ia juga berencana menguasai beberapa kendaraan lapis baja kemudian menggerakkannya menuju target yang fital atau ke jenazah Anwar Sadat. Sayangnya fasilitas-fasilitas yang dimiliki lebih sedikit daripada apa yang ia obsesikan, dan waktunya pun sudah lewat.

Pertemuan kami dengan Al-Akh Abud berakhir dengan nasehat kami kepadanya supaya dia mencoba keluar dari Mesir untuk saat ini agar bisa melanjutkan serangan di lain waktu. Tetapi Abud tidak bisa menerima masukan ini, sebab dia sudah terlanjur menjalin sumpah setia dengan rekan-rekannya untuk melanjutkan pertempuran, walaupun ketika di penjara dulu dia percaya dengan pendapat kami tetapi sumpahnya kepada rekan-rekannya membuatnya tak mau menerima ide kami tadi.

Isham punya teori sendiri dalam menjalankan jihad dan dia berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh sarana-sarana yang bisa merealisasikannya. Akan tetapi takdir belum mengizinkannya. 

Teori tersebut hingga kini masih menjadi alternatif pelaksanaan operasi jihad yang tepat jika pendukung-pendukungnya ada. Teori itu dibangun atas dasar-dasar berikut ini :

1.    Bahwa para penguasa di negeri kita punya cadangan kekuatan militer yang tidak mungkin dihadapi selain dengan kekuatan senjata yang memiliki cadangan peluru dalam jumlah besar dan beberapa kendaraan militer untuk menguasai ibu kota dan terjun ke kancah pertempuran dengan teguh selama satu hingga dua pekan, di mana dalam tempo ini para tokoh penguasa berhasil dihabisi dan para tentara sisanya menjadi frustasi.
2.    Harakah Islam punya ribuan pemuda yang berlomba-lomba mencari kesyahidan, tetapi para pemuda tersebut tak pernah dilatih dan tak punya pengalaman tempur.
3.    Penyusupan gerakan Islam ke tubuh tentara selalu akan mengalami pembersihan. Dan sulit sekali bagi gerakan mengkader jenderal-jenderal dalam jumlah besar di tubuh tentara untuk tidak terbongkar, melihat adanya pengawasan-pengawasan keamanan yang ketat di tubuh angkatan bersenjata.
4.    Maka ide Isham adalah melatih beberapa ratus pemuda Muslim menggunakan senjata, menggunakan dan menyetir tank, walaupun sekedar latihan untuk pemula.
5.    Melalui kerjasama antara beberapa jenderal dan pemuda Muslim yang sudah terlatih, sangat memungkinkan untuk menggerakkan beberapa buah tank menuju ibukota. Dengan adanya kerjasama antara kekuatan tentara dengan pemuda Muslim mujahid, bisa dilakukan penyerangan mendadak ke markas-markas militer yang punya banyak tank, lalu menguasai tank-tank tersebut untuk digunakan, atau paling tidak dimusnahkan di tempat. Dan dengan observasi yang bagus serta pengintaian yang detail mengenai titik-titik penyebaran tentara pemerintah di ibukota dan sekitarnya, bisa ditentukan mana target yang menjadi prioritas serangan sehingga pertahanan pemerintah runtuh. Oleh karena itu, data-data tekhnis yang rinci sudah ada di pikiran Isham untuk melakukan perubahan.
6.    Adapun kekuatan polisi dan keamanan pusat serta kekuatan yang menginduk ke kementerian dalam negeri, Isham melihatnya dengan mata sebelah dan menganggap mereka sebagai buih, mereka takkan mampu bertahan di hadapan kekuatan kendaraan tempur yang dikendalikan oleh para pemegang akidah yang kokoh.

Isham mengkritik para pemuda Muslim yang sibuk menyerang polisi dan kurangnya perhatian mereka kepada situasi militer dengan pengamatan yang ilmiyah dan terukur berdasarkan data-data yang ada.

Isham menaruh kepercayaan yang besar kepada pemuda Muslim yang terlatih, ia pernah berkata: “Polisi berlagak seperti singa di depan kita karena ikhwan-ikhwan kita tidak terlatih, apabila kita melatih mereka kemudian memberi mereka sedikit senjata maka tak ada satu polisi pun yang bertahan di depan mereka.”

Teori dia ini menjadi titik perdebatan antara diriku dan dia dalam waktu lama, baik sebelum dipenjara maupun ketika dipenjara. Dan saya bersaksi bahwa banyak sekali prediksi-prediksi dia yang dikemudian hari terbukti oleh berbagai peristiwa.

Rencananya yang berani ini bergantung kepada hasil pengintaian yang teliti, analisa ilmiyah dan data-data riil. Yang demikian itu cocok sekali dengan kepribadian Isham yang memiliki unsur-unsur ini dengan sempurna; hati yang pemberani, ilmu militer, dan kerja serius, semoga Allah merahmatinya.

Kapan kamu memiliki hati yang cerdas dan senjata tajam
Dan sifat pemberani, maka kezaliman-kezaliman akan menghindarimu

Teori Isham punya banyak perincian dan sisi yang beragam, tapi saya hanya mengisyaratkan poin-poin utamanya saja. Dan teori itu termasuk warisan bagi gerakan Islam dan ijtihad-ijtihadnya yang berharga yang harus dikembangkan melalui kajian dan riset, entah kita setuju dengan teori tersebut atau tidak.

Akhirnya Allah berkehendak Abud harus tertangkap. Para penyidik berhasil mengungkap bahwa sang jenderal yang melarikan diri selama delapan bulan itu muncul sebagai dalang berbagai insiden selama ini. Akibat gencarnya perburuan, saya sendiri akhirnya tertangkap dan kemudian terjadi penggerebekan ke persembunyian Isham di wilayah Jamaliyah, Kairo, di mana ketika itu pecah pertempuran penting yaitu pertempuran Jamaliyah.

Pertempuran ini punya kedudukan penting dalam sejarah pergerakan Jihad Islam, sebab ia menunjukkan fakta-fakta penting dalam kaitannya konfrontasi antara mujahidin melawan penguasa, dan karena ia juga menunjukkan kejujuran Isham dalam berteori dan isi teorinya yang memiliki rencana jauh ke depan. Di sini kita berhenti sejenak untuk menjabarkan rincian dari pertempuran itu:

Pertempuran terjadi di daerah Mansyiyyah Nashir, wilayah Jamaliyah. Ini adalah lingkungan miskin yang padat oleh rumah-orang orang-orang fakir yang saling berdempetan dan hanya dipisahkan oleh gang-gang sempit.

Isham bersembunyi di bengkel gerinda –yang didirikan oleh Al-Akh Muhammad Abdur Rahim Asy-Syarqawi sebagai salah satu basecamp kami— bersama dua orang ikhwah yaitu Ibrahim Salamah dan Nabil Nu’aim. Bengkel ini hanya sebuah rumah sederhana terdiri dari ruang lewat tanpa atap dan di sebelah kiri kanannya ada dua kamar, lalu di bagian depan tempat lewat itu ada terali besi. Bengkel ini terletak di sebuah gang sempit –dan buntu—dikelilingi oleh beberapa rumah yang rata-rata bertingkat lebih dari satu lantai.

Ketika kementerian dalam negeri mengetahui Isham bersembunyi di bengkel ini, mereka segera mengepung seluruh daerah tersebut dengan mengerahkan polisi dan aparat keamanan pusat, dan dalam menggerebek bengkel tersebut mereka kerahkan satuan terbaiknya: tim anti teror keamanan pusat. Tim ini terus mengepung bengkel selama beberapa jam, selama itu mereka memblokade jalur-jalur ke arah bengkel dan mengambil posisi di atas rumah-rumah bertingkat sambil memasang senjata-senjata serbunya.

Sesaat sebelum fajar terbit, panggilan melalui pengeras suara mulai diarahkan kepada ikhwah yang ada di dalam bengkel, bahwa bengkel sudah dikepung dan sebaiknya mereka menyerah saja. Tak lama setelah itu, tim serbu yang terdiri dari komandan-komandan keamanan pusat yang terbaik (mereka menggunakan rompi anti peluru) langsung maju menyerbu pintu bengkel dengan menembakinya tanpa henti sambil meneriaki para ikhwah untuk menyerah. Para ikhwah terbangun mendengar suara menakutkan ini.

Akan tetapi Isham dan kawan-kawan sudah siap dengan kemungkinan seperti ini, karena itulah mereka memasang kawat listrik yang jaraknya hanya beberapa sentimeter dari terali besi, mereka juga membawa dua senjata serbu menengah, dua buah pistol dan beberapa granat tangan.

Tatkala unit serbu mendobrak terali besi, mereka tersetrum oleh aliran listrik dan langsung mundur ke belakang saling bertubrukan satu sama lain dan dipenuhi ketakutan. Suasana itu tak disia-siakan oleh Isham, ia langsung menyambut mereka dengan granat tangan dari atas terali dan jatuh tepat di tengah-tengah tim serbu itu, mereka pun berjatuhan, ada yang terluka dan ada yang tewas.

Begitu komandan-komandan batalyon dan tentaranya yang lain –setelah gegap gempita berteriak-teriak hendak menyerbu—mendengar lolongan tim serbu, rasa takut langsung merasuki mereka. Malam seperti terlipat oleh kesunyian yang mati. Saat itulah Isham dan kawan-kawan melompat dari atap bengkel dan mulai menembaki atap rumah-rumah tetangga dengan senjata serbu bekas mereka yang tak lama setelah dipakai langsung macet. Tapi Isham dan kawan-kawannya tak berhenti, mereka kemudian melempari tentara dengan sepuluh geranat dan sembilan di antaranya meledak di tengah-tengah mereka. Perlawanan tentara pun terhenti. Di sini tahulah Isham bahwa batalyon yang lagaknya seperti singa itu kini berubah menjadi sekawanan kelinci. Maka rekan-rekannya segera keluar dari pintu bengkel, tiba-tiba mereka melihat seorang tentara menenteng senjata di hadapan mereka, tapi ternyata ia berbalik badan karena ketakutan, Al-Akh Nabil Nuaim kemudian membunuhnya dengan menembakkan sebutir peluru ke kepalanya.

Kemudian Isham memerintahkan kawan-kawannya bersembunyi dan menunggunya melemparkan granat tangan, setelah itu mereka hendaknya segera melarikan diri melalui arah ledakannya. Benar, para ikhwah melarikan diri di tengah pengepungan, mereka seperti lari di tengah onggokan mayat dan hantu-hantu saja, mereka terus berlari hingga tiba di bukit Maqtham yang kebetulan dekat, setelah itu mereka duduk sambil memantau batalyon tentara yang ketakutan dan penuh luka-luka tadi yang sedang mengumpulkan anggota-anggotanya untuk mundur ke mobil. Saat inilah Al-Akh Ibrahim Salamah berusul: bahwa sekarang waktu yang paling tepat menyerang batalyon tersebut dengan amunisi yang masih dimiliki para ikhwah. Namun Isham memutuskan serangan yang telah mereka lakukan tadi sudah cukup.

Para ikhwah terus melanjutkan perjalanan melalui bukit Maqtham. Al-Akh Ibrahim Salamah memegang granat tangan, sebelumnya ia sudah melepas pemicunya namun ia pasang kembali, tetapi nampaknya di tengah perjalanan pemicu itu sudah bergeser dari tempatnya. Tak lama kemudian para ikhwah berhenti sebentar di salah satu lubang gua.

Al-Akh Ibrahim Salamah kebetulan ingin buang hajat, akhirnya ia memutar badan ke arah pintu masuk gua sementara punggung Isham dan Nabil hanya berjarak beberapa meter darinya. Saat itulah geranat tangan itu jatuh dan terlihat pemicunya tergeser lagi sesaat setelah ia jatuh. Sejurus kemudian para ikhwah mendengar seperti ada bunyi ledakan kapsul, maka Ibrahim segera menelungkupkan badannya ke atas geranat itu untuk melindungi dua rekannya dari ledakannya. Senyapnya malam itu terobek oleh ledakan geranat, mencabik-cabik lambung Ibrahim yang menutup ledakan geranat.

Sungguh sebuah takdir mengejutkan yang terjadi di luar dugaan, setelah para ikhwah berhasil melarikan diri dari kepungan tentara keamanan pusat yang jumlahnya seratus kali lipat, Ibrahim ternyata menemui syahid sesuai dengan waktu yang ditakdirkan untuknya, yang tidak diketahui oleh selain Dzat Yang Maha Mengetahui perkara ghaib.

Isham dan Nabil hanya terdiam kebingunan dan linglung melihat peristiwa mendadak yang mengerikan itu.

Isham telah mewariskan semua yang bisa dijadikan manusia untuk memperjuangkan Islam secara sungguh-sungguh. Benarlah apa yang dikatakan Al-Barudi:

Tak aneh jika kemuliaan-kemuliaan tak memperoleh apa-apa
Sebab pedang bisa menguasai satu pertempuran tapi toh ia akhirnya menyesal
Atau seperti perkataan Mutanabbi dalam eleginya terhadap Abu Syuja’ Fatik:
Abu Syuja‘ bapak semua keberanian
Satu kengerian dikembangkan menjadi kengerian-kengerian oleh peperangan
Seolah jiwamu tak rela kau menjadi pemiliknya
Kecuali jika dirimu sering melakukan peperangan
Ia tak menganggapmu pelindung nyawanya
Kecuali jika engkau berkorban untuknya dalam kengerian
Kalau bukan karena kesusahan, tentu semua manusia menjadi tokoh
Kedermawanan dan keberanian menuntut mereka semua untuk berperang

Mengenai pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari pertempuran ini, secara ringkas adalah sebagai berikut:
1.    Bahwa seorang Mujahid Muslim yang terlatih dengan keimanannya tak kan bisa dikalahkan oleh pasukan thaghut.
2.    Bahwa keteguhan ketika mengalami peristiwa-peristiwa dahsyat dan genting –dan ini merupakan nikmat Allah terbesar—termasuk senjata paling utama bagi orang beriman dalam semua pertempuran dan huru-hara. Akhi Nabil Nu‘aim bercerita kepada saya bahwa Isham memiliki keteguhan yang menakjubkan di saat pecah pertempuran Jamaliyah, seolah ia berada dalam kondisinya yang paling santai.
3.    Menggunakan granat tangan secara khusus, dan bahan peledak secara umum, dalam membebaskan diri dari pengepungan harus menjadi sarana utama yang wajib dimiliki oleh seorang Muslim mujahid dalam pertempuran.
4.    Senjata orang Muslim yang tak mungkin terkalahkan adalah kecintaannya mencari kesyahidan. Sedangkan kematian thaghut dan para pengikutnya itu adalah karena mereka saling keroyok mencari dunia.

Takdir kemudian menentukan bahwa Isham harus tertangkap. Ia pun diajukan ke pengadilan karena kasus jihad. Jaksa tidak menghadirkannya di ruang sidang –setelah bekerjasama dengan intelejen—dalam sidang perdana. Mereka baru menghadirkannya bersama Al-Akh Rifa‘i Thaha (dari sel mereka berdua di penjara Al-Qal‘ah) pada sidang kedua. Dalam persidangan ini Isham membeberkan makar buruk tadi, ia terus menceritakan kekejaman dari para komandan intel selama di penjara Al-Qal‘ah.

Hakim berusaha melewati bab kekejaman itu, namun Isham terus berbicara hingga hakim mengancam akan mengusirnya, Isham tak peduli. Hakim pun memerintahkan untuk mengusirnya tapi Isham menolak, para petinggi Keamanan Pusat berusaha mendekati sel Isham dengan hati-hati, namun begitu dekat Isham membentak mereka dan mereka pun mundur ketakutan.

Persidangan pun lepas kendali, para ikhwah yang menjadi terdakwa turun menumpahkan kemarahannya. Ketika itu saya ditunjuk para ikhwah untuk menjadi penanggung jawab dalam mengatur jalannya persidangan. Akhirnya saya meminta para ikhwah untuk diam, saya berteriak keras-keras dan mengancam jika Isham dipaksa keluar dari ruang sidang –mereka meletakkannya di sel tersendiri dan jauh dari sel ikhwah lain yang jadi terdakwa—maka tidak akan ada lagi persidangan.

Suasana di ruang sidang semakin tegang, hakim baru menyadari jika dirinya sedang melihat kasus yang belum pernah ada sebelumnya dan telah menjerumuskan dirinya untuk berbenturan dengan para terdakwa. Di sinilah akhirnya para pengacara turut campur, mereka akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan.

Begitulah Isham memulai sidang pertamanya –dan seperti itu kebiasaan dia dalam segala hal—; menampakkan sikap yang kuat dan berani.

Selama di penjara, Isham tidak hanya mencukupkan diri dengan belajar atau mengajar para ikhwah, hal terpenting yang ia fikirkan adalah: bagaimana mengatur penyelamatan para ikhwah yang menunggu eksekusi setelah mereka divonis mati.

Atas kehendak Allah, saya diberi kehormatan untuk menemani Isham selama beberapa bulan di penjara Liman Thurah dalam satu sel. Pada masa ini ia tidak henti-hentinya menyiapkan gambaran-gambaran untuk masa mendatang dan menyiapkan solusi-solusinya yang realistis, serta melakukan kajian-kajian terhadap problematika-problematika yang muncul secara nyata.

Namun takdir menentukan kami harus berpisah, saya divonis tiga tahun penjara dan sebagian besar sudah saya jalani sebelum vonis dijatuhkan. Sedangkan Isham divonis 10 tahun penjara, dan seperti biasanya ia menyambut vonis tersebut dengan keteguhan dan ketenangannya yang unik. Bahkan ia pernah meneguhkan dan mendukungku dengan mengatakan: “Aku kasihan kepadamu melihat beban yang harus kau pikul di usia tuamu nanti.”

Selama di penjara, Isham tak pernah berhenti menyusun rencana untuk kabur. Dan setelah melakukan beberapa kali percobaan, akhirnya ia bersama dua orang ikhwah, yaitu: Khamis Muslim dan Muhammad Al-Aswaniy berhasil menjalankan aksi melarikan diri yang gagah berani dan hebat dari penjara Liman Thurah yang kokoh itu pada tanggal 17 Juli 1988. Ini bukan aksi melarikan diri biasa, ia diawali oleh persiapan panjang dan rumit yang menjadikan pelarian ini sangat hebat, yang menggunakan metode menyerbu tembok-tembok penjara, menembus kepungan penjagaan di sekitarnya, lalu menyeberangi sungai Nil.

Tanpa mengetahui proses pelarian secara lebih detail, Menteri Dalam Negeri sudah menanggung malu karena tak mengira sama sekali ada pelarian terang-terangan yang seberani ini, yang dimulai dengan menarik jeruji jendela sel, setelah itu menawan para penjaga blok, kemudian menerobos tembok yang tingginya sekitar empat meter, kemudian membuang geranat suara di tempat-tempat yang terpisah, lalu baku tembak dengan salah seorang penjaga tembok dan merampas senjatanya, setelah itu keluar dari area penjara Liman Thurah di tengah malam di tengah penjagaan super ketat. Setelah Isham dan dua rekannya kabur dari penjara, mereka menyeberangi sungai Nil menuju tepi bagian barat, setelah itu mereka berjalan kaki ke tengah lahan pertanian hingga sampai di tengah-tengah Delta.

Karena terlalu banyak berjalan, telapak kaki Khamis Muslim mulai pecah-pecah dan kemudian bernanah yang mengakibatkan ia menderita demam dan gemetaran.

Untuk mengobati Khamis, para ikhwah menuju ke rumah Khalid Bakhit yang sudah menyediakan rumahnya di pemukiman Idyal di Syarabiyah. Namun atas kehendak Allah aparat keamanan negara menyerbu rumah Khalid Bakhit di waktu Subuh tanggal 25 Juli 1988 dalam penangkapan besar-besaran yang dilakukan pasca kaburnya tiga ikhwah ini.

Di sini terjadi pertempuran gagah berani sekali lagi, baru saja petinggi aparat (ia seorang jenderal di intelejen keamanan negara) mengetuk pintu rumah, ia langsung diserbu oleh geranat-geranat suara yang sudah disiapkan para ikhwah, lalu Isham Al-Qamari menyerangnya dengan sebilah pisau dapur, ia pun lari tunggang langgang dan membuang pistolnya, pasukan dan komandan-komandan lainnya pun ikut lari ketakutan. Maka Isham memungut pistol pimpinan aparat tadi, para ikhwah pun segera kabur menuju jalan raya dan terus berlari.

Di ujung jalan, Isham berdiri melakukan baku tembak dengan anggota polisi untuk melindungi dua kawannya, maka sebutir peluru mendarat tepat di perutnya, ia pun langsung jatuh seketika. Kedua kawannya berusaha membawanya tetapi ia larang, ia malah memberikan senjatanya kepada mereka berdua dan menyuruh mereka terus lari, arwahnya pun melayang menuju Penciptanya untuk menjemput syahid seperti yang layak ia dapatkan –wallahu hasiibuh.

Cukuplah untuk menunjukkan frustasi menteri dalam negeri sebuah peristiwa yang diceritakan kepadaku oleh Al-Akh Nabil Nu‘aim, ia bercerita kepadaku bahwa dirinya berkata kepada salah seorang petinggi intelejen di penjara Liman Thurah pasca kaburnya Isham dkk, dengan nada meremehkannya yang khas: “Kamu pasti akan dimutasi ke atas (maksudnya Mesir Selatan) sekarang.” Maka dengan penuh percaya diri pimpinan itu menjawab: “Tidak mungkin mereka bisa melakukannya, seharusnya mereka memberiku tanda bintang baru karena aku berhasil menjaga Isham Al-Qamari di penjara sini selama beberapa tahun.” Dan benar, ternyata ia tidak dimutasi dari jabatannya.

Termasuk tanda-tanda menggembirakan yang ada: bahwasanya Al-Akh Nabil Nu‘aim bercerita kepadaku bahwa Isham bercerita kepadanya beberapa hari sebelum ia kabur bahwa dirinya melihat Asy-Syahid –kamaa nahsabuhuu—Shalih Siriyah memanggilnya dari ketinggian: “Kemarilah bergabung bersama kami!”. Mimpi ini dianggap oleh Isham sebagai berita gembira, ia mengerti bahwa kesyahidannya sudah dekat.

Demikianlah sang perwira gagah berani di bawah panji Nabi n berlalu menuju Robbnya Yang Maha Mulia dalam keadaan syahid, kamaa nahsabuhuu.

Dan dalam perkiraan saya, tidak ada gerakan jihad di Mesir yang meraih keberhasilan seperti keberhasilan yang dicapai oleh Isham, dan ini merupakan kesaksian dari orang yang hidup langsung bersamanya dari dekat dalam kondisi-kondisi genting dan sangat sulit, baik sebelum penjara maupun ketika di penjara.

Semoga salam sejahtera dari Allah tercurah kepadamu wahai Qais bin Ashim,
Dan mencurahkan rahmat-Nya yang Ia kehendaki
Tidaklah kematian Qais kematian satu orang,
Namun ia adalah bangunan suatu kaum yang dirobohkan

Begitulah, Isham Al-Qamari pergi sebagai syahid –wallahu hasiibuhu—seperti yang ia cita-citakan.

Dan nyawa orang syahid punya dua tujuan;
Sampai kepada kematian dan memperoleh cita-citanya
Dan jasadnya terayun-ayun di padang pasir, disambut oleh luka-luka dataran tanah

Ia terus menjadi contoh yang ditiru dan teladan yang diikuti dalam hal kerja keras, kedermawanan, pengorbanan dan dalam memusuhi musuh-musuh Islam; Amerika, Yahudi dan kaki tangan mereka yang menguasai kita, dan contoh dalam membalaskan dendam orang yang disakiti, sebagaimana dikatakan oleh Syauqi dalam eleginya terhadap Umar Mukhtar Rahimahullah :

Mereka pasang jasadmu di tanah lapang sebagai bendera
Yang membangkitkan lembah setiap pagi dan sore
Celaka mereka, mereka memasang bendera dari darah
Yang mengilhamkan kemarahan kepada generasi mendatang
Kamu diberi pilihan lalu kamu memilih menginap dalam lapar
Kamu tak mencari harta dan tak mengharap kekayaan
Si singa mengaum di dalam jeruji besi,
Dan kamu takkan melihat ada singa yang menangis di penjara karena ingin bebas

Satu hal yang unik, aku pernah mencandai Isham dengan kata-kata Syauqi dalam qashidahnya :

بطل البداوة لم يكن يغزو على تنكً ولم يك يركب الأجواء
لكن أخا خيل حمى صهواتها وأدار من أعرافها الهيجاء

Pahlawan kesiangan tidak berperang di atas timah dan tidak berkendara di awang-awang
Namun ahli kuda selalu menjaga punggung kudanya dan mengendalikan perang dari pelananya

Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011