Sabtu, 17 Desember 2011

Awal Sebuah Permulaan, Ketika Pemikiran Itu Mulai Bergerak dan Melawan


وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (٥)وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ (٦)وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (٧)  ]القصص: ٥٧ [
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang se- lalu mereka khawatirkan dari mereka itu. Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil) Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS. Al-Qashash: 5-7)


Kalian mencemooh kami karena jumlah yang sedikit
Padahal orang-orang mulia jumlahnya juga sedikit
Jumlah sedikit tidak membahayakan kami
Sementara tetangga kami orang mulia
Dan tetangga kebanyakan orang adalah orang hina
Apabila pemimpin kami mati
Maka akan bangkit menggantikannya
Pemimpin kami yang lain yang banyak berbicara
Namun juga getol melakukan perbuatan orang mulia
(Samual bin ‘Aadiya`)

            Perjalanan gerakan jihad yang berlangsung di Mesir melawan pemerintah dimulai setelah pertengahan tahun 1960-an. Dimana pada saat itu pemerintahan Jamal Abdul Nashir mengadakan penyerangan kepada Ikhwanul Muslimin pada tahun 1965. Penjara-penjara Mesir dipenuhi 27 ribu tahanan muslim. Pada saat itu juga, pemerintah Mesir berhasil mengeksekusi mati Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah dan dua orang kawan seperjuangan beliau. Pemerintah mengira, dengan hukuman yang diberlakukan terhadap Ikhwanul Muslimin, telah berhasil mematikan gerakan Islam di Mesir tanpa bisa kembali lagi.
            Akan tetapi Allah berkehendak lain. Allah berkehendak, tragedi yang dialami Ikhwanul Muslimin laksana percikan bunga api sebagai tanda permulaan bagi munculnya gerakan jihad di Mesir melawan pemerintah. Meskipun sebelumnya, gerakan Islam yang ada di Mesir pernah melaksanakan jihad melawan musuh-musuh Islam. Akan tetapi alur jihad mereka secara umum belum tertuju langsung untuk menghadapi pemerintah yang sedang berkuasa, dari awal jihad mereka masih tertuju untuk melawan musuh dari luar Mesir. Dan pemikiran (fikrah) gerakan Islam saat itu, berikut media sebagai alat propaganda mereka masih terus berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa memiliki kedekatan dengan kepala pemerintahan yang sedang berkuasa dan masih menganggapnya sebagai penguasa yang syar'i di Mesir.
            Kesewenang-wenangan yang terjadi pada masa ini, dari musuh-musuh yang berasal dari luar Mesir dan boneka-boneka mereka yang ada di dalam negeri, banyak mengakibatkan bencana dan musibah yang sangat buruk bagi perkembangan gerakan Islam. Para anggota gerakan Islam laksana sedang menghadapi musuh dengan dada mereka namun membiarkan punggung mereka telanjang tanpa pelindung bagi sekutu musuh. Hal itu mengakibatkan sekutu musuh dengan mudah menikam dari belakang.
            Dan ironisnya, kekacauan strategi jihad dan pemikiran sebagian orang yang menisbatkan kepada gerakan Islam masih terjadi sampai sekarang dalam kiprah politik mereka. Kekacauan yang terjadi sebagai akibat karena gerakan mereka tidak dibangun berlandaskan syariat dan tidak memiliki sandaran akal yang sehat. Kekacauan yang menyebabkan goyangnya pandangan mereka, tidak stabilnya posisi mereka dan bisa membuka celah-celah kelemahan bagi musuh-musuh Islam sehingga mereka dengan mudah menembus celah-celah tersebut dan masuk ke tengah-tengah barisan orang-orang yang memperjuangkan Islam. Bahkan sampai pada tataran musuh-musuh tersebut memanfaatkan sebagian mereka untuk melawan para mujahidin.

            Kembali ke awal, pada saat itu Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah dan sekelompok orang yang mengelilingi beliau mempunyai jasa dan keutamaan yang sangat besar ---setelah keutamaan dari Allah--- dalam dua ranah sebagai berikut:

Pertama: Ranah Aqidah
Dimana Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah menegaskan betapa urgennya persoalan tauhid dalam Islam. Dan pertempuran antara Islam dan musuh-musuhnya pada asalnya merupakan pertempuran aqidah yang berkisar seputar masalah tauhid atau seputar masalah hak milik siapakah yang berhak membuat hukum dan yang menjadi penguasa; apakah menjadi hak milik manhaj Allah dan syariat-Nya ataukah hak yang menjadi milik manhaj-manhaj hasil karya manusia yang ada di bumi dan prinsip-prinsip materialisme, ataukah juga milik orang yang mengaku sebagi perantara antara Allah Yang Maha Pencipta dan makhluk-Nya.
            Penegasan dari Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah ini memiliki pengaruh yang sangat jelas bagi gerakan Islam untuk mengetahui dan menentukan siapa musuh-musuh mereka yang sebenarnya. Juga, untuk memahami bahwa musuh dari dalam tidak kalah bahayanya daripada musuh dari luar. Bahkan musuh dari dalam dijadikan sebagai alat yang dipergunakan oleh musuh dari luar dan sebagai tempat perlindungan bagi musuh dari luar dalam melancarkan serangannya terhadap Islam.

Kedua: Ranah Amal
Sekelompok orang yang mengelilingi Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah , mereka menetapkan bahwa sasaran serangan-serangan mereka diarahkan untuk melawan pemerintah yang sedang berkuasa dengan asumsi bahwa pemerintah yang sedang berkuasa tersebut merupakan pemerintah yang memusuhi Islam, telah keluar dari aturan Allah dan menolak untuk berhukum kepada syariat-Nya.
            Rencana strategi kelompok ini masih sangat sederhana, belum mengarah pada gerakan yang akan merubah sistem pemerintah, juga belum mengarah pada gerakan untuk menciptakan kekosongan pada para pemegang kekuasaan. Akan tetapi hanya sekedar rencana strategi bagi serangan-serangan yang cenderung sebagai tindakan antisipasi, pembelaan atau balas dendam jika pemerintah berencana menyerang kembali kaum muslimin.
            Akan tetapi rencana strategi tersebut memiliki makna yang lebih besar artinya daripada kekuatannya secara materi. Rencana itu cukup memberi gambaran secara jelas bahwa gerakan Islam telah memulai masuk menerjuni perang melawan pemerintah dengan anggapan bahwa mereka sebagai musuh Islam. Meskipun sebelumnya pemikiran dan prinsip yang dianut gerakan Islam --yang sebagian mereka masih sering mendengung-dengungkannya-- menegaskan bahwa musuh Islam sebenarnya adalah musuh yang berasal dari luar saja.

            Demikianlah, peran dan jasa Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah dan sekelompok orang di sekeliling beliau dalam dua ranah tersebut; ranah aqidah dan amal. Meskipun akhirnya, kelompok Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah berhasil diringkus dan para anggotanya disiksa ditangan pemerintah Jamal Abdul Nashir. Namun demikian, pemerintah Jamal Abdul Nashir tidak berdaya untuk membatasi pengaruh kelompok ini yang sangat besar di tengah-tengah para pemuda muslim.
            Dakwah Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah yang selalu dan senantiasa mengajak untuk mengikhlaskan tauhid hanya kepada Allah dan menyerah secara total kepada hukum Allah dan kepada kepemimpinan aturan rabbaniy, laksana percikan api sebagai tanda dimulainya usaha menyalakan revolusi Islam dalam usaha melawan musuh-musuhnya,  baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dan babaknya yang berdarah akan selalu berkembang hari demi hari.
            Suatu revolusi, yang setiap hari justru semakin menambah keteguhan dalam beraqidah, kejelasan dalam bermanhaj dan pemahaman terhadap tabiat pertarungan, serta keahlian dalam mengelola konflik di tengah jalan perjuangan. Suatu jalan yang persis dengan jalannya para nabi dan rasul, serta para pengikut mereka sampai Allah Subhanahu Wa Ta’ala mewarisi bumi seisinya.
            Itulah jalannya, dimana Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah memiliki peran yang sangat besar dalam mengarahkan para pemuda muslim untuk menempuhnya pada pertengahan kedua dari abad 20, khususnya di Mesir dan secara umum di kawasan negeri-negeri Arab.
            Dengan syahidnya Ustadz Sayyid Quthub Rahiomahullah, kalimat dan kata-kata beliau memiliki pengaruh yang sangat penting dan luas. Suatu keberhasilan yang belum pernah diperoleh kata-kata selain beliau. Kata-kata beliau, yang digoreskan dengan darah pemiliknya, menjadi petunjuk jalan kemulian yang sangat panjang di mata para pemuda muslim. Dan itu semakin menjadi jelas bagi para pemuda muslim seberapa besar ketakutan pemerintah Jamal Abdul Nashir dan para sekutunya dari kalangan orang-orang komunis terhadap dakwah Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah kepada tauhid.

            Kejujuran ucapan dan keteguhan Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah di atas kebenaran mengantarkan beliau menjadi icon teladan dan panutan para pejuang di zaman ini. Beliau telah membuktikan dengan mengatakan kebenaran di hadapan thaghut dan mengorbankan hidup sebagai harga yang harus dibayarnya. Dan yang semakin menambah nilai dari kata-kata beliau adalah sikapnya yang sangat agung ketika menolak untuk mengajukan permohonan maaf kepada Jamal Abdul Nashir . Pada saat itu beliau mengatakan kalimat yang begitu terkenal : “Sesungguhnya jari telunjuk yang selalu bersaksi kepada Allah untuk bertauhid di setiap shalat tidak sudi untuk merengek-rengek memohon belas kasihan kepada orang yang zhalim.”

            Pemerintah Jamal Abdul Nashir mengira bahwa gerakan Islam telah mengalami pukulan mematikan dengan terbunuhnya Ustadz Sayyid Quthub Rahimahullah dan kedua kawannya serta dengan ditahannya ribuan anggota gerakan Islam. Akan tetapi ketenangan yang terlihat di atas permukaan, justru bisa menyembunyikan interaksi yang meluap-luap antara para pegiat pergerakan dengan pemikiran-pemikiran Ustadz Sayyid Quthub dan dakwah beliau. Pula, bisa menyembunyikan proses permulaan terbentuknya benih gerakan jihad kontemporer di Mesir.
            Demikianlah terbentuknya benih gerakan jihad yang penulis sendiri turut bergabung kepadanya, yaitu sebuah gerakan jihad dengan nama Jamaah Jihad. Kejadian-kejadian yang terjadi menjadi faktor yang sangat berbahaya yang banyak mempengaruhi perjalanan gerakan jihad di Mesir. Diantara kejadian itu adalah kemunduran yang terjadi pada tahun 1956 M dan peristiwa kalang kabutnya tentara Mesir ketika kabur di gurun pasir Sina, suatu peristiwa yang menunjukkan kehinaan mereka. Peralatan militer tentara Mesir hancur dalam waktu yang amat singkat; tragedi yang menghinakan para petinggi militer Mesir yang telah menggiring umat ini menuju musibah kehancuran. Runtuhlah sang berhala, Jamal Abdul Nashir,  yang telah begitu lama bertahan dan yang oleh para pengikutnya selalu dicitrakan kepada bangsa Mesir bahwa ia adalah seorang pemimpin yang akan kekal abadi dan tak terkalahkan.
            Terbongkarlah seluruh aib, kerusakan dan ketidakberdayaan pemerintah Mesir di depan bangsa Mesir sendiri. Bergantilah pemimpin yang sangat bengis terhadap musuh-musuhnya, selalu mengumbar ancaman dalam setiap pidatonya kepada seorang yang lemah, dan selalu menjulurkan lidahnya di belakang solusi damai yang bisa menjaga sedikit air mukanya dari rasa malu.
            Gerakan jihad mengerti bahwa sang berhala telah keropos tulang-tulangnya sehingga semakin melemah kondisinya. Kemudian bumi pun selalu menggoyangnya, maka ia pun jatuh tersungkur di tengah keterheranan dukun-dukunnya dan kepanikan para penyembahnya.
            Tekad gerakan jihad pun semakin menguat, dan mereka paham bahwa musuh utama mereka adalah sebuah berhala yang diciptakan oleh alat propaganda yang amat besar dan selalu melakukan serangan keras dan semakin lama semakin kuat dengan menyasar orang-orang yang tidak bersenjata dan orang-orang tidak berdosa.
            Masyarakat Mesir bisa menyaksikan suatu kondisi yang menjadi pertanda kembalinya pemahaman mereka. Segenap lapisan masyarakat mulai bergerak kembali dengan cepat kepada Islam, dan proses kembali kepada Islam ini dimulai dengan sedikit langkah pada awalnya. Namun langkah tersebut semakin lama semakin bertambah dan semakin cepat secara serentak.
            Kemudian pemerintah Jamal Abdul Nashir menerima pukulan yang mematikan dengan matinya Jamal Abdul Nashir selang tiga tahun setelah kemundurannya.  Kematian Jamal Abdul Nashir bukan sekedar kematian bagi seorang pribadi, tetapi juga sebagai kematian bagi prinsip-prinsipnya yang telah terbukti gagal dalam realita, kematian bagi legenda kebangsaannya yang remuk berkeping-kepign di atas pasir gurun Sina, serta kematian bagi pemerintahannya yang dibangun di atas sifat kebengisan, cari muka, kegelisahan dan kerusakan.
            Tidak banyak yang melayati jenazah Jamal Abdul Nashir,  kecuali para pembantu setianya ketika ia masih bercokol dan berkuasa di Mesir, juga sebagai bentuk perpisahan penduduk Mesir dengan fir’aun mereka yang sudah mati. Mereka itulah orang-orang yang terus berusaha untuk menggantinya dengan fir’aun baru,  yang akan memberikannya khayalan baru.
            Akan tetapi pergantian perasaan yang merata pada bangsa Mesir yang saling bertabrakan ini, tidak mempengaruhi prinsip-prinsip baku para anggota gerakan Islam yang sedang berkembang secara serentak, khususnya para pionir mereka yang selalu berjihad.
            Belum lewat beberapa tahun, nama Jamal Abdul Nashir tidak lagi berkesan bagi penduduk Mesir secara umum kecuali pada segelintir orang-orang yang masih menyimpan perasaan hina dan orang-orang yang tidak perduli dengan perkembangan zaman. Dilantiknya Anwar Sadat menjadi penguasa baru, adalah awal perubahan babak baru perpolitikan di Mesir. Telah berakhir era Rusia dan dimulailah era Amerika. Sebagaimana setiap perubahan, ia akan dimulai dalam keadaan lemah, kemudian berangsur-angsur menguat sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu.
            Anwar Sadat mulai menyingkirkan sisa-sisa pemerintahan lama. Dan senjata andalannya adalah dengan membuka sebagian kebebasan bagi rakyat yang selama masa pemerintah Jamal Abdul nashir sempat tertahan.
            Semakin lama, tekanan dari gerakan Islam semakin kuat, sampai bagaikan sesuatu yang lepas dari botol, dan semakin jelaslah seberapa besar pengaruh Islam pada bangsa Mesir. Tidak butuh waktu lama, para pemuda muslim mendominasi berbagai organisasi mahasiswa dan pelajar di berbagai universitas dan sekolah-sekolah menengah atas. Dan mulailah gerakan Islam bergerak berusaha menuju persatuan.
            Episode baru gerakan Islam telah dimulai, akan tetapi kali ini bukan merupakan pengulangan dari apa yang telah berlalu, namun merupakan sebuah bangunan baru yang dibangun atas apa yang telah terjadi pada masa lalu dan banyak mengambil faidah dari pengalaman, pelajaran dan peristiwa-peristiwa di masa lalu.
            Gerakan Islam mulai memasuki periode baru dari periode-periode perkembangannya. Pemahaman yang mendalam telah banyak tersebar merasuk dalam diri para pemuda anggota gerakan Islam, bahwa musuh dari dalam tidak kalah berbahaya daripada musuh dari luar. Pemahan ini semakin lama semakin berkembang dengan kuat berlandaskan dalil-dalil syar'i yang jelas dan pengalaman pahit mereka dalam praktek perjuangan di masa yang lalu yang bersejarah. Ya, meski ada usaha-usaha yang senantiasa dan terus menerus dilakukan oleh sebagian pimpinan lama mereka dengan selalu mendengung-dengungkan pemahaman-pemahaman yang telah usang bahwa perang tidak bisa dilakukan melainkan untuk hanya untuk melawan musuh dari luar saja dan bahwa tidak boleh ada benturan antara gerakan Islam dengan pemerintah yang berkuasa, tetapi hal itu tidak lagi bisa mempengaruhinya.
            Kesadaran baru yang tersebar dalam diri para pemuda gerakan Islam lebih kuat menancap karena dilandasi dasar-dasar syar'i dan lebih jelas dalam memahami pengalaman mereka yang bersejarah daripada pemahaman-pemahaman tidak jelas yang didengung-dengungkan tersebut. Dan hasil pertama yang dipanen dari kesadaran dan pemahaman baru ini adalah sebuah kasus yang dikenal dengan nama “Kasus Akademi Militer”.

            Awal terbentuknya gerakan jihad di Akademi Militer ditandai dengan sampainya Asy-Syahid --kamaa nahsabuhuu-- Shalih Sariyyah di Mesir. Ia mulai mengadakan komunikasi dengan petinggi-petinggi Ikhwanul Muslimin, semisal Sayyidah Zainab Al-Ghazali dan Ustadz Hasan Hudhaibi --Rahimahumallah--. Ia sangat bersemangat dalam membentuk kelompok-kelompok pemuda dan menjelaskan kepada mereka mengenai wajibnya melawan pemerintah yang sedang berkuasa. Pemerintah yang sangat sengit permusuhannya terhadap Islam. Ia juga mendorong para pemuda itu untuk melawan pemerintah Mesir tersebut.
            Ustadz Shalih Sariyyah adalah seorang pembicara ulung yang bisa menarik perhatian banyak pendengarnya. Ia sangat kuat membaca dan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Ia menyelesaikan program doktoral sampai meraih gelar Doktor dalam bidang tarbiyah (pendidikan) dari Universitas ‘Ain Syams. Di samping itu, ia juga banyak menguasai berbagai ilmu syar'i.
            Allah SUbhanahu Wa Ta’ala mentakdirkan saya bisa bertemu dengan Ustadz Shalih Sariyyah Rahimahullah sekali di sebuah perkemahan Islami Fakultas Kedokteran. Waktu itu ia diundang oleh salah seorang peserta perkemahan untuk menyampaikan ceramah kepada para pemuda peserta perkemahan tersebut. Hanya dengan mendengar ceramah “Sang Pengunjung” ini saya langsung mengetahui, bahwa perkataannya memiliki pengaruh yang kuat dan mengandung makna yang lebih luas dalam masalah wajibnya membela Islam. Saya pun memutuskan untuk berusaha bertemu kembali dengan “Sang Pengunjung” ini. Akan tetapi, segenap usaha kerasku untuk menemuinya tidak berhasil ---dengan takdir Allah Yang Mahakuasa--- karena suatu urusan yang sudah dikehendaki dan diketahui-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ (٢١)
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf : 21)
            Kelompok pemuda yang dibentuk oleh Ustadz Shalih Sariyyah Rahimahullah semakin meluas dan mampu merekrut sejumlah mahasiswa Akademi Militer yang dikepalai oleh Asy Syahid ---kamaa nahsabuhuu--- Karim Al-Anadhaliy Rahimahullah. Para pemuda mulai menekan Ustadz Shalih Sariyyah Rahimahullah untuk mengawali perlawanan secara langsung dengan pemerintah Mesir.
            Ia pun menyetujui permintaan para pemuda tersebut yang bertujuan untuk menumbangkan pemerintah penguasa Mesir. Usaha itu teringkas dalam kejadian penyerangan yang dilakukan anggota kelompok tersebut yang menyerang penjaga pintu gerbang Akademi Militer dengan diam-diam untuk menyusupkan sejumlah besar pemuda untuk masuk ke dalamnya. Kemudian setelah itu menguasai berbagai persenjataan, mobil-mobil dan kendaraan-kendaraan militer bersenjata dari Akademi Militer melalui bantuan saudara-saudara mereka yang menjadi mahasiswa yang sedang berada di dalam lokasi Akademi. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan kewenangan mahasiswa yang sedang berada di lokasi dan bertugas sebagai petugas pengganti jaga di malam hari. Kemudian mereka bergerak ke markas Persatuan Sosialis dengan membawa semua yang baru mereka peroleh dari Akademi Militer untuk menyerang Anwar Sadat bersama pilar-pilar penyangga kekuasaannya yang tengah berkumpul untuk mengadakan pertemuan.

            Namun Allah menghendaki usaha mereka untuk merebut kekuasaan (kudeta) tidak berhasil disebabkan karena tidak adanya perhatian terhadap kondisi tempat kejadian dan tidak adanya persiapan (i’dad) yang baik untuk melaksanakan aksi tersebut. Sebenarnya usaha tersebut masih sangat membutuhkan latihan pada para pemuda yang diberi kewajiban untuk menyerang para pejaga pintu gerbang Akademi Militer. Ibaratnya, rencana tersebut bagaikan berjalan melewati leher botol dalam lebih dari satu fase. Dan Allah berkehendak pada fasenya yang pertama menerima kegagalan.
            Akan tetapi ada arti penting yang saya ingin tekankan bahwa gerakan Islam, setelah bertubi-tubi menghadapi pukulan dari pemerintah Jamal Abdul Nashir, ia telah membuktikan bahwa eksistensinya sudah sangat besar hingga sangat sulit untuk diberangus dari akarnya ---dengan keutamaan Allah--- dan amat kuat hingga sangat sulit untuk dijerumuskan kepada keputusasaan dan ketidakberdayaan.
            Lihatlah gerakan Islam, mereka telah melahirkan generasi baru hanya dalam waktu beberapa tahun saja semenjak ujian yang menimpa mereka pada tahun 1965. Gerakan Islam mampu muncul kembali sekali lagi dengan generasi barunya ke medan jihad sambil menenteng senjata di hadapan pemerintah yang memusuhi Islam dan bersekutu dengan Amerika pada kali ini.
            Operasi yang dilakukan di Akademi Militer membuktikan bahwa para pemuda mujahid melihat tidak adanya perbedaan antara era lama rezim Jamal Abdul Nashir yang berkiblat ke Rusia dan era baru rezim Anwar Sadat yang berkiblat ke Amerika. Kedua rezim ini sama-sama memusuhi Islam.
            Meskipun usaha tersebut mengalami kegagalan, namun tanpa diragukan lagi, ia telah menambah amunisi baru ---yaitu sikap teguh, kokoh dan tidak sedikitpun goyah untuk mundur di hadapan para penguasa yang merusak--- kepada sejarah gerakan Islam yang mengambil jalan jihad sebagai jalan perjuangannya. Juga, meskipun operasi tersebut telah digagalkan sejak awalnya, namun itu merupakan indikasi baru perubahan dalam perjalanan scara umum bagi gerakan Islam. Karena gerakan Islam telah memutuskan untuk mulai mengangkat senjata melawan pemerintah, dan serangan yang dilancarkannya ---setelah serangan kejam yang dilancarkan oleh pemerintah Jamal Abdul Nashir--- membuktikan kepada pemerintah bahwa kekejaman tidak membawa manafaat sedikitpun. Dan apa yang diperkirakan oleh Si Kejam Jamal Abdul Nashir bahwa serangan yang ditujukan untuk memberangus gerakan jihad dari akarnya ---pada peyerangan tahun 1965--- tidak pernah menemui hasil yang diharapkan, bahkan justru bagaikan percikan bunga api sebagai pertanda bangkitnya gerakan jihad di Mesir.
            Sekelompok pemuda yang melakukan operasi tersebut digiring ke depan pengadilan setelah mengalami penyiksaan yang sangat kejam. Sedangkan Ustadz Shalih Sariyyah dan dua orang ikhwan yaitu Karim An-Anadhaliy dan Thilal Al-Anshari divonis hukuman mati. Pemerintah mulai memberikan tawaran kepada tiga orang yang divonis mati tersebut untuk mengajukan permintaan maaf kepada Kepala Republik (Presiden) Mesir. Thilal Al-Anshari mau mengajukan permintaan maaf, sehingga memperoleh keringanan hukuman menjadi penjara seumur hidup. Sedangkan Ustadz Shalih Sariyyah dan Karim Al-Anadhaliy menolak mentah-mentah tawaran pemerintah Mesir.
            Pada suatu hari, para tahanan politik berkumpul mengerumuni Ustadz Shalih Sariyyah Rahimahullah di halaman penjara Al-Isti`naf, di salah satu ruang terbuka meskipun berukuran pendek (pihak manajemen penjara masih memperbolehkan hal ini bagi Ustadz Shalih di sela-sela isolasi terhadap dirinya). Mereka mendesak kepada Ustadz Shalih Sariyyah untuk mengajukan permintaan maaf, namun beliau menjawab dengan penuh keyakinan sebagai seorang mukmin: “Apa kemampuan yang dimiliki Anwar Sadat untuk menyelesaikan urusannya sampai ia mampu untuk memanjangkan umurku walaupun hanya sedetik?”. Kemudian melanjutkan : “Lihatlah kondisi penjara yang menyedihkan ini, makanan yang buruk yang diberikan di dalamnya dan kamar-kamar kecil (WC) tersumbat yang kita membuang makanan ini ke dalamnya! Sesungguhnya, inilah hakikat dunia yang sebenarnya. Maka kenapa kita memeganginya dengan kuat-kuat?”.
            Pada kunjungan terakhir sebelum dieksekusi mati, datanglah istri Ustadz Shalih Sariyyah bersama anak-anaknya yang berjumlah sembilan orang untuk membesuknya di penjara, maka beliau Rahimahullah berkata kepada istrinya : “Jika engkau mengajukan permintaan maaf maka engkau aku cerai!!”
            Adapun Karim An-Anadhaliy, beliau menyibukkan diri dalam penjara dengan beribadah, berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menampakkan ketinggian imannya kepada para sipir penjara. Pada hari eksekusi mati, masuklah sipir penjara bersama aparat keamanan Mesir kepada Karim An-Anadhaliy Rahimahullah untuk mengikatnya dan membawanya menuju tiang gantungan. Lalu beliau minta untuk melaksanakan shalat sunah syahadah (mau mati syahid) sebanyak dua rakaat. Itu adalah shalat sunah yang dilakukan pertama kali oleh seorang sahabat mulia Khubaib bin ‘Adiy Radhiyallahu ‘anhu.  Brigadir Jenderal (Brigjen) Adil Mujahid yang termasuk salah satu aparat keamanan negara Mesir yang paling jahat-berkata kepada beliau : “Shalatlah dua rakaat untuk Dzat yang kamu akan pergi kepada-Nya …!!”
            Waktu berjalan dengan tabiatnya yang sangat cepat, dan Brigjen Adil Mujahid itu pun mendapatkan balasan atas perbuatannya melalui dua orang ikhwan, yaitu Adil Faris dan Shalah Faris, ketika ia sedang berada dalam penjara. Kedua bersaudara tersebut memukulnya dengan keras dan bertubi-tubi, kemudian mencongkel matanya. Keadaan itu memaksanya keluar dari dinas keamanan negara Mesir. Sedangkan Adil dan Shalah Faris bisa meninggalkan Mesir. Adil Faris pergi ke Afghanistan, dan pada perang Nahrain menemui syahadahnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan kepada seluruh syuhada Islam (orang-orang yang mati syahid)

Merekalah nenek moyangku
Datangkan orang-orang semacam mereka
Jika kau kumpulkan kami wahai pemegang kendali pertemuan
Para pemuda putih bersih ideal
Sempurna akhlaknya dan lembut perangainya
Diri mereka memang fana,
Namun orang yang melihatnya merasa senang dibuatnya

            Setelah berlalu beberapa tahun, sebagian orang anggota tim operasi Akademi Militer yang telah keluar dari penjara berusaha untuk mencoba menghidupkan kembali tim tersebut untuk kedua kalinya. Percobaan pertama berakhir dengan kegagalan dengan ditangkapnya seluruh anggota kelompok pada tahun 1977 M. Dan percobaan kedua juga berakhir dengan penangkapan para pemuda mujahid pada tahun 1979 M. karena adanya penyusupan dari aparat keamanan yang menyebabkan rencana mereka terbongkar.
            Asy Syahid --kamaa nahsabuhuu-- Muhammad Abdus Salam Faraj (penulis kitab Al-Faridhah Al-Ghaaibah) termasuk orang yang tidak tertangkap saat percobaan kedua. Beliau Rahimahullah memulai gerakan di Kairo, Jizah dan Mesir Utara dengan penuh semangat dan sangat giat. Sementara itu, di waktu yang sama gerakan salafi jihadi telah banyak menguasai organisasi-organisasi mahasiswa  di perbagai universitas di Mesir bagian selatan. Gerakan salafi jihadi ini menolak ajakan Ikhwanul Muslimin untuk menjadi bagiannya dan bersikap lunak dengan pemerintah Mesir.
            Para pemuda tersebut mulai mengenal Syaikh Umar Abdur Rahman (semoga Allah membebaskan beliau) dan mengundangnya untuk memberikan ceramah di muktamar-muktamar dan perkemahan-perkemahan yang mereka adakan. Setelah mereka mampu menguasai universitas masing-masing, para pemuda tersebut mulai mengembangkan kegiatannya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat publik di luar universitas. Diantara bentuk kegiatan mereka yang paling penting adalah mengadakan demonstrasi-demonstrasi dan muktamar-muktamar sebagai bentuk protes penentangan atas perdamaian yang dilakukan oleh pemerintah Mesir dengan Israel dan atas sambutan Anwar Sadat kepada pemimpin Iran di Mesir.
            Allah Subhanahu Wa Ta’ala mentakdirkan Muhammad Abdus Salam Faraj bertemu dengan saudara-saudaranya dari para pemuda Mesir bagian selatan. Dengan bersatunya dua gerakan ini, maka terbentuklah Jamaah Islamiyah Mesir di bawah kepemimpinan (amir) Syaikh Umar Abdur Rahman (semoga Allah membebaskan beliau).
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011