Selasa, 10 Januari 2012

Catatan : Arti Mahar Bagi Seorang Wanita

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Nikah yg paling besar barakahnya itu adalah yg murah maharnya“. (HR. Ahmad)

Anggaplah kamu sbagai pemeran utama di kisah berikut ini:

Rumah mu kedatangan tamu yang datang dari jauh. Tamu itu adalah teman lama mu dimasa kecil dan dia adalah tamu yang sangat istimewa buat dirimu. Disaat asyik-asyiknya mengobrol denganmu, tiba-tiba saja dia mengeluarkan benda unik dari saku kantongnya. Dia mengeluarkan HP limited edition tipe terbaru.

Kemudian dirimu bertanya, “Wah, keren tuh HP. Berapa harganya?”.

“Sangat mahal“, jawab tamu istimewa mu.

Berapa bayangan dalam pikiranmu stelah mendengar kata “Sangat Mahal“?. Tentu tanpa batas bukan?

Okeh lanjut lagi..

Kemudian tamu istimewa mu berkata, “Kutitipkan benda ini kpadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga sbaik-baiknya”. Kemudian tamu itupun berpamitan untuk pulang, kembali ke negeri asalnya.

Kamu pastinya akan sangat gugup mendengar ucapan dari teman mu itu. Terbayang dalam pikiran mu, “andaikata benda ini rusak, bagaimana?”. Pastinya kamu mrasa sangat bersalah dengan teman mu.

Dan hari yang ditakuti itupun tiba. HP titipan pemberian teman mu tiba-tiba saja rusak, layarnya error! kamu kalang kabut, kebingungan setengah mati. Kesana kemari mencari tempat servis terbaik berharap supaya HP milik teman kamu normal seperti sedia kala. Bahkan dirimu rela mengeluarkan uang ratusan juta sampai milyaran rupiah sekedar tuk memperbaiki HP yang rusak tersebut. Kamu sangat BERTANGGUNG JAWAB atas benda yang dititipkan temanmu. Dan kamu tidak ingin mengecewakan temanmu. Segala hal kamu lakukan, yang TERBAIK yang bisa kamu lakukan tanpa memikirkan betapa lelahnya dirimu.

Catatan : Kisah ini terinspirasi dari pengalaman saya pribadi. Dan saya sadar bahwa kisah ini adalah pendidikan terbaik untuk mengenal arti dari MAHAR.

Anggaplah HP sebagai wanita, tamu istimewa sebagai ayah dari si wanita dan kamu sebagai diri kamu sendiri/pemilik rumah.

Sang ayah si gadis yang bertahun-tahun mendidik anaknya dengan perasaan ikhlas datang kerumah mu dan berkata : “Baik, saya sudah ikhlaskan kamu menikah dengan anak saya”.

Kemudian dirimu bertanya, “Berapa harga anak bapak”. (Ini adalah contoh kalimat perumpamaan untuk menanyakan MAHAR)

Si bapak berkata, “Sangat mahal!“.

(Semua orang tua pasti akan berkata demikian, sebab tiada satupun orang tua yg akan merendahkan nilai anaknya dimata orang lain. Namun yang membedakan adalah apakah orang tua tersebut menyebutkan jumlahnya ataukah tidak)

Bisa dirimu bayangkan berapa banyak bayangan uang yang ada dibenakmu setelah mendengar kata “Mahal?“, tentu tanpa batas bukan?

Tapi, orang tua si gadis tidak mengatakan dengan pasti berapa jumlah MAHAR yang dinginkannya. Dia telah merelakan anaknya dinikahi olehmu “TANPA MAHAR” atau mahar seikhlasnya darimu.

Kemudian ayah si gadis berpesan, “Kutitipkan anakku kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi anakku. Mohon untuk dijaga sebaik-baiknya”.

Bisa membayangkan bukan, betapa besarnya TANGGUNG JAWAB mu?

HP yang rusak saja kamu rela mengeluarkan uang milyaran sekedar untuk memperbaikinya. Lantas bagaimana jika Istri mu sakit? Bukankah kamu harus lebih bertanggung jawab lebih dari sekedar merawat Handphone?

Namun kebanyakan dari MANUSIA didunia ini justru salah kaprah memaknai arti dari “MAHAR”. Mereka berlomba-lomba menetapkan batasan mahar yang tinggi untuk anak gadisnya (yaitu mahar yang terlihat nominal jumlah dan ukurannya). Bahkan banyak juga yang menuntut profesi seperti dokter, pegawai, pilot, pengacara, anak orang kaya dsb.

Pilihan sperti itu sebenarnya bukan menaikkan harga diri dari seorang anak, tapi justru hanya akan merendahkan martabat dan harga diri anaknya. Kenapa saya berkata demikian? Karena MAHAR yang dibatasi hanyalah suatu etika perdagangan belaka. Ketika barang yang dibeli terbayarkan, selesailah sudah. Lantas apalagi yang akan diberikan sesudah itu?

Berikut contoh kisah sederhana perihal MAHAR yang ditentukan nominal dan ukurannya, yang mungkin pernah kamu alami.

Disuatu waktu datang seseorang teman kamu kerumah mu. Dia menawarkan HP limited edition tipe terbaru. Dan kemudian kamu bertanya, “berapa harganya?”.

Teman mu menjawab, “Mahal?”

Bayangan kamu pasti tidak akan bisa menentukan mahalnya harga dari HP tersebut.

Tapi kmudian teman mu melanjutkan, “harganya 100 juta, mau beli?”.

Dalam sketika, jatuhlah predikat mahal dimata mu. Berhubung kamu sangat kaya, dengan mudah kamu beli HP tersebut.

Dan disaat teman kamu berkata, “Kutitipkan benda ini kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga sebaik baiknya”.

Tapi dalam benakmu berkata seperti ini, “Ah, ngapain diambil pusing, KHAN SAYA SUDAH BAYAR MAHAL. Terserah saya dunk mau diapain benda ini!”

Slanjutnya mungkin kamu akan memamerkannya ke teman dan kerabat kalau dirimu memiliki HP yang sangat MAHAL! Tapi kamu sama skali TIDAK BERTANGGUNG JAWAB atas HP tersebut. kamu tidak merawatnya, bersikap masa bodo dan bahkan ketika HP tersebut tidak bermanfaat lagi,kamu mencari PENGGANTI BARU yang lebih mahal dan efisien.

Bukankah itu menyakitkan?

Dari Anas bahwa Aba Thalhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata : “Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Thalhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR. An-Nasa’i)


Sumber : Mas Arey, dari note Facebook D'Lieya UniQa
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Aceh Loen Sayang 2011