Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Nikah yg paling besar barakahnya itu adalah yg
murah maharnya“. (HR. Ahmad)
Anggaplah kamu
sbagai pemeran utama di kisah berikut ini:
Rumah mu kedatangan
tamu yang datang dari jauh. Tamu itu adalah teman lama mu dimasa kecil dan dia
adalah tamu yang sangat istimewa buat dirimu. Disaat asyik-asyiknya mengobrol
denganmu, tiba-tiba saja dia mengeluarkan benda unik dari saku kantongnya. Dia
mengeluarkan HP limited edition tipe terbaru.
Kemudian
dirimu bertanya, “Wah, keren tuh HP. Berapa harganya?”.
“Sangat
mahal“, jawab tamu istimewa mu.
Berapa
bayangan dalam pikiranmu stelah mendengar kata “Sangat Mahal“?. Tentu tanpa
batas bukan?
Okeh lanjut
lagi..
Kemudian tamu
istimewa mu berkata, “Kutitipkan benda ini kpadamu. Benda ini tiada duanya,
hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga
sbaik-baiknya”. Kemudian tamu itupun berpamitan untuk pulang, kembali ke negeri
asalnya.
Kamu pastinya
akan sangat gugup mendengar ucapan dari teman mu itu. Terbayang dalam pikiran
mu, “andaikata benda ini rusak, bagaimana?”. Pastinya kamu mrasa sangat
bersalah dengan teman mu.
Dan hari yang
ditakuti itupun tiba. HP titipan pemberian teman mu tiba-tiba saja rusak,
layarnya error! kamu kalang kabut, kebingungan setengah mati. Kesana kemari
mencari tempat servis terbaik berharap supaya HP milik teman kamu normal seperti
sedia kala. Bahkan dirimu rela mengeluarkan uang ratusan juta sampai milyaran
rupiah sekedar tuk memperbaiki HP yang rusak tersebut. Kamu sangat BERTANGGUNG
JAWAB atas benda yang dititipkan temanmu. Dan kamu tidak ingin mengecewakan
temanmu. Segala hal kamu lakukan, yang TERBAIK yang bisa kamu lakukan tanpa
memikirkan betapa lelahnya dirimu.
Catatan :
Kisah ini terinspirasi dari pengalaman saya pribadi. Dan saya sadar bahwa kisah
ini adalah pendidikan terbaik untuk mengenal arti dari MAHAR.
Anggaplah HP sebagai
wanita, tamu istimewa sebagai ayah dari si wanita dan kamu sebagai diri kamu
sendiri/pemilik rumah.
Sang ayah si
gadis yang bertahun-tahun mendidik anaknya dengan perasaan ikhlas datang
kerumah mu dan berkata : “Baik, saya sudah ikhlaskan kamu menikah dengan anak
saya”.
Kemudian
dirimu bertanya, “Berapa harga anak bapak”. (Ini adalah contoh kalimat perumpamaan
untuk menanyakan MAHAR)
Si bapak
berkata, “Sangat mahal!“.
(Semua orang
tua pasti akan berkata demikian, sebab tiada satupun orang tua yg akan
merendahkan nilai anaknya dimata orang lain. Namun yang membedakan adalah
apakah orang tua tersebut menyebutkan jumlahnya ataukah tidak)
Bisa dirimu
bayangkan berapa banyak bayangan uang yang ada dibenakmu setelah mendengar kata
“Mahal?“, tentu tanpa batas bukan?
Tapi, orang
tua si gadis tidak mengatakan dengan pasti berapa jumlah MAHAR yang
dinginkannya. Dia telah merelakan anaknya dinikahi olehmu “TANPA MAHAR” atau
mahar seikhlasnya darimu.
Kemudian ayah
si gadis berpesan, “Kutitipkan anakku kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya
satu didunia. Aku sangat menyayangi anakku. Mohon untuk dijaga sebaik-baiknya”.
Bisa membayangkan
bukan, betapa besarnya TANGGUNG JAWAB mu?
HP yang rusak
saja kamu rela mengeluarkan uang milyaran sekedar untuk memperbaikinya. Lantas
bagaimana jika Istri mu sakit? Bukankah kamu harus lebih bertanggung jawab
lebih dari sekedar merawat Handphone?
Namun kebanyakan
dari MANUSIA didunia ini justru salah kaprah memaknai arti dari “MAHAR”. Mereka
berlomba-lomba menetapkan batasan mahar yang tinggi untuk anak gadisnya (yaitu
mahar yang terlihat nominal jumlah dan ukurannya). Bahkan banyak juga yang
menuntut profesi seperti dokter, pegawai, pilot, pengacara, anak orang kaya
dsb.
Pilihan sperti
itu sebenarnya bukan menaikkan harga diri dari seorang anak, tapi justru hanya
akan merendahkan martabat dan harga diri anaknya. Kenapa saya berkata demikian?
Karena MAHAR yang dibatasi hanyalah suatu etika perdagangan belaka. Ketika
barang yang dibeli terbayarkan, selesailah sudah. Lantas apalagi yang akan
diberikan sesudah itu?
Berikut contoh
kisah sederhana perihal MAHAR yang ditentukan nominal dan ukurannya, yang
mungkin pernah kamu alami.
Disuatu waktu
datang seseorang teman kamu kerumah mu. Dia menawarkan HP limited edition tipe
terbaru. Dan kemudian kamu bertanya, “berapa harganya?”.
Teman mu
menjawab, “Mahal?”
Bayangan kamu
pasti tidak akan bisa menentukan mahalnya harga dari HP tersebut.
Tapi kmudian
teman mu melanjutkan, “harganya 100 juta, mau beli?”.
Dalam sketika,
jatuhlah predikat mahal dimata mu. Berhubung kamu sangat kaya, dengan mudah
kamu beli HP tersebut.
Dan disaat
teman kamu berkata, “Kutitipkan benda ini kepadamu. Benda ini tiada duanya,
hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga sebaik
baiknya”.
Tapi dalam benakmu
berkata seperti ini, “Ah, ngapain diambil pusing, KHAN SAYA SUDAH BAYAR MAHAL.
Terserah saya dunk mau diapain benda ini!”
Slanjutnya
mungkin kamu akan memamerkannya ke teman dan kerabat kalau dirimu memiliki HP yang
sangat MAHAL! Tapi kamu sama skali TIDAK BERTANGGUNG JAWAB atas HP tersebut.
kamu tidak merawatnya, bersikap masa bodo dan bahkan ketika HP tersebut tidak
bermanfaat lagi,kamu mencari PENGGANTI BARU yang lebih mahal dan efisien.
Bukankah itu
menyakitkan?
Dari Anas
bahwa Aba Thalhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata : “Demi Allah,
lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan
saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk
Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut
lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Thalhah sebagai mahar dalam pernikahannya
itu. (HR. An-Nasa’i)
Sumber : Mas
Arey, dari note Facebook D'Lieya UniQa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar